Kasih Sayang Seorang Ibu


Saat kau berumur 1 tahun, dia menyuapi dan memandikanmu.
Sebagai balasannya, kau menangis sepanjang malam.

Saat kau berumur 2 tahun, dia mengajarimu bagaimana cara berjalan.
Sebagai balasannya, kau kabur saat dia memanggilmu.

Saat kau berumur 3 tahun, dia memasakkan semua makananmu dengan kasih sayang.
Sebagai balasannya, kau buang piring berisi makanan ke lantai.

Saat kau berumur 4 tahun, dia memberimu pensil berwarna.
Sebagai balasannya, kau coret-coret dinding rumah dan meja makan.

Saat kau berumur 5 tahun, dia membelikanmu pakaian-pakaian yang mahal dan indah.
Sebagai balasannya, kau memakainya untuk bermain di kubangan lumpur dekat rumah.

Saat kau berumur 6 tahun, dia mengantarmu pergi ke sekolah.
Sebagai balasannya, kau berteriak.”NGGAK MAU!!”

Saat kau berumur 7 tahun, dia membelikanmu bola.
Sebagai balasannya, kau lemparkan bola ke jendela tetangga.

Saat kau berumur 8 tahun, dia memberimu es krim.
Sebagai balasannya, kau tumpahkan hingga mengotori seluruh bajumu.

Saat kau berumur 9 tahun, dia membayar mahal untuk kursus bahasamu.
Sebagai balasannya, kau sering bolos dan sama sekali tidak pernah berlatih.

Saat kau berumur 10 tahun, dia mengantarmu ke mana saja, dari kolam renang hingga pesta ulang tahun.
Sebagai balasannya, kau melompat keluar mobil tanpa memberi salam.

Saat kau berumur 11 tahun, dia mengantar kau dan teman-temanmu ke bioskop.
Sebagai balasannya, kau minta dia duduk di baris lain.

Saat kau berumur 12 tahun, dia melarangmu untuk melihat acara TV khusus orang dewasa.
Sebagai balasannya, kau tunggu sampai dia di keluar rumah.

Saat kau berumur 13 tahun, dia menyarankanmu untuk memotong rambut, karena sudah waktunya.
Sebagai balasannya, kau katakan dia tidak tahu mode.

Saat kau berumur 14 tahun, dia membayar biaya untuk kempingmu selama sebulan liburan.
Sebagai balasannya, kau tak pernah meneleponnya.

Saat kau berumur 15 tahun, dia pulang kerja ingin memelukmu.
Sebagai balasannya, kau kunci pintu kamarmu.

Saat kau berumur 16 tahun, dia ajari kau mengemudi mobilnya.
Sebagai balasannya, kau pakai mobilnya setiap ada kesempatan tanpa peduli kepentingannya.

Saat kau berumur 17 tahun, dia sedang menunggu telepon yang penting.
Sebagai balasannya, kau pakai telepon nonstop semalaman.

Saat kau berumur 18 tahun, dia menangis terharu ketika kau lulus SMA.
Sebagai balasannya, kau berpesta dengan temanmu hingga pagi.

Saat kau berumur 19 tahun, dia membayar biaya kuliahmu dan mengantarmu ke kampus pada hari pertama.
Sebagai balasannya, kau minta diturunkan jauh dari pintu gerbang agar kau tidak malu di depan teman-temanmu.

Saat kau berumur 20 tahun, dia bertanya, “Dari mana saja seharian ini?”
Sebagai balasannya, kau jawab,”Ah Ibu cerewet amat sih, ingin tahu urusan orang!”

Saat kau berumur 21 tahun, dia menyarankan satu pekerjaan yang bagus untuk karirmu di masa depan.
Sebagai balasannya, kau katakan,”Aku tidak ingin seperti Ibu.”

Saat kau berumur 22 tahun, dia memelukmu dengan haru saat kau lulus perguruan tinggi.
Sebagai balasannya, kau tanya dia kapan kau bisa ke Bali.

Saat kau berumur 23 tahun, dia membelikanmu 1 set furniture untuk rumah barumu.
Sebagai balasannya, kau ceritakan pada temanmu betapa jeleknya furniture itu.

Saat kau berumur 24 tahun, dia bertemu dengan tunanganmu dan bertanya tentang rencananya