Tukang Insinyur Kelas 1

Beberapa hari yang lalu, saya membaca tulisan salah satu "master" structural engineering di sini, saya terpaku pada ungkapan "Tukang Kelas 1 versus Engineer". Menarik, dan memang sering dijumpai dalam dunia konstruksi sehari-hari.
Sama seperti beberapa waktu lalu, kami melakukan pengawasan sebuah pekerjaan atap baja di sebuah proyek yang kebetulan perusahaan kami sendiri yang melakukan desain struktur untuk keseluruhan bangunan termasuk atap. Kebetulan jenis atapnya adalah truss. Ada sebagian atap yang sudah jadi, tapi sebagian besar belum difabrikasi. Sebagai catatan, pelaksana pekerjaan baja tersebut boleh saya katakan (maaf) abal-abal, walaupun menurut pengakuan rekannya, si empunya sudah sangat berpengalaman dalam melakukan pekerjaan konstruksi baja. Memang sih, saya bisa menebak dari istilah-istilah yang beliau gunakan sewaktu berbincang-bincang. Misalnya, si bapak menggunakan istilah "Cremona" untuk menunjukkan struktur jenis "Truss". Saya agak tersenyum dalam hati (!?), soalnya saya tidak ingat lagi kapan terakhir kali saya mendengar istilah "Cremona" yang sebenarnya merupakan salah satu metoda yang digunakan untuk mencari gaya-gaya dalam pada sistem truss. Singkat cerita, si bapak akhirnya mengusulkan untuk mengganti profil baja salah satu elemen diagonal truss di situ. Pada gambar rencana, kami tuliskan bahwa elemen tersebut harus menggunakan profil pipa. Tapi si bapak mau menggantinya dengan profil U (UNP) yang berat atau luas penampangnya kira-kira sama dengan profil pipa, dengan alasan kalau mau pake pipa katanya volumenya nanggung, dan lagipula sebagian besar truss yang kami desain memang menggunakan UNP. Intinya sih, mereka tidak mau repot-repot membeli (menyediakan) berbagai jenis profil dan ukuran. Kan lebih enak kalo diseragamkan saja semua. Trus, saya coba tanya, "memangnya kuat pak, kalo pake UNP?" Kata si bapak, "Ooh.. yang penting kan luasan penampangnya sama. Lagian saya sudah sering ngerjain yang seperti ini" Saya tanya lagi, "Trus, taunya kuat ato nggak bagaimana, pak?" Jawab si bapak,"Lhaa.. itu yang sudah saya bangun nggak ada yang rubuh." Saya coba komentar, "Nggak ada yang rubuh mungkin karena kebetulan, pak. Lagipula bapak nggak bisa mengganti profil baja seenaknya. Saya sih bisa nggak masalah, saya tinggal buat catatan aja kalo bapak tidak mengikuti gambar rencana. Jadi, kalau nanti ada masalah misalnya atapnya rubuh, saya tinggal panggil bapak. Masalah kuat atau nggak kuat, saya nggak berani ngomong di sini. Saya harus buktikan lewat analisis dan hitungan. Lagipula ada alasannya kenapa kami pakai pipa dibanding profil lain. Batang yang diagonal yang itu dominan mengalami tekan. Kalau pakai pipa, kekauannya sama ke segala arah, tidak ada sumbu lemah sumbu kuat, sehingga tekuk lateral bisa dihindari. Kalau pake UNP, waktu mengalami tekan, dia bisa bengkok ke arah sumbu lemahnya, walaupun luas penampangnya sama dengan pipa sebelumnya."
Bapak itu cuma senyum-senyum. Sekilas tersirat ada rasa "tidak mau menerima" penjelasan saya. Memang sih beliau jauh lebih tua dari saya, saya perkirakan ada selisih 15-20 tahun antara saya dengan bapak itu. Saya juga tidak meragukan pengalaman si bapak. Tidak sedikit "improvisasi" yang dia lakukan di lapangan, seperti mengubah sambungan baut menjadi las, atau sebaliknya, menambah pelat-pelat pengaku karena "merasa" tidak aman dengan detail yang kami berikan. Kondisi itu tentu saja sedikit merepotkan kami, karena kami harus memastikan bahwa yang mereka lakukan masih masuk batas toleransi, masih bisa dipertanggungjawabkan secara teknis (bukan sekedar pengalaman). Kami, meskipun masih dalam hitungan tahun dalam melakukan desain, sangat jarang mengandalkan pengalaman. Misalnya saja mendesain balok beton. Tak terhitung sudah ratusan kali kami melakukan desain balok beton, tapi tetap saja kami harus menghitung, tidak pakai kata "biasanya". Alasannya: setiap bangunan punya karakteristik yang berbeda-beda, kondisi pembebanan, luas tributari, kondisi lingkungan, mutu material, metode pelaksanaan, perilaku bangunan keseluruhan, dan lain-lain. Atap dak beton tentu beda dengan lantai beton. Atap dak terkespos oleh hujan, otomatis dibutuhkan selimut beton yang lebih besar agar air tidak bisa merembes ke dalam besi tulangan. Dan masih banyak contoh lainnya.
Beberapa hari kemudian, saya melakukan kunjungan lagi ke lokasi. Saya tidak ketemu lagi dengan bapak si tukang baja. Tapi, saya melihat ada tumpukan batang-batang pipa baja di salah satu sudut lokasi proyek. Hmmm.. saya nggak tau apakah si bapak sudah coba-coba menghitung juga, atau... yaaa.. mungkin si bapak nggak mau pusing-pusing nantinya. Hehe.. Pengalaman itu adalah satu dari berbagai pengalaman yang saya yakin bukan hanya saya yang mengalami, tapi hampir sebagian besar yang mengaku sebagai "engineer" pernah mengalami hal yang serupa. Yah.. walaupun demikian, banyak juga ilmu yang bisa kita curi dari para "Tukang Kelas 1" yang sudah kaya akan pengalaman tersebut. Tidak mustahil, perpaduan pengalaman mereka dan apa yang kita miliki bisa melahirkan seorang "Tukang Insinyur Kelas 1". Saya punya rekan seorang engineer yang pengalamannya sudah jauh di atas saya. Dan beliau tetap selalu mengutamakan check dan analisis sebelum mengeluarkan pernyataan "kuat" atau "tidak", walaupun itu cuma sekedar mengecek konstruksi rumah 2 lantai. :) Kalau boleh saya simpulkan, para Tukang Kelas I menyatakan suatu bangunan atau komponen struktur itu kuat jika belum ada riwayat dan pengalaman keruntuhan yang mereka alami. Sementara para engineer menyatakan kekuatan suatu bangunan sebagai perbandingan antara kemampuan menahan beban versus besarnya beban maksimal yang mungkin diterima oleh bangunan tersebut. Menurut anda? []

Fungsi Manajemen Konstruksi

Yang dimaksud dengan proyek adalah suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dibatasi oleh waktu dan sumber daya yang terbtas. Sehingga pengertian proyek konstruksi adalah suatu upaya untuk mencapai suatu hasil dalam bentuk bangnan atau infrastruktur. Manajemen proyek konstruksi adalah proses penerapan fungsi-fungsi manajemen (perencanaan, pelaksanaan dan penerapan) secara sistimtis pada suatu proyek dengan mengunkan sumber daya yang ada secara efktif dan efsien agar tercapai tujuan proyek secara optimal. Manajemen Konstruksi meliputi mutu fisik konstruksi, biaya dan waktu. manajemen material dan manjemen tenaga kerja yang akan lebih ditekankan. Hal itu dikrenakan manajemen perecanaan berperan hanya 20% dan sisanya manajemen pelaksanaan termasuk didalamnya pengendalian biaya dan waktu proyek. Manajemen konstruksi memiliki beberapa fugsi antara lain :
1. Sebagai Quality Control untuk menjaga kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan
2. Mengantisipasi terjdinya perubahan kondisi lapngan yang tidak pasti dan mengatasi kendala terbatasnya waktupelaksanaan
3. Memantau prestasi dan kemajuan proyek yang telah dicpai, hal itu dilakukan dengan opname (laporan) harian, mingguan dan bulanan
4. Hasil evaluasi dpat dijadikan tindakan pengmbilan keptusan terhadap masalah-masalah yang terjadi di lapangan
5. Fungsi manajerial dari manajemen merupakan sistem informasi yang baikuntuk menganalisis performa dilapangan
Tujuan Manajemen Konstruksi Sasaran Manajemen Konstruksi adalah mengelola fungsi manajemen atau mengatur pelaksanaan pembangunan sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil optimal sesuai dengan persyaratan (spesification) untk keperluan pencapaian tujuan ini, perlu diperhatikan pula mengenai mutu bangunan, biaya yang digunakan dan waktu pelaksanaan Dalam rangka pencapaian hasil ini selalu diusahakan pelaksanaan pengawasan mutu ( Quality Control ) , pengawasan biaya ( Cost Control ) dan pengawasan waktu pelaksanaan ( Time Control ). Penerapan konsep manajemen konstruksi yang baik adalah mulai tahap perencanaan, namun dapat juga pada tahap - tahap lain sesuai dengan tujuan dan kondisi proyek tersebut sehingga konsep MK dapat diterapkan pada tahap - tahap proyek sebagai berikut
1. Manajemen Konstruksi dilaksanakan pada seluruh tahapan proyek. Pengelolaan proyek dengan sistem Manajemen Konstruksi, disini mencakup pengelolaan teknis operasional proyek, dalam bentuk masukan - masukan dan atau keputusan yang berkaitan dengan teknis operasional proyek konstruksi, yang mencakup seluruh tahapan proyek, mulai dari persiapan, perencanaan, perancangan, pelaksanaan dan penyerahan proyek.
2. Tim Manajemen Konstruksi sudah berperan sejak awal disain, pelelangan dan pelaksanaan proyek selesai, setelah suatu proyek dinyatakan layak ('feasible ") mulai dari tahap disain.
3. Tim Manajemen Konstruksi akan memberikan masukan dan atau keputusan dalam penyempurnaan disain sampai proyek selesai. 4. Manajemen Konstruksi berfungsi sebagai koordinator pengelolaan pelaksanaan dan melaksanakan fungsi pengendalian atau pengawasan.

Estimasi Biaya Konstruksi

Estimasi biaya adalah penghitungan kebutuhan biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu kegiatan atau pekerjaan sesuai dengan persyaratan atau kontrak. Dalam melakukan estimasi (perhitungan) biaya diperlukan: - Pengetahuan dan keterampilan teknis estimator, seperti membaca gambar, melakukan estimasi (perhitungan), dll. - Personal judgement berdasarkan pengalaman estimator. Estimasi dibedakan menjadi: - Estimasi biaya konseptual - Estimasi biaya detail Estimasi biaya konseptual adalah estimasi biaya berdasarkan konsep bangunan yang akan dibangun.
Contoh: Untuk rumah SEDERHANA seluas 70m2 (belum ada gambar rencana dan spesifikasi). Biaya satuan rumah sederhana adalah Rp. 750.000 per meter persegi. Maka biaya total (biaya konseptual) adalah 70m2 x Rp. 750.000/m2 = Rp. 52.500.000,- (akurasinya -30% hingga +50%) Untuk rumah MEWAH seluas 500m2 (belum ada gambar rencana dan spesifikasi). Biaya satuan rumah mewah adalah Rp. 3.750.000 per meter persegi. Maka biaya total (biaya konseptual) adalah 500m2 x Rp. 3.750.000/m2 = Rp. 1.875.000.000,- (akurasinya -30% hingga +50%) Bila rencana rumah di atas telah memiliki dokumen rencana yang lengkap (rumah sederhana dengan luas 68 m2, rumah mewah menjadi 479 m2), maka estimasi biayanya dapat dilakukan secara detail dengan menghitung volume dan biaya satuan tiap komponen bangunan sehingga diperoleh biaya total yang lebih akurat (-5% hingga +15%). Tahapan Proyek Konstruksi
Estimasi biaya konseptual juga dapat dilakukan dengan menggunakan data masa lalu yang diperbaharui dengan menggunakan indeks biaya (harga). Berikut ini adalah contoh indeks biaya (harga) konstruksi di Amerika sejak tahun 1913 hingga 1978:
Contoh estimasi biaya konseptual dengan menggunakan indeks biaya (harga): Untuk membangun jalan antar kota di Amerika pada tahun 1970 dibutuhkan biaya USD 75 per m2. Maka jika pada tahun 1978 akan dibangun jalan antar kota di Amerika, biaya yang dibutuhkan adalah: 1790 = ———- x USD 75 per m2 800 = 2.24 x USD 75 per m2 = USD 167.81 per m2 Metode Faktor Kapasitas Antara beberapa proyek bangunan sejenis namun besar dan luasnya berbeda terdapat suatu korelasi yang dapat digunakan sebagai dasar estimasi biaya konseptual. Korelasi tersebut dapat dihitung dengan persamaan berikut ini: K2 B2 = B1 {—-}^x K1 dimana: B2 = Estimasi biaya bangunan sejenis yang baru dengan kapasitas K2 B1 = Biaya bangunan lama dengan kapasitas K1 K2 = Kapasitas bangunan baru K1 = Kapasitas bangunan lama x = Faktor kapasitas sesuai jenis bangunan Berikut adalah faktor kapasitas untuk berbagai jenis bangunan:
Metode Rasio Biaya Komponen Bangunan Tiap-tiap komponen bangunan memiliki rasio tertentu terhadap biaya total bangunan yang dapat digunakan sebagai dasar estimasi biaya konseptual. Berikut ini adalah contoh rasio biaya tiap komponen pada bangunan laboratorium:
Biaya investasi untuk suatu bangunan (konstruksi) dibedakan atas biaya konstruksi (construction), biaya non-konstruksi (non-construction), dan biaya daur hidup (life-cycle).
Estimasi (perhitungan) biaya konstruksi secara detail didasarkan atas: – Gambar rencana yang detail – Spesifikasi kegiatan atau pekerjaan yang detail. Biaya tiap kegiatan atau pekerjaan disebut biaya satuan kegiatan atau pekerjaan (harga satuan pekerjaan). Biaya satuan pekerjaan dirinci berdasarkan: – Bahan yang digunakan, – Alat yang digunakan, – Pekerja yang terlibat untuk pekerjaan tersebut. Biaya-biaya di atas adalah biaya yang langsung (direct) berkaitan dengan kegiatan/pekerjaan tersebut dan disebut biaya langsung (direct cost). Komponen biaya langsung (direct cost) antara lain dipengaruhi oleh:
1. Lokasi pekerjaan. Contoh, harga di Bandung berbeda dengan Jakarta
2. Ketersediaan bahan, peralatan, atau pekerja. Contoh, ketika semen langka di pasaran, harga yang normalnya Rp. 31.000/zak menjadi Rp. 40.000/zak
3. Waktu. Contoh, pekerjaan galian yang normalnya dilaksanakan dalam 2 hari biayanya Rp. 25.000,- per m3, bila harus dipercepat menjadi 1 hari, biayanya meningkat menjadi Rp. 45.000,-. Disamping biaya langsung, terdapat pula biaya tambahan (mark up) atau biaya tidak langsung. Komponen biaya tambahan terdiri dari:
1. Biaya Over head Biaya Over head adalah biaya tambahan yang harus dikeluarkan dalam pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan namun tidak berhubungan langsung dengan biaya bahan, peralatan dan tenaga kerja.
Contoh, ketika bagian logistik memesan semen dilakukan dengan menggunakan telepon genggam (HP). Biaya pulsa telepon tersebut tidak dapat ditambahkan pada harga semen yang dipesan. Contoh lain biaya operasional kantor proyek di lapangan (site office) seperti listrik, air, telepon, gaji tenaga administrasi, dst. tidak dapat dimasukkan ke biaya pekerjaan pondasi beton.
2. Biaya tak terduga (contingency cost) Biaya tak terduga (contingency cost) adalah biaya tambahan yang dialokasikan untuk pekerjaan tambahan yang mungkin terjadi (meskipun belum pasti terjadi). Contoh: untuk pekerjaan pondasi beton diperlukan pemompaan lubang galian yang sebelumnya tidak diduga akan tergenang air hujan.
3. Keuntungan (profit) Keuntungan (profit) adalah jasa bagi kontraktor untuk pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan kontrak.
4. Pajak (tax), berupa antara lain Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%, Pajak Penghasilan (PPh), dll. Biaya (Harga) Satuan Pekerjaan Biaya (harga) satuan pekerjaan adalah jumlah: – Total biaya bahan yang digunakan, – Total biaya peralatan yang digunakan, – Total upah seluruh pekerja yang melaksanakan pekerjaan tersebut. Contoh: Biaya satuan (1m3) beton K-250 untuk pondasi pelat adalah sebesar Rp. 453.000,-. Artinya biaya satuan tersebut meliputi total biaya bahan yang digunakan, total biaya peralatan yang digunakan, dan total upah seluruh pekerja yang terlibat dalam pembuatan 1 m3 beton K-250. Biaya satuan (buah) pondasi pelat beton adalah sebesar Rp. 675.000,- Artinya biaya satuan tersebut meliputi biaya bahan (beton, tulangan, cetakan) yang digunakan, biaya peralatan (cangkul, sekop, pengaduk beton, pemadat beton, dll.) yang digunakan, serta upah seluruh pekerja (menggali & menimbun, pasang cetakan, mengecor, memadatkan beton, dsb.) Contoh Biaya (Harga) Satuan Bahan
Contoh Biaya (Harga) Satuan Peralatan
Contoh Biaya (Harga) Satuan Upah
Contoh Biaya (Harga) Satuan Pekerjaan
Biaya (Harga) Satuan dan Indeks Harga (Price Index) Biaya satuan bahan, biaya satuan alat,dan biaya satuan upah dapat berbeda dari waktu ke waktu dan satu lokasi ke lokasi lain. Dengan menggunakan Indeks biaya (harga) maka estimator tidak perlu melakukan survei harga ulang untuk seluruh jenis bahan, peralatan maupun upah. Survei hanya dilakukan untuk beberapa jenis bahan dan upah tenaga kerja yang paling banyak dipakai dalam proyek tersebut. Contoh: pada pekerjaan gedung, maka bahan utamanya adalah semen, pasir, baja tulangan, bata merah atau batako.
dimana, PI : Indeks Harga untuk faktor pengali harga baru Pi : Harga baru untuk bahan/peralatan/upah yang disurvei ulang P0 : Harga lama bahan/peralatan/upah yang disurvei ulang n : Jumlah bahan/peralatan/upah yang disurvei ulang Contoh Penghitungan Indeks Harga (Price Index) Kasus: Penentuan Indeks Harga untuk mengubah biaya (harga) satuan Kota Bandung menjadi harga satuan Kota Pekanbaru untuk kurun waktu yang sama. Dalam contoh pada tahun 2001.
Untuk menentukan biaya (harga) satuan tahun 2005, maka perlu dihitung Indeks Harga akibat perubahan waktu (2001-2005). Contoh Penggunaan Indeks Harga (Price Index)
Struktur Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek Konstruksi

PRINSIP- PRINSIP UMUM MANAJEMEN PROYEK

Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi di dalam manajemen proyek tergantung pada dua faktor utama yaitu : sumber daya dan fungsi manajemen. Sumber daya terdiri dari manusia, uang, peralatan, dan material, sedangkan fungsi manajemen dimaksudkan sebagai kegiatan-kegiatan yang dapat mengarahkan atau mengendalikan sekelompok orang yang tergabung dalam suatu kerja sama untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, kegiatan yang dilakukan oleh sumber daya manusia, ditunjang dengan uang, material dan peralatan, perlu ditata melalui fungsi-fungsi manajemen dalam batas waktu yang disediakan sehingga memenuhi prinsip efisiensi dan efektivitas. 2.1 Sumber Daya.
A. Manusia Manusia sebagai sumber daya utama diartikan sebagai tenaga kerja baik yang terlibat langsung maupun tidak terlibat langsung dengan pekerjaan konstruksi. Tenaga yang terlibat langsung adalah tenaga kerja yang berada pada kelompok pemberi pekerjaan (pengguna jasa), kelompok kontraktor (penyedia jasa), dan kelompok konsultan (penyedia jasa). Berdasarkan kualifikasinya para tenaga kerja tersebut dapat dikelompokkan ke dalam “tenaga ahli” dan “tenaga terampil”. Pada Tabel 2.1. disajikan sebutan terhadap ketiga kelompok tersebut. Tabel 2.1 Tenaga Kerja berdasarkan Kelompok
B. Uang Uang merupakan sumber daya sangat penting dalam manajemen proyek. Ketidakcukupan uang, sulit untuk mengharapkan penyelenggaraan manajemen proyek sesuai dengan ikatan kontrak yang disepakati antara para pihak yang menandatangani perjanjian kontrak. Seluruh kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi pada seluruh kelompok yang terlibat, memerlukan biaya yang besarnya telah disepakati di dalam surat perjanjian kontrak. Jika terjadi ketidaksepakatan (dispute) dalam pelaksanaan pekerjaan, biasanya berdampak pada “nilai uang” yang harus disepakati, dokumen kontrak telah mengatur tata cara penyelesaian hukum yang harus ditempuh. Uang sangat penting karena seluruh kegiatan pekerjaan konstruksi memerlukan pembiayaan, menyangkut : rekruitmen manusia (tenaga kerja); penggunaan jasa tenaga kerja (tenaga ahli, tenaga terampil, tenaga non skill); penggunaan peralatan (alat-alat berat maupun alat-alat laboratorium); pembelian bahan dan material, pengolahan bahan dan material, baik bagi kelompok pengguna jasa maupun penyedia jasa. Jadi pengertian “uang” di dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi (civil works) bukan semata-mata untuk pembiayaan pelaksanaan konstruksi oleh kontraktor, tetapi juga termasuk biaya yang harus dikeluarkan untuk konsultan perencana, konsultan pengawas dan untuk pengguna jasa dalam suatu kurun waktu yang telah disepakati.
C. Peralatan Peralatan dalam pekerjaan konstruksi diartikan sebagai alat lapangan (alat berat), peralatan laboratorium, peralatan kantor (misalnya computer), dan peralatan lainnya. Dengan menggunakan peralatan yang sesuai sasaran pekerjaan dapat dicapai dengan ketepatan waktu yang lebih akurat, serta memenuhi spesifikasi teknis yang telah dipersyaratkan. i. Alat-alat berat Jenis peralatan dengan variasi kapasitas dan kegunaannya dapat digunakan untuk pekerjaan konstruksi jalan-jembatan sesuai fungsinya. Berdasarkan jenis peralatan dan fungsinya, dikaitkan dengan jenis pelaksanaan pekerjaannya dapat dikelompokan sebagaimana tertulis pada Tabel 2.2. Pemilihan dan pemanfaatan peralatan harus sesuai dengan kebutuhan ditinjau dari jenis, jumlah, kapasitas maupun waktu yang tersedia. Demikian pula cara penggunaannya, harus mengikuti prosedur pengoperasian dan perawatannya, sesuai dengan fungsi masing-masing peralatan. Tabel 2.2 Jenis peralatan dan penggunaannya
ii. Peralatan Laboratorium Peralatan laboratorium diperlukan dalam rangka melakukan pengawasan dan pengendalian mutu atas pekerjaan konstruksi yang dilaksanakan oleh kontraktor. Jenis peralatan laboratorium dapat dilihat pada Tabel 2.3. Jenis, jumlah dan waktu diperlukannya peralatan-peralatan laboratorium tersebut tergantung pada ruang lingkup kegiatan pengawasan atas pekerjaan konstruksi. Selain peralatan tersebut ada beberapa peralatan yang spesifik seperti untuk pengujian pondasi soil cement dan bahan-bahan struktur (beton, pasangan batu dan lain-lain). Tabel 2.3 Jenis Pengujian dan Alat yang digunakan
D. Bahan Bahan diartikan sebagai bahan baku natural maupun melalui pengolahan, dan setelah diproses ditetapkan menjadi item pekerjaan sebagaimana dituangkan di dalam dokumen kontrak. Bahan baku (tanah, batu, aspal, semen, pasir, besi beton, dll.) dan bahan olahan (agregat, adukan beton, pofil baja dll.) merupakan sumber daya yang harus diperhitungkan secara cermat, karena pengaruhnya di dalam perhitungan biaya pekerjaan konstruksi sangat besar. Oleh karena itu lokasi bahan baku perlu secara cermat ditetapkan berdasar jarak dan volume yang tersedia, memenuhi syarat menjadi bahan olahan. Survai untuk mendapatkan informasi lokasi bahan baku perlu dilakukan, guna mendapatkan data akurat sebagai masukan bagi kontraktor dalam menyiapkan penawaran, maupun pada tahap pelaksanaan pekerjaan. 2.2 Fungsi Manajemen Untuk melaksanakan manajemen, seorang pada posisi pimpinan di level manapun, harus melakukan fungsi-fungsi manajemen. Di dalam fungsi-fungsi manajemen ada fungsi organik yang mutlak harus dilaksanakan dan ada fungsi penunjang yang bersifat sebagai pelengkap. Jika fungsi organik tersebut tidak dilakukan dengan baik maka terbuka kemungkinan pencapaian sasaran menjadi gagal. George R. Terry telah merumuskan fungsi-fungsi tersebut sebagai POAC (Planning, Organizing, Actuating dan Controlling).
A. Planning Planning adalah proses yang secara sistematis mempersiapkan kegiatan guna mencapai tujuan dan sasaran tertentu. Kegiatan diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka pekerjaan konstruksi, baik yang menjadi tanggung jawab pelaksana (kontraktor) maupun pengawas (konsultan). Kontraktor maupun konsultan, harus mempunyai konsep planning” yang tepat untuk mencapai tujuan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Pada proses planning perlu diketahui hal-hal sebagai berikut : - Permasalahan yang terkait dengan tujuan dan sumber daya yang tersedia. - Cara mencapai tujuan dan sasaran dengan memperhatikan sumber daya yang tersedia. - Penerjemahan rencana kedalam program-program kegiatan yang kongkrit. - Penetapan jangka waktu yang dapat disediakan guna mencapai tujuan dan sasaran, (seluruh tahap: -proses pengadaan, -pelaksanaan dan pengawasan konstruksi; dan FHO).
B. Organizing Organizing (pengorganisasian kerja) dimaksudkan sebagai pengaturan atas suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang, dipimpin oleh pimpinan kelompok dalam suatu wadah organisasi. Wadah organisasi ini menggambarkan hubungan-hubungan struktural dan fungsional yang diperlukan untuk menyalurkan tanggung jawab, sumber daya maupun data. Dalam proses manajemen, organisasi digunakan sebagai alat untuk : - menjamin terpeliharanya koordinasi dengan baik. - membantu pimpinannya dalam menggerakkan fungsi-fungsi manajemen. - mempersatukan pemikiran dari satuan organisasi yang lebih kecil yang berada di dalam kordinasinya. Dalam fungsi organizing, koordinasi merupakan mekanisme hubungan struktural maupun fungsional yang secara konsisten harus dijalankan. Koordinasi dapat dilakukan melalui mekanisme : - koordinasi vertikal (menggambarkan fungsi komando), - koordinasi horizontal (menggambarkan interaksi satu level); dan - koordinasi diagonal (menggambarkan interaksi berbeda level tapi di luar fungsi komando). Koordinasi diagonal apabila diintegrasikan dengan baik akan memberikan kontribusi signifikan dalam menjalankan fungsi organizing. Sebagai contoh, dapat dijelaskan sebagai berikut: - Koordinasi vertikal dan bersifat hirarkis: a. Pelaksana Konstruksi : koordinasi antara General Superintendant dengan Material Superintendant atau dengan Construction Engineer atau dengan Equipment Superintendant. b. Field Supervision Team, koordinasi antara Site Engineer dengan Quantity Engineer atau dengan Quality Engineer merupakan koordinasi vertikal dan bersifat hirarkis. - Koordinasi horizontal dan bersifat satu level: a. Pelaksanaan konstruksi, koordinasi antara Material Superintendant dengan Construction Engineer atau dengan Equipment Superintendant merupakan. b. Field Supervision Team, koordinasi antara Quantity Engineer atau dengan Quality Engineer merupakan koordinasi horizontal dan bersifat satu level. - Koordinasi diagonal: Koordinasi antara General Superintendant dengan Site Engineer merupakan koordinasi horizontal dan bersifat satu level, sedangkan koordinasi antara Kepala Satuan Kerja Pekerjaan Civil Works dengan General Superintendant atau dengan Site Engineer merupakan koordinasi vertikal.
C. Actuating Actuating diartikan sebagai fungsi manajemen untuk menggerakkan orang yang tergabung dalam organisasi agar melakukan kegiatan yang telah ditetapkan di dalam planning. Pada tahap ini diperlukan kemampuan pimpinan kelompok untuk menggerakkan; mengarahkan; dan memberikan motivasi kepada anggota kelompoknya untuk secara bersama-sama memberikan kontribusi dalam menyukseskan manajemen proyek mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Berikut ini beberapa metoda mensukseskan “actuating” yang dikemukakan oleh George R. Terry, yaitu: - Hargailah seseorang apapun tugasnya sehingga ia merasa keberadaannya di dalam kelompok atau organisasi menjadi penting. - Instruksi yang dikeluarkan seorang pimpinan harus dibuat dengan mempertimbangkan adanya perbedaan individual dari pegawainya, hingga dapat dilaksanakan dengan tepat oleh pegawainya. - Perlu ada pedoman kerja yang jelas, singkat, mudah difahami dan dilaksanakan oleh pegawainya. - Lakukan praktek partisipasi dalam manajemen guna menjalin kebersamaan dalam penyelenggaraan manajemen, hingga setiap pegawai dapat difungsikan sepenuhnya sebagai bagian dari organisasi. - Upayakan memahami hak pegawai termasuk urusan kesejahteraan, sehingga tumbuh sense of belonging dari pegawai tersebut terhadap tempat bekerja yang diikutinya. - Pimpinan perlu menjadi pendengar yang baik, agar dapat memahami dengan benar apa yang melatarbelakangi keluhan pegawai, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan sesuatu keputusan. - Seorang pimpinan perlu mencegah untuk memberikan argumentasi sebagai pembenaran atas keputusan yang diambilnya, oleh karena pada umumnya semua orang tidak suka pada alasan apalagi kalau dicari-cari agar bisa memberikan dalih pembenaran atas keputusannya. - Jangan berbuat sesuatu yang menimbulkan sentimen dari orang lain atau orang lain menjadi naik emosinya. - Pimpinan dapat melakukan teknik persuasi dengan cara bertanya sehingga tidak dirasakan sebagai tekanan oleh pegawainya. - Perlu melakukan pengawasan untuk meningkatkan kinerja pegawai, namun haruslah dengan cara-cara yang tidak boleh mematikan kreativitas pegawai. D. Controlling Controlling diartikan sebagai kegiatan guna menjamin pekerjaan yang telah dilaksanakan sesuai dengan rencana. Didalam manajemen proyek jalan atau jembatan, controlling terhadap pekerjaan kontraktor dilakukan oleh konsultan melalui kontrak supervisi, dimana pelaksanaan pekerjaan konstruksinya dilakukan oleh kontraktor. General Superintendat berkewajiban melakukan controlling (secara berjenjang) terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh staf di bawah kendalinya yaitu Site Administration, Quantity Surveyor, Materials Superintendant, Construction Engineer, dan Equipment Engineer untuk memastikan masing-masing staf sudah melakukan tugasnya dalam koridor “quality assurance”. Sehingga, tahap-tahap pencapaian sasaran sebagaimana direncanakan dapat dipenuhi. Kegiatan ini juga berlaku di dalam kegiatan internal konsultan supervisi; artinya kepada pihak luar konsultan supervisi itu bertugas mengawasi kontraktor, selain itu secara internal Site Engineer juga melakukan controlling terhadap Quantity Engineer dan Quality Engineer. Secara keseluruhan internal controlling ini dapat mendorong kinerja konsultan supervisi lebih baik di dalam mengawasi pekerjaan kontraktor. Ruang lingkup kegiatan controlling mencakup pengawasan atas seluruh aspek pelaksanaan rencana, antara lain adalah: - Produk pekerjaan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif - Seluruh sumber-sumber daya yang digunakan (manusia, uang , peralatan, bahan) - Prosedur dan cara kerjanya - Kebijaksanaan teknis yang diambil selama proses pencapaian sasaran. Controlling harus bersifat obyektif dan harus dapat menemukan fakta-fakta tentang pelaksanaan pekerjaan di lapangan dan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Rujukan untuk menilainya adalah memperbandingkan antara rencana dan pelaksanaan, untuk memahami kemungkinan terjadinya penyimpangan.

Dokumen Kontrak Kerja Konstruksi

Sesuai Pasal 22 Peraturan Pemerintah 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Kontrak Kerja Konstruksi sekurang-kurangnya memuat dokumen-dokumen yang meliputi : a. Surat Perjanjian; b. Dokumen Lelang; c. Usulan atau Penawaran; d. Berita Acara berisi kesepakatan antar pengguna jasa dan penyedia jasa selama proses evaluasi oleh pengguna jasa antara lain klarifikasi atas hal-hal yang menimbulkan keragu-raguan; e. Surat Perjanjian dari pengguna jasa menyatakan menerima atau menyetujui usulan penawaran dari penyedia jasa; dan f. Surat pernyataan dari penyedia jasa yang menyatakan kesanggupan untuk melaksanakan pekerjaan. Sementara itu dokumen kontrak untuk pekerjaan-pekerjaan konstruksi jalan dan jembatan dengan dengan sistem Pelelangan Nasional (National/Local Competitive Bidding) dalam urutan prioritas terdiri dari : a. Surat Perjanjian termasuk Adendum Kontrak (bila ada); b. Surat Penunjukan Pemenang Lelang; c. Surat Penawaran; d. Adendum Dokumen Lelang; e. Data Kontrak; f. Syarat-syarat Kontrak; g. Spesifikasi; h. Gambar-gambar; i. Daftar Kuantitas dan harga yang telah diisi harga penawarannya; j. Dokumen lain yang tercantum dalam Data Kontrak pembentuk bagian dari kontrak; Sedangkan untuk kontrak-kontrak dengan sistem Pelelangan Internasional (International Competitive Bidding), dokumen kontrak tersebut secara urutan prioritas meliputi : a. the Contract Agreement; b. the Letter of Acceptance; c. the Bid and the Appendix to Bid; d. the Conditions of Contract, Part II; e. the Conditions of Contract, Part I; f. the Specifications; g. the Drawings; h. the priced Bill of Quantities; and i. other documents, as listed in the Appendix to Bid. Keppres N0. 80/2003 memuat ketentuan mengenai dokumen kontrak sebagai berikut : Kontrak terdiri dari : 1. Surat Perjanjian; 2. Syarat-syarat Umum Kontrak; 3. Syarat-syarat Khusus Kontrak; dan 4. Dokumen Lainya Yang Merupakan Bagian Dari Kontrak yang terdiri dari : a. Surat penunjukan; b. Surat penawaran; c. Spesifikasi khusus; d. Gambar-gambar; e. Adenda dalam proses pemilihan yang kemudian dimasukkan di masing-masing substansinya; f. Daftar kuantitas dan harga (untuk kontrak harga satuan); g. Dokumen lainnya, misalnya : 1) Dokumen penawaran lainnya; 2) Jaminan pelaksanaan; 3) Jaminan uang muka. Isi Kontrak Kerja Konstruksi Sesuai ketentuan Pasal 22 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus memuat uraian mengenai: a. Para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak; b. Rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, batasan waktu pelaksanaan; c. Masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan, yang memuat tentang jangka waktu pertanggungan dan/atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa; d. Tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi; e. Hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan pekerjaan konstruksi; f. Cara pembayaran, yang memuat ketentuan tentang kewajiban pengguna jasa dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaan konstruksi; g. Cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan; h. Penyelesaian perselisihan, yang memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan; i. Pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak; j. Keadaan memaksa (force majeure), yang memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak; k. Kegagalan bangunan, yang memuat ketentuan tentang kewajiban penyedia jasa dan/atau pengguna jasa atas kegagalan bangunan; l. Perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan tenaga kerja; m. Aspek lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan. Dengan ketentuan tersebut, maka kontrak kerja konstruksi yang tidak memuat ketiga belas uraian tersebut dapat dinyatakan sebagai cacat hukum. Kontrak Harga Satuan Kontrak berdasarkan Harga Satuan adalah kontrak pekerjaaan jasa pemborongan yang berdasarkan harga satuan setiap jenis pekerjaan yang disepakati. Pembayarannya dilakukan secara bulanan atas nilai pekerjaan yang telah dilaksanakan sampai dengan saat bulan yang bersangkutan. Nilai pekerjaan tersebut dihitung berdasarkan volume dan harga satuan masing-masing mata pembayaran yang dimuat dalam daftar kuantitas dan harga. Pada sistem kontrak harga satuan ini, yang mengikat sebagai harga kontrak adalah harga satuan masing-masing mata pembayaran untuk sejumlah volume yang dimuat dalam daftar kuantitas dan harga. Sedangkan nilai total kontrak untuk seluruh pekerjaan yang merupakan penjumlahan semua hasil perkalian volume dan harga satuan masing-masing mata pembayaran adalah merupakan nilai yang “belum pasti” dan bukan merupakan nilai yang akan dibayarkan pada akhir kontrak apabila seluruh pekerjaan telah terselesaikan. Volume masing-masing jenis mata pembayaran yang ada di dalam daftar kuantitas dan harga merupakan volume perkiraan sementara untuk menyelesaikan pekerjaan proyek dan merupakan volume yang berlaku untuk setiap harga satuan yang ditawarkan oleh penyedia jasa dalam penawarannya. Karena harga satuan adalah mengikat dalam kontrak, maka nilai harga satuan masing-masing mata pembayaran tidak dapat diubah kecuali apabila terjadi perubahan volume mata pembayaran dari volume awal melebihi nilai tertentu, misalnya 15%, atau karena adanya penyesuaian harga sebagai akibat fluktuasi harga yang resmi misalnya berdasarkan data badan statistic. Sistem kontrak harga satuan ini umumnya diterapkan pada jenis-jenis pekerjaan yang volumenya tidak dapat dihitung secara pasti sehubungan dengan sifat perencanaannya sendiri masih harus disesuaikan dengan kondisi lapangan sehingga akan mempengaruhi nilai volume awal yang disiapkan pengguna jasa. Ketentuan Spesifikasi Teknis Spesifikasi Teknis adalah suatu uraian atau ketentuan-ketentuan yang disusun secara lengkap dan jelas mengenai suatu barang, metode atau hasil akhir pekerjaan yang dapat dibeli, dibangun atau dikembangkan oleh pihak lain sedemikian sehingga dapat memenuhi keinginan semua pihak yang terkait. Spesifikasi Teknis adalah suatu tatanan teknik yang dapat membantu semua pihak yang terkait dengan pekerjaan konstruksi untuk sependapat dalam pemahaman sesuatu hal teknis tertentu yang terjadi dalam suatu pekerjaan. Dengan demikian Spesifikasi Teknis diharapkan dapat : - Mengurangi beda pendapat atau pertentangan yang tidak perlu; - Mendorong efisiensi penyelenggaraan proyek, tertib proyek dan kerjasama dalam penyelenggaraan proyek; - Mengurangi kerancuan teknis pelaksanaan pekerjaan; Spesifikasi Teknis, yang semula merupakan bagian dari Dokumen Pekerjaan Konstruksi, setelah kontrak ditandatangani oleh penyedia jasa dan pengguna jasa, menjadi bagian dari Dokumen Kontrak. Sebagai bagian dari Dokumen Kontrak, untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman tentang lembar-lembar spesifikasi yang telah menjadi acuan untuk pelaksanaan di lapangan, baik penyedia jasa (kontraktor) maupun pengguna jasa (pemilik proyek) perlu memberikan paraf pada setiap halaman spesifikasi. Spesifikasi Teknis adalah salah satu elemen dari Dokumen Pekerjaan Konstruksi yang menguraikan secara rinci ketentuan-ketentuan teknis dari pekerjaan dimaksud Posisi Spesifikasi Dalam Dokumen Lelang Dokumen Pekerjaan Konstruksi adalah dokumen yang berisi pengaturan atau prosedur dan ketentuan administratif maupun teknis untuk penyelenggaraan suatu proyek fisik (jalan/jembatan), yang pelaksanaannya akan diserahkan oleh pemilik proyek (pengguna jasa konstruksi) kepada pihak lain (penyedia jasa konstruksi) melalui proses pengadaan. Jika proses pengadaan yang dipilih adalah pelelangan, biasanya Dokumen Pekerjaan Konstruksi itu disebut Dokumen Lelang, dibedakan atas Dokumen Lelang LCB (Local Competitive Bidding) dan Dokumen lelang ICB (International Competitive Biding). Dokumen Lelang LCB terdiri atas dokumen-dokumen sebagai berikut : 1) Pengumuman / Undangan Lelang; 2) Instruksi Umum kepada Peserta Lelang; 3) Instruksi Khusus kepada Peserta Lelang; 4) Syarat-syarat Umum Kontrak; 5) Syarat-syarat Khusus Kontrak; 6) Daftar Kuantitas dan Harga; 7) Spesifikasi; 8) Gambar-gambar; 9) Bentuk-bentuk Jaminan Penawaran / Pelaksanaan / Uang Muka; 10) Adendum (jika ada). Dokumen Lelang ICB terdiri atas dokumen-dokumen sebagai berikut : 1) Invitation for Bids; 2) Instruction to Bidders; 3) Bidding Data; 4) Part I : General Conditions of Contract; 5) Part II : Conditions of Particular Application; 6) Technical Specifications; 7) Form of Bid, Appendix to Bid, and Bid Security; 8) Bill of Quantities; 9) Form of Agreement Forms of Performance Security Advance Payment Bank Guarantee; 10) Drawings; 11) Explanatory Notes; 12) Postqualification 13) Disputes Resolution Procedure; 14) Eligibility for The Provision of Goods, Works, and Service in Financed Procurement 15) Addenda (if any) Posisi Spesifikasi Dalam Dokumen Kontrak Spesifikasi adalah salah satu elemen dari Dokumen Kontrak yang menguraikan secara rinci ketentuan-ketentuan teknis dari Pekerjaan Konstruksi dimaksud. Dokumen kontrak nasional (NCB) sesuai urutan kekuatan hukumnya terdiri atas sebagai berikut : 1) Surat Perjanjian; 2) Surat Penunjukan Pemenang Lelang; 3) Surat Penawaran; 4) Adendum Dokumen Lelang (bila ada); 5) Syarat-Syarat Khusus Kontrak; 6) Syarat-Syarat Umum Kontrak 7) Spesifikasi Teknis; 8) Gambar-gambar; 9) Daftar Kuantitas dan Harga yang telah diisi hargapenawarannya; 10) Dokumen lain yang tercantum dalam data kontrak pembentuk bagian dari kontrak. Dokumen kontrak internasional (ICB) sesuai urutan kekuatan hukumnya terdiri atas sebagai berikut : 1) the Contract Agreement (if completed); 2) the Letter of Acceptance; 3) the Bid and the Appendix to Bid; 4) the Conditions of Contract, Part II; 5) the Conditions of Contract, Part I; 6) the Specifications; 7) the Drawings; 8) the priced Bill of Quantities; and 9) other Documents, as listed in The Appendix to Bid. 3.4.3 Jenis-jenis Spesifikasi Teknis Secara umum spesifikasi teknis dibedakan atas 3 jenis yakni: spesifikasi hasil akhir (end result specification), spesifikasi proses kerja (specification by process), dan spesifikasi multi langkah dan metoda (multi step and method). a. Spesifikasi Hasil Akhir (End Result Specification) Spesifikasi jenis ini merupakan jenis spesifikasi yang mensyaratkan pencapaian dimensi dan kualitas akhir suatu pekerjaan, tanpa mempersoalkan metode kerja yang digunakan untuk mencapai produk akhir tersebut.
Masih perlu penjelasan lebih lanjut, apa yang dimaksud dengan hasil akhir suatu pekerjaan, apakah hasil akhir dari suatu item pekerjaan ataukah hasil akhir dari suatu Seksi Pekerjaan, ataukah hasil akhir dari suatu Divisi Pekerjaan ataukah hasil akhir dari total pekerjaan konstruksi? b. Spesifikasi Proses Kerja (Specification By Process) Spesifikasi proses kerja ini merupakan spesifikasi dimana yang diatur adalah semua ketentuan yang harus dilaksananakan selama proses pelaksanaan pekerjaan, dengan harapan hasil kerja yang diperoleh sesuai dengan yang diinginkan.
Yang dimaksud dengan proses adalah upaya mencapai produk akhir yang diatur sesuai dengan ketentuan yang ada pada setiap pay item. c. Multi Step And Method Specification Merupakan spesifikasi yang mengatur ketentuan tentang semua langkah, material yang harus digunakan dan metode kerja, serta hasil kerja yang diharapkan.
Spesifikasi untuk prasarana jalan / jembatan lebih condong kepada jenis Multi Step and Method Specification, karena jenis spesifikasi ini memberikan bimbingan cara pelaksanaan langkah demi langkah agar diperoleh hasil pekerjaan yang sesuai dengan yang dipersyaratkan. Spesifikasi yang dipilih untuk modul pelatihan ini adalah jenis Multi Step and Method Specification. Pemilihan jenis Spesifikasi ini juga memberi kemudahan bagi kontraktor yang baru pertama kali menangani pekerjaan jalan dan jembatan. Persyaratan Spesifikasi Teknis Sebagai bagian dari dokumen lelang, dalam rangka memenuhi ketentuan pelelangan yang efektif, terbuka dan bersaing, dan adil/tidak diskriminatif maka spesifiksi teknis harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: • Tidak mengarah kepada merk/produk tertentu kecuali untuk suku cadang/komponen produk tertentu; • Tidak menutup kemungkinan digunakannya produksi dalam negeri; • Semaksimal mungkin diupayakan menggunakan standar nasional; • Metode pelaksanaan pekerjaan harus logis, realistik dan dapat dilaksanakan; • Mencantumkan macam, jenis, kapasitas dan jumlah peralatan utama minimal yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan; • Harus mencantumkan syarat-syarat bahan yang dipergunakan dalam pelaksanaan pekerjaan; • Harus mencantumkan syarat-syarat pengujian bahan dan hasil produksi; • Harus mencantumkan kriteria kinerja produk (output performance) yang diinginkan; • Harus mencantumkan tata cara pengukuran dan tata cara pembayaran. Penerapan Spesifikasi Teknis Spesifikasi digunakan dalam 2 tahap yaitu tahap pra kontrak dan tahap pelaksanaan kontrak. Baik pada tahap pra kontrak maupun tahap pelaksanaan kontrak, ada 3 unsur yang berkepentingan terhadap spesifikasi yaitu pemilik (pengguna jasa), kontraktor (penyedia jasa) maupun konsultan (penyedia jasa). Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang apa kepentingan masing-masing unsur tersebut dalam tiap-tiap tahapan kontrak : 1. Tahap Pra Kontrak a. Pemilik Proyek  Pemilik proyek/pengguna jasa diwakili oleh Kasatker/Pinpro/Pinbagpro dan Panitia Pengadaan  Kasatker/Pinpro/Pinbagpro membentuk Panitia Pengadaan yang ditugasi untuk menyelenggarakan proses pengadaan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, menyangkut pada 2 aspek yaitu aspek administratif dan aspek teknis.  Aspek teknis yang harus dipedomani oleh Panitia Pengadaan di dalam menyelenggarakan proses pengadaan adalah spesifikasi teknis yang telah ditentukan oleh Pemilik Proyek, jadi Panitia Pengadaan tidak perlu membuat ketentuan-ketentuan teknis lagi. b. Kontraktor  Kontraktor perlu mempelajari secara cermat isi Spesifikasi sebagai bahan pertimbangan dalam menyiapkan penawaran dalam keikutsertaannya dalam proses pengadaan.  Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya persepsi yang salah terhadap isi Spesifikasi, kontraktor perlu memanfaatkan tahap aanwijzing dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan Spesifikasi, agar didalam menyiapkan penawaran dapat diperoleh besarnya penawaran yang realistis, masih memberikan harapan keuntungan yang wajar apabila proyek dilaksanakan dengan prinsip tepat mutu, tepat waktu dan tepat biaya. c. Konsultan  Spesifikasi standar yang telah ada biasanya disebut Spesifikasi Umum. Pada tahap pra kontrak konsultan perlu melakukan review terhadap Spesifikasi Umum disesuaikan dengan kebutuhan riil di lapangan, berkaitan dengan aspek penyempurnaan perencanaan teknis yang berakibat terhadap kemungkinan penambahan atau pengurangan item pekerjaan.  Review tersebut di atas bisa berakibat perlu adanya tambahan item pekerjaan maupun pengurangan item pekerjaan.  Jika di dalam Spesifikasi Umum belum terdapat item pekerjaan sebagaimana dihasilkan oleh review dimaksud, maka konsultan tidak perlu mengubah Spesifikasi Umum yang ada akan tetapi harus menyiapkan Spesifikasi Khusus sebagai tambahan terhadap Spesifikasi Umum.  Spesifikasi Umum dan Spesifiksi Khusus tersebut kemudian disebut sebagai Spesifikasi.  Membantu Panitia Pengadaan dalam menjelaskan isi Spesifikasi selama proses penjelasan lelang. 2. Tahap Pelaksanaan Kontrak a. Pemilik Proyek  Tanggung jawab teknis penyelenggaraan pekerjaan konstruksi agar sesuai dengan Spesifikasi ada pada Kasatker/Pinpro/Pinbagpro yang diperankan sebagai Wakil Pemilik Proyek.  Spesifikasi (Multi Step and Method Specification) dijadikan acuan oleh Wakil Pemilik Proyek untuk mengendalikan pelaksanaan pekerjaan konstruksi agar sesuai dengan Spesifikasi yang mengatur ketentuan tentang semua langkah, material yang harus digunakan dan metode kerja, serta hasil kerja yang diharapkan. b. Kontraktor  Spesifikasi (Multi Step and Method Specification) harus dijadikan acuan oleh kontraktor dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi, agar di dalam melaksanakan seluruh pay item pekerjaan kontraktor dapat mengikuti ketentuan tentang semua langkah, material yang harus digunakan dan metode kerja, serta hasil kerja yang diharapkan.  Jika kontraktor melaksanakan item pekerjaan yang menyimpang dari ketentuan yang telah diatur di dalam spesifikasi, maka kontraktor harus siap menerima kemungkinan hasil pekerjaannya ditolak oleh Pemilik Proyek. c. Konsultan  Spesifikasi harus dijadikan acuan oleh konsultan untuk melakukan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan seluruh item pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor, mencakup : - Pengawasan mutu hasil pekerjaan. - Pengendalian kuantitas pekerjaan - Pengawaan metode pelaksanaan konstruksi.  Pengawasan dengan berbekal Spesifikasi tersebut dilakukan oleh konsultan di dalam menjalankan fungsinya sebagai Engineer’s Representative. Penggunaan Spesifikasi Pada Pekerjaan Jalan dan Jembatan Spesifikasi teknis ini digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan pekerjaan: a. Pemeliharaan Jalan dan Jembatan.  Pemeliharaan Rutin Jalan / Jembatan.  Pemeliharaan Berkala Jalan. b. Proyek Pembangunan Jalan dan Jembatan  Pembangunan Jalan / Jembatan  Peningkatan Jalan  Pengganian Jembatan c. Perencanaan dan Pengawasan Jalan dan Jembatan. Ketiga kegiatan tersebut di atas menggunakan Spesifikasi untuk kepentingan yang berbeda, meskipun masing-masing menggunakannya dalam posisi mewakili Pemilik. Pada konstruksi fisik, telah dijelaskan penggunaan Spesifikasi baik pada tahap pra kontrak maupun tahap pelaksanaan kontrak. Sedangkan pada pekerjaan-pekerjaan perencanaan, Spesifikasi (Spesifikasi Umum dan Spesifikasi Khusus) merupakan salah satu jenis dokumen dari dokumen pekerjaan konstruksi yang merupakan produk perencanaan. Kemudian pada pekerjaan-pekerjaan pengawasan, Spesifikasi (Spesifikasi Umum dan Spesifikasi Khusus) merupakan dokumen untuk pengendalian pekerjaan konstruksi mencakup pengawasan teknis dan tindak turun tangan terhadap hasil kerja kontraktor. Amandemen Kontrak 1. Amandemen kontrak harus dibuat apabila terjadi perubahan kontrak. Perubahan kontrak dapat terjadi apabila: a. Terdapat perubahan pekerjaan disebabkan oleh sesuatu hal yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak sehingga mengubah lingkup pekerjaan dalam kontrak; b. Terdapat perubahan jadual pelaksanaan pekerjaan akibat adanya perubahan pekerjaan; c. Terdapat perubahan harga kontrak akibat adanya perubahan pekerjaan dan perubahan pelaksanaan pekerjaan; d. Disetujui oleh para pihak yang membuat kontrak untuk membuat amandemen. 2. Prosedur amandemen kontrak dilakukan sebagai berikut: a. Pengguna jasa memberikan perintah tertulis kepada penyedia jasa untuk melaksanakan perubahan kontrak, atau kontraktor mengusulkan perubahan kontrak; b. Kontraktor harus memberikan tanggapan atas perintah perubahan dari pengguna jasa dan mengusulkan perubahan harga (bila ada) selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari; c. Atas usulan perubahan harga dilakukan negosiasi dan dibuat berita acara hasil negosiasi; Berdasarkan berita acara hasil negosiasi dibuat amandemen kontrak.

Sistem Kontrak

Penyusunan kontrak jasa pemborongan adalah kegiatan menyusun kontrak paket pekerjaan jasa pemborongan yang dilakukan oleh pihak pengguna jasa / panitia dan penyedia jasa pemborongan yang telah ditunjuk pada proses pelaksanaan lelang. Dalam menyusun kontrak, pengguna dan penyedia jasa pemborongan mengacu kepada dan berdasarkan naskah draft kontrak yang ada dalam dokumen penawaran dan dokumen lainnya seperti : dokumen berita acara hasil pembukaan dokumen usulan, berita acara evaluasi, berita acara klarifikasi dan negosiasi, berita acara penetapan calon penyedia jasa pemborongan, dan keputusan penunjukan penyedia jasa pemborongan dari pihak pengguna, dan sebagainya. Sistem kontrak yang dipilih adalah sistem kontrak yang telah ditentukan pada naskah draft kontrak yang ada dalam dokumen permintaan usulan. Pemilihan sistem kontrak yang digunakan tersebut disesuaikan dengan jenis, sifat, dan nilai pengadaan jasa pemborongan yang bersangkutan. Berikut adalah jenis kontrak yang umumnya digunakan dalam pekerjaan jasa pemborongan 1. Kontrak Lumpsum Kontrak lumpsum pada pekerjaan jasa pemborongan adalah kontrak yang berdasarkan total biaya yang disepakati oleh para pihak pada waktu dilakukan negosiasi. Kontrak lumpsum dipilih untuk pekerjaan jasa pemborongan yang sifat pekerjaannya tidak rumit serta jenis pekerjaannya dan volumenya dapat ditentukan dan dihitung secara akurat. Dalam kontrak lumpsum semua risiko yang mungkin terjadi dalam proses pengadaan jasa pemborongan tersebut, sepenuhnya menjadi tanggung jawab penyedia jasa pemborongan kecuali dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure). Pembayaran dilakukan secara bertahap berdasarkan tahap penyelesaian pekerjaan jasa pemborongan, misalnya : Dalam jasa pekerjaan pembangunan rumah, pembayaran pertama sebesar 20% setelah pekerjaan pondasi selesai. Pembayaran kedua sebesar 30% setelah pekerjaan pembuatan dinding dan selanjutnya. 2. Kontrak Harga Satuan Kontrak berdasarkan Harga Satuan adalah kontrak pekerjaaan jasa pemborongan yang berdasarkan harga satuan setiap jenis pekerjaan yang disepakati. Cara pembayarannya dilakukan bulanan berdasarkan nilai minimal yang disepakati. Misalnya : Nilai pembayaran yang disepakati minimal sebesar Rp.10.000.000,- , maka apabila pada suatu bulan kontraktor menagih kurang dari pada Rp.10.000.000,- belum dapat dibayar. 3. Kontrak Biaya Tambah Imbalan Jasa (Cost Plus Fee) Kontrak sistem cost plus fee adalah kontrak pengadaan jasa pemborongan yang berdasarkan biaya yang dikeluarkan ditambah fee yang disepakati. Pembayaran dilakukan secar periodik ( misalnya bulanan ) dengan nilai pembayaran minimum yang disepakati para pihak. Kontrak jenis ini umumnya digunakan untuk jenis dan volume pekerjaannya belum pasti. Pasal 30 Keppres No. 80 Tahun 2003 mengatur ketentuan mengenai jenis kontrak pengadaan barang dan jasa sebagai berikut : Kontrak pengadaan barang/jasa dibedakan atas : 1. Berdasarkan bentuk imbalan : a. Lumpsum Kontrak Lumpsum adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, dengan jumlah harga yang pasti dan tetap, dan semua resiko yang mungkin terjadi bdalam proses penyelesaian pekerjaan sepenuhnya ditanggung oleh penyedia barang/jasa. . b. Harga Satuan Kontark Harga satuan adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelsaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu, yang volume pekerjaannya masih bersifat perkiraan semetara, sedangkan pembayarannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa. c. Gabungan Lumpsum dan Harga Satuan Kontrak Gabungan Lumpsum edan Harga Satuan adalah kontrak yang merupakan gabungan lumpsum dan hartga satuan dalam satu pekerjaan yang diperjanjikan. d. TerimaJadi (Turn Key) Kontrak Terima Jadi adalah kontrak pengadaan barang/jasa pemborongan atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh bangunan/konstruksi, peralatan dan jaringan utama maupun penunjangnya berfungsi dengan baik sesuai dengan kriteria kinerja yang telah ditetapkan. e. Persentase Kontrak Persentase adalah kontrak pelaksanaan jasa konsultansi di bidang konstruksi atau pekerjaan pemborongan tertentu, dimana konsultan yang bersangkutan menerima imbalan jasa berdasarkan persentase tertentu dari nilai pekerjaan fisik konstruksi/pemborongan tersebut. 2. Berdasarkan jangka waktu pelaksanaan a. Tahun Tunggal Kontrak Tahun Tunggal adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang mengikat dana anggaran vuntuk asa 1 (satu) tahun anggaran. b. Tahun Jamak Kontark Tahun Jamak adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang mengikat dana anggaran untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran yang dilakukan atas persetujuan Menteri Keuangan untuk pengadaan yang dibiayai APBN, Gubernur untuk pengadaan yang dibiayai APBD Propinsi, Bupati/Walikota untuk pengadaan yang dibiayai APBD Kabupaten/Kota. 3. Berdasarkan jumlah pengguna barang/jasa ; a. Kontrak Pengadaan Tunggal Kontrak Pengadaan Tunggal adalah kontrak antara satu unit kerja atau satu proyek dengan penyedia barang/jasa tertentu untuk menyelesaikan pekerjaan terentu dalam waktu tertentu b. Kontrak Pengadaan Bersama Kontrak Pengadaan Bersama adalah kontrak antara beberapa unit kerja atau beberapa proyek dengan penyedia barang/jasa tertentu untuk menyelesaikan

JENIS – JENIS PERKERASAN JALAN

STRUKTUR PERKERASAN Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,sebagai berikut : • Lapisan tanah dasar (sub grade) • Lapisan pondasi bawah (subbase course) • Lapisan pondasi atas (base course) • Lapisan permukaan / penutup (surface course)
Gambar 1. Lapisan perkerasan jalan lentur Terdapat beberapa jenis / tipe perkerasan terdiri : a. Flexible pavement (perkerasan lentur). b. Rigid pavement (perkerasan kaku). c. Composite pavement (gabungan rigid dan flexible pavement). PERKERASAN LENTUR Jenis dan fungsi lapisan perkerasan Lapisan perkerasan jalan berfungsi untuk menerima beban lalu-lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya terus ke tanah dasar Lapisan Tanah Dasar (Subgrade) Lapisan tanah dasar adalah lapisan tanah yang berfungsi sebagai tempat perletakan lapis perkerasan dan mendukung konstruksi perkerasan jalan diatasnya. Menurut Spesifikasi, tanah dasar adalah lapisan paling atas dari timbunan badan jalan setebal 30 cm, yang mempunyai persyaratan tertentu sesuai fungsinya, yaitu yang berkenaan dengan kepadatan dan daya dukungnya (CBR). Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, atau tanah urugan yang didatangkan dari tempat lain atau tanah yang distabilisasi dan lain lain. Ditinjau dari muka tanah asli, maka lapisan tanah dasar dibedakan atas : • Lapisan tanah dasar, tanah galian. • Lapisan tanah dasar, tanah urugan. • Lapisan tanah dasar, tanah asli. Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut : • Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) akibat beban lalu lintas. • Sifat mengembang dan menyusutnya tanah akibat perubahan kadar air. • Daya dukung tanah yang tidak merata akibat adanya perbedaan sifat-sifat tanah pada lokasi yang berdekatan atau akibat kesalahan pelaksanaan misalnya kepadatan yang kurang baik. Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course) Lapis pondasi bawah adalah lapisan perkerasan yang terletak di atas lapisan tanah dasar dan di bawah lapis pondasi atas. Lapis pondasi bawah ini berfungsi sebagai : • Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar. • Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi. • Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas. • Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari beban roda-roda alat berat (akibat lemahnya daya dukung tanah dasar) pada awal-awal pelaksanaan pekerjaan. • Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari pengaruh cuaca terutama hujan. Lapisan pondasi atas (base course) Lapisan pondasi atas adalah lapisan perkerasan yang terletak di antara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan. Lapisan pondasi atas ini berfungsi sebagai : • Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya. • Bantalan terhadap lapisan permukaan. Bahan-bahan untuk lapis pondasi atas ini harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban-beban roda. Dalam penentuan bahan lapis pondasi ini perlu dipertimbangkan beberapa hal antara lain, kecukupan bahan setempat, harga, volume pekerjaan dan jarak angkut bahan ke lapangan. Lapisan Permukaan (Surface Course) Lapisan permukaan adalah lapisan yang bersentuhan langsung dengan beban roda kendaraan. Lapisan permukaan ini berfungsi sebagai : • Lapisan yang langsung menahan akibat beban roda kendaraan. • Lapisan yang langsung menahan gesekan akibat rem kendaraan (lapisaus). • Lapisan yang mencegah air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke lapisan bawahnya dan melemahkan lapisan tersebut. • Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan di bawahnya. Apabila dperlukan, dapat juga dipasang suatu lapis penutup / lapis aus (wearing course) di atas lapis permukaan tersebut. Fungsi lapis aus ini adalah sebagai lapisan pelindung bagi lapis permukaan untuk mencegah masuknya air dan untuk memberikankekesatan (skid resistance) permukaan jalan. Apis aus tidak diperhitungkan ikut memikul beban lalu lintas. PERKERASAN KAKU Perkerasan jalan beton semen atau secara umum disebut perkerasan kaku, terdiri atas plat (slab) beton semen sebagai lapis pondasi dan lapis pondasi bawah (bisa juga tidak ada) di atas tanah dasar. Dalam konstruksi perkerasan kaku, plat beton sering disebut sebagai lapis pondasi karena dimungkinkan masih adanya lapisan aspal beton di atasnya yang berfungsi sebagai lapis permukaan. Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi, akan mendistribusikan beban ke bidang tanah dasra yang cukup luas sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari plat beton sendiri. Hal ini berbeda dengan perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari tebal lapis pondasi bawah, lapis pondasi dan lapis permukaan. Karena yang paling penting adalah mengetahui kapasitas struktur yang menanggung beban, maka faktor yang paling diperhatikan dalam perencanaan tebal perkerasan beton semen adalah kekuatan beton itu sendiri. Adanya beragam kekuatan dari tanah dasar dan atau pondasi hanya berpengaruh kecil terhadap kapasitas struktural perkerasannya. Lapis pondasi bawah jika digunakan di bawah plat beton karena beberapa pertimbangan, yaitu antara lain untuk menghindari terjadinya pumping, kendali terhadap sistem drainasi, kendali terhadap kembang-susut yang terjadi pada tanah dasar dan untuk menyediakan lantai kerja (working platform) untuk pekerjaan konstruksi. Secara lebih spesifik, fungsi dari lapis pondasi bawah adalah : • Menyediakan lapisan yang seragam, stabil dan permanen. • Menaikkan harga modulus reaksi tanah dasar (modulus of sub-grade reaction = k), menjadi modulus reaksi gabungan (modulus of composite reaction). • Mengurangi kemungkinan terjadinya retak-retak pada plat beton. • Menyediakan lantai kerja bagi alat-alat berat selama masa konstruksi. Menghindari terjadinya pumping, yaitu keluarnya butir-butiran halus tanah bersama air pada daerah sambungan, retakan atau pada bagian pinggir perkerasan, akibat lendutan atau gerakan vertikal plat beton karena beban lalu lintas, setelah adanya air bebas terakumulasi di bawah pelat. Pemilihan penggunaan jenis perkerasan kaku dibandingkan dengan perkerasan lentur yang sudah lama dikenal dan lebih sering digunakan, dilakukan berdasarkan keuntungan dan kerugian masing-masing jenis perkerasan tersebut seperti dapat dilihat pada Tabel 1.3. Perkembangan perkerasan kaku Pada awal mula rekayasa jalan raya, plat perkerasan kaku dibangun langsung di atas tanah dasar tanpa memperhatikan sama sekali jenis tanah dasar dan kondisi drainasenya. Pada umumnya dibangun plat beton setebal 6 – 7 inch. Dengan bertambahnya beban lalu-lintas, khususnya setelah Perang Dunia ke II, mulai disadari bahwa jenis tanah dasar berperan penting terhadap unjuk kerja perkerasan, terutama sangat pengaruh terhadap terjadinya pumping pada perkerasan. Oleh karena itu, untuk selanjutnya usaha-usaha untuk mengatasi pumping sangat penting untuk diperhitungkan dalam perencanaan. Pada periode sebelumnya, tidak biasa membuat pelat beton dengan penebalan di bagian ujung / pinggir untuk mengatasi kondisi tegangan struktural yang sangat tinggi akibat beban truk yang sering lewat di bagian pinggir perkerasan. Kemudian setelah efek pumping sering terjadi pada kebanyakan jalan raya dan jalan bebas hambatan, banyak dibangun konstruksi pekerasan kaku yang lebih tebal yaitu antara 9 – 10 inch. Guna mempelajari hubungan antara beban lalu-lintas dan perkerasan kaku, pada tahun 1949 di Maryland USA telah dibangun Test Roads atau Jalan Uji dengan arahan dari Highway Research Board, yaitu untuk mempelajari dan mencari hubungan antara beragam beban sumbu kendaraan terhadap unjuk kerja perkerasan kaku. Perkerasan beton pada jalan uji dibangun setebal potongan melintang 9 – 7 – 9 inch, jarak antara siar susut 40 kaki, sedangkan jarak antara siar muai 120 kaki. Untuk sambungan memanjang digunakan dowel berdiameter 3/4 inch dan berjarak 15 inch di bagian tengah. Perkerasan beton uji ini diperkuat dengan wire mesh. Tujuan dari program jalan uji ini adalah untuk mengetahui efek pembebanan relatif dan konfigurasi tegangan pada perkerasan kaku. Beban yang digunakan adalah 18.000 lbs dan 22.400 pounds untuk sumbu tunggal dan 32.000 serta 44.000 pounds pada sumbu ganda. Hasil yang paling penting dari program uji ini adalah bahwa perkembangan retak pada pelat beton adalah karena terjadinya gejala pumping. Tegangan dan lendutan yang diukur pada jalan uji adalah akibat adanya pumping. Selain itu dikenal juga AASHO Road Test yang dibangun di Ottawa, Illinois pada tahun 1950. Salah satu hasil yang paling penting dari penelitian pada jalan uji AASHO ini adalah mengenai indeks pelayanan. Penemuan yang paling signifikan adalah adanya hubungan antara perubahan repetisi beban terhadap perubahan tingkat pelayanan jalan. Pada jalan uji AASHO, tingkat pelayanan akhir diasumsikan dengan angka 1,5 (tergantung juga kinerja perkerasan yang diharapkan), sedangkan tingkat pelayanan awal selalu kurang dan 5,0. Jenis-jenis perkerasan jalan beton semen Berdasarkan adanya sambungan dan tulangan plat beton perkerasan kaku, perkerasan beton semen dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis sebagai berikut : • Perkerasan beton semen biasa dengan sambungan tanpa tulangan untuk kendali retak. • Perkerasan beton semen biasa dengan sambungan dengan tulangan plat untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya tulangan dowel. • Perkerasan beton bertulang menerus (tanpa sambungan). Tulangan beton terdiri dari baja tulangan dengan prosentasi besi yang relatif cukup banyak (0,02 % dari luas penampang beton). Pada saat ini, jenis perkerasan beton semen yang populer dan banyak digunakan di negara-negara maju adalah jenis perkerasan beton bertulang menerus. PERKERASAN KOMPOSIT Perkerasan komposit merupakan gabungan konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement) dan lapisan perkerasan lentur (flexible pavement) di atasnya, dimana kedua jenis perkerasan ini bekerja sama dalam memilkul beban lalu lintas. Untuk ini maka perlua ada persyaratan ketebalan perkerasan aspal agar mempunyai kekakuan yang cukup serta dapat mencegah retak refleksi dari perkerasan beton di bawahnya. Hal ini akan dibahas lebih lanjut di bagian lain. Konstruksi ini umumnya mempunyai tingkat kenyamanan yang lebih baik bagi pengendara dibandingkan dengan konstruksi perkerasan beton semen sebagai lapis permukaan tanpa aspal. Tabel 1.3. : Perbedaan antara Perkerasan Kaku dengan Perkerasan Lentur.

Desain Struktur Baja sesuai SNI-Baja

SNI 03-1729-2002 adalah standar perencanaan untuk struktur baja, judul lengkapnya adalah "Tata Cara Perencanaan Bangunan Baja Untuk Gedung" terbitan Departemen Pekerjaan Umum dan Badan Standar Nasional. Standar ini dalam "kehidupan sehari-hari" biasa dinamakan SNI-Baja, atau lebih lengkap sedikit SNI-Baja-2002. Yaa.. soalnya beberapa perencana kadang masih menggunakan SNI-Baja versi lama, juragan sendiri lupa tahun berapa.Oiya, kalo searching di internet pake keyword "SNI perencanaan baja" hasilnya adalah sebagian besar menyediakan versi digital dari SNI-Baja ini, umumnya sih dalam bentuk pe-de-ef. Nah.. kali ini juragan agak-agak keluar jalur dikit lah. Juragan nggak mau "melayani mentah-mentah". Juragan mau bagi-bagi sedikit karya sederhana juragan dalam mengaplikasikan SNI-Baja tersebut. Spreadsheet ini dibuat di MS Excel 2003, dan harusnya nggak ada masalah ketika dibuka di MS Excel versi 2007 atau yang lebih baru. Emang yang paling baru versi berapa ya? Duh, nggak sempat ngikutin perkembangan Mikroskop Opis. Anyway,.. isi dari spreadsheet ini adalah pengecekan atau perhitungan kapasitas momen lentur dan aksial tekan dari sebuah profil baja. Saat ini juragan baru membuat untuk profil WF dulu. Spreadsheet ini masih dalam tahap pengembangan, jadi mohon dimaklumi.
Preview speradsheet desain baja Sedikit pengantar teori tentang desain baja terhadap momen lentur, hal yang paling dihindari pada sebuah elemen lentur (baca: balok) dari baja adalah keruntuhan karena Tekuk Torsi Lateral. (wuih...) Juragan yakin istilah ini sudah familiar sejak di bangku kuliah kan? Tekuk Torsi Lateral (TTL) terjadi pada kondisi berikut: * Momen utama dipikul oleh sumbu utama (sumbu kuat). Soalnya ada juga momen utama justru dipikul oleh sumbu lemah, seperti dalam kasus balok tidur. Jarang ditemui tapi tidak mustahil terjadi. Mudah-mudahan udah kebayang. Jadi, TTL cenderung terjadi pada balok berdiri, sementara pada balok tidur tidak akan terjadi TTL. * Jarak tumpuan cukup jauh, atau bentang bebasnya cukup panjang. Bentang bebas itu maksudnya bentang yang nggak ada sokongan di tengahnya. * Kelangsingan penampang. Penampang langsing cenderung gampang terserang TTL dibandingkan penampang gemuk. Bagaimana sebenarnya wujud dan rupa TTL itu? Kalau istilah "defleksi balok" atau lendutan balok yang sering kita dengar pada umumnya mengacu kepada "translasi ke arah bawah (gravitasi)", secara balok kan dominan menahan beban gravitasi. Kalo TTL yang terjadi bukan hanya translasi ke bawah, tapi juga disertai puntiran (twist) yaitu rotasi terhadap sumbu penampang, dan kadang ada sedikit translasi ke samping (lateral). Luar biasa berbahaya. Yaa.. biar jelas, juragan bikin sedikit ilustrasi seperti sketsa di bawah.
rangka sederhana Lumayan hancur juga ya gambarnya? Mohon maklum... :D Garis putus-putus berwarna merah itulah kondisi TTL yang juragan maksud. Wah, mungkin nggak jelas ya? Kalo dilihat dari sisi potongan penampang, kira-kira seperti ini bentuknya.
tekuk torsi lateral Mudah-mudahan sudah terbayang. Lantas...apa yang harus dilakukan? Salah satu solusinya adalah dengan memasang sokongan lateral, atau istilahnya kerennya "lateral support". Lateral support bisa mencegah terjadinya TTL. Di dalam SNI-Baja (dan juga AISC), ada batasan yang mengindikasikan apakah terjadi TTL atau tidak, yaitu batasan terhadap jarak antar sokongan lateral, disimbolkan L_b . Sementara batasannya ada 2, yaitu L_p , dan L_r . 1. Jika L_b \le L_p , maka balok tersebut termasuk bentang pendek dimana penampang akan mencapai momen maksimum dalam kondisi leleh plastis sempurna (tanpa mengalami TTL). 2. Jika L_b < L_b \le L_r , maka balok termasuk bentang menengah dimana penampang akan mengalami leleh pada saat mencapai momen ultimate, tapi juga terjadi TTL. 3. Sementara itu, jika panjang L_b > L_p , maka balok termasuk bentang panjang, yaitu balok akan mengalami TTL tanpa leleh terlebih dahulu.
balok anak sebagai lateral support Pada gambar di atas, balok anak bisa berfungsi sebagai lateral support, karena bisa mencegah terjadinya puntiran. Sehingga panjang Lb menjadi setengah dari panjang bentang keseluruhan. L_b ini harus dibandingkan lagi dengan Lp dan Lr .

Spasi Tulangan Balok

Lagi-lagi tentang balok beton. Kali ini kita nggak akan mengitung kebutuhan tulangan balok. Anggap aja kita udah bisa menghitungnya. Salah satu masalah kecil yang juga sering ditemui adalah pemilihan ukuran dan jumlah tulangan, serta bagaimana cara mengatur/menyusunnya. Contoh, balok ukuran 300x500 butuh tulangan seluas 1200mm2. Pilihannya antara lain seperti gambar di bawah ini (klik untuk melihat lebih jelas)
Ada beberapa pilihan, ada yang pakai diameter kecil tapi jumlahnya banyak, ada yang pakai diameter besar tapi jumlahnya sedikit. Secara teori, semuanya tentu bisa digunakan, yang penting kan luas tulangan-(As)-nya memenuhi, sehingga kapasitas momen lenturnya juga memenuhi. TAPI.. ada beberapa hal yang harus diperhatikan... Apa sajakah itu? 1. Batasan spasi minimum antar tulangan. Spasi minimum diperlukan agar pada saat pengecoran, agregat (kerikil/split) yang berukuran paling besar pun bisa masuk/lolos/menyelinap di sela-sela tulangan tersebut. Berapa besarnya? Secara teori spasi minimum (bersih) antar tulangan adalah 25 mm. Tapi dalam prakteknya untuk lebih aman kadang spasi minimumnya diperbesar menjadi 30 mm. Batasan spasi ini berlaku juga untuk spasi vertikal, yaitu untuk tulangan yang dipasang lebih dari 1 lapisan (layer) 2. Batasan spasi maksimum antar tulangan. Sebenarnya, di peraturan (kalo nggak salah) nggak ada batasan maksimum spasi tulangan lentur untuk balok. Yang ada justru untuk pelat, dinding, dan kolom. Tapi, perencana kadang "mengadopsi" dari apa yang ada, sehingga spasi maksimum tulangan balok diambil sama dengan 150 mm (sama dengan kolom) 3. Keseragaman ukuran. Ukuran tulangan yang bervariasi sebenarnya tidak menjadi masalah bagi perencana, tapi bagi pelaksana maupun bagi yang melakukan analisis biaya (costing), mereka akan sedikit kewalahan dengan variasi ukuran tulangan yang bermacam-macam 4. Ketersediaan di pasaran. Faktor ini jarang menjadi masalah, namun nggak jarang juga sewaktu pelaksanaan konstruksi kontraktor menemui kesulitan dalam pengadaan tulangan ukuran tertentu, misalnya kehabisan stok atau delay yang terlalu lama. Akhirnya kontraktor mengusulkan untuk melakukan "konversi" jumlah dan ukuran tulangan 5. Kemudahan pelaksanaan. Kemudahan di sini dalam arti mudah diangkut, mudah dibengkokkan, mudah dipasang (diinstall) dan mudah dimodifikasi jika ada perubahan atau kekeliruan. Misalnya, pada ujung balok, tulangan kan harus ditekuk. Tulangan diameter kecil relatif lebih mudah dibengkokkan. Malah untuk tulangan D25 sudah harus dibengkokkan pake mesin Jadi, mana yang lebih baik? Ukuran kecil, spasi kecil, jumlah banyak. Atau... ukuran besar, spasi besar, jumlah sedikit.? Tips: untuk tulangan yang banyak sehingga spasinya sempit, diperbolehkan mengatur tulangan dalam bentuk bundled (grup), yaitu 2 atau 3 tulangan diikat (dibundel) jadi satu. Spreadsheet Rebar-Arrangement Kali ini, kami lagi-lagi mau sharing "barang bagus". Dengan harga yang bagus pula.. yaitu GRATIS!. :D Barang bagus itu ngga bagus-bagus amat sih. Tujuannya untuk membantu para perencana maupun pelaksana dalam mengatur tulangan pada sebuah balok. Screenshotnya seperti di bawah ini.
Sederhana, tapi mudah-mudahan bermanfaat. Sedikit catatan, spreadsheet itu butuh macro untuk menjalankan fitur drawing sectionnya sehingga hasilnya bisa kelihatan. Kalo rekan-rekan tidak mengaktifkan macro, gambarnya tidak akan berfungsi. Insya Allah 100% nggak ada virus, soalnya kami juga nggak ngerti bagaimana membuat virus. Dan source-code itu juga kami proteksi (dengan password) sebagai rahasia dapur kami. :) Kalaupun ada yang mau coba-coba membaca source-code-nya, yakin deh.. isinya nggak penting. Isinya cuma source-code Visual Basic yang mengatur tampilan gambar.

Berkenalan Dengan SRPM (Sistem Rangka Pemikul Momen)

SRPM adalah singkatan dari Sistem Rangka Pemikul Momen, atau Moment Resisting Frame kalo istilah daerah sana. Istilah ini sering kita dengar pada pembahasan mengenai struktur gedung tahan gempa. Istilah ini juga digunakan pada peraturan-peraturan SNI yang membahas tata cara perencanaan bangunan gedung, misalnya SNI Beton, SNI Baja, dan SNI Gempa. SRPM merupakan salah satu "pilihan" sewaktu merencanakan sebuah bangunan tahan gempa. Ciri-ciri SRPM antara lain: * Beban lateral khususnya gempa, ditransfer melalui mekanisme lentur antara balok dan kolom. Jadi, peranan balok, kolom, dan sambungan balok kolom di sini sangat penting. * Tidak menggunakan dinding geser. Kalaupun ada dinding, dinding tersebut tidak didesain untuk menahan beban lateral. * Tidak menggunakan bresing (bracing). Untuk struktur baja, penggunaan bresing kadang sangat diperlukan terutama pada arah sumbu lemah kolom. Dalam hal ini, bangunan tersebut dapat dianalisis sebagai SRPM pada arah sumbu kuat kolom, dan sistem bresing pada arah lainnya. Kali ini kita bahas yang beton aja ya? Hampir semua bangunan tingkat menengah ke bawah (di bawah 10 lantai) menggunakan SRPM sebagai penahan beban gempanya. Walaupun tidak sedikit juga bangunan 8 lantai ke atas yang sudah mulai menggunakan dinding geser. Itu semua terserah perencana. SRPM sendiri, dibagi menjadi tiga tingkatan: 1. SRPM Biasa disingkat SRPMB (Ordinary Moment Resisting Frame, OMRF) 2. SRPM Menengah, disingkat SRPMM (Intermediate Moment Resisting Frame, IMRF) 3. SRPM Khusus, disingkat SRPMK (Special Moment Resisting Frame, SMRF) Nah, apakah bedanya?.. Sebenarnya di SNI udah ada sih pembahasannya. Lengkap malah. :D Jadi... nggak usah dibahas ya? Hehehe.. Hmmm.. baiklah. Sepertinya ada suara-suara yang berkata, "jelasin pake bahasa manusia dong!". Okhe!!.. Mulai dari mana ya?. Sebenarnya kami bukan ahli untuk bidang ini, tapi kami usahakan bahas semampu kami. Hehe.. bismillah..! Coba lihat struktur frame beton sederhana berikut ini.
Struktur tersebut kita beri beban lateral V yang dibagi-bagi ke tiap lantai menjadi V1 dan V2.
Pada tumpuan kolom, muncul reaksi gaya geser Vc1 dan Vc2 yang jika dijumlahkan besarnya sama dengan V. V ini biasa disebut dengan Base Shear, alias Gaya Geser Lantai Dasar. Cara menghitung V ada di SNI Gempa. Akibat beban V tersebut, terjadi juga displacement di tiap lantai. Untuk pembahasan ini kita hanya perlu memperhatikan displacement pada lantai paling atas, kita simbolkan saja sebagai Delta.
Jika V-nya kecil, maka Delta-nya juga kecil. Selama struktur tersebut masih elastik, maka besarnya Delta berbanding lurus dengan V. Sendi Plastis Sekarang kita masuk ke intinya, soalnya kalimat terakhir di atas sudah nyinggung kata-kata ELASTIK. Perbedaan SRPM itu ada di sini. Struktur juga punya sifat "elastis", tapi sifat elastis ini nggak sama dengan elastis pada material. Makanya nggak ada istilah modulus elastisitas struktur. Tapi kalo modulus elastisitas bahan pasti ada. :) Sendi plastis itu "kronologisnya" kira-kira seperti ini: 1. Misalkan ada model balok-kolom sederhana seperti di bawah ini. Sambungan antara balok dan kolom adalah rigid/kaku
2. Jika balok diberi beban, akan muncul momen lentur di ujung balok-kolom, yang juga akan diterikma oleh kolom.
3. Jika beban itu bertambah, momen lentur juga bertambah. 4. Pada akhirnya penampang beton tidak kuat lagi menahan momen. Tulangan tarik sudah jauh dari leleh atau sudah dalam kondisi PLASTIS, dan daerah tekan beton menjadi retak, sehingga tegangan tekan dipikul oleh tulangan. 5. Pada saat ini, kondisi sudah tidak rigid lagi. Sambungan balok ke kolom menjadi SENDI.
6. Tidak ada lagi momen yang ditransfer ke kolom. Kalaupun ada, itu sangat kecil. 7. Pada kondisi ini kita nggak boleh mengatakan bahwa Balok Gagal, karena balok masih mengikat ke kolom, walopun sudah tidak rigid lagi... Yang jelas, struktur masih stabil kan? Itu contoh sederhana. Contoh yang agak kompleks misalnya seperti gambar di bawah.
Oke, kita kembali ke contoh di atas. Jika beban V bertambah, momen lentur juga bertambah, simpangan lantai atap juga bertambah. Ketika terjadi sendi plastis yang pertama, pada saat itu mulai terjadi perubahan perilaku struktur. Salah satu yang bisa diamati adalah simpangan lantai atap, yaitu Delta. Delta sudah tidak linear lagi terhadap V.
Begitu pula ketika V makin besar, terbentuk lagi sendi plastis kedua, ketiga, dan seterusnya. Hingga akhirnya semua ujung-ujung balok mengalami sendi plastis. Besarnya Delta pun semakin bertambah.
Nah, kalo semua balok sudah habis, selanjutnya apa? Coba lihat diagram momennya. Ternyata momen terbesar ada di ujung bawah kolom. Artinya, giliran kolom sekarang yang mengalami sendi plastis. Naah... kalo kolom sudah menjadi sendi.. tunggulah keruntuhannya.
Syarat terjadinya sendi plastis setidaknya ada 3: * Balok tidak boleh mengalami kegagalan geser di daerah tumpuan. Soalnya, selain momen lentur yang besar, gaya geser di daerah tumpuan balok juga sangat besar. * Joint (sambungan balok-kolom) tidak boleh gagal sewaktu mentransfer gaya-gaya yang cukup besar dari balok ke kolom. * Kolom harus LEBIH KUAT daripada KAPASITAS balok. Sehingga, muncullah istilah STMJ... eh... SCWB... Strong Column Weak Beam. Ketiga syarat tersebut di atas, hitung-hitungannya udah tersedia di SNI Beton maupun ACI. Kembali Ke SRPM Oke... setelah mengenal sekilas tentang sendi plastis, kita kembali ke SRPM. 1. SRPMK : Sendi plastis terbentuk pada seluruh balok pemikul gempa, sebelum terjadi keruntuhan. Ciri-cirinya: ada detailing khusus untuk balok, kolom, dan joint balok-kolom. 2. SRPMM : Sendi platis harus terbentuk, tapi bangunan sudah runtuh sebelum semua balok mengalami sendi plastis. Ciri-cirinya, detailing tidak seketat SRPMK. 3. SRPMB : Tidak terjadi sendi plastis pada balok. Ciri-cirinya, tidak ada detailing khusus. Naah.. masalah detailing itu semua sudah ada di SNI Beton atau ACI 318. Atau, kalau mau lebih detail.. Portland Cement Associates alias PCA (itu lho.. yang membuat software PCACol, PCASlab, PCAMat, dll) pernah membuat PCA Notes tentang ACI 318, salah satu isinya adalah rangkuman perbedaan antara SMRF, IMRF, dan OMRF.

sumber: duniatekniksipil.web.id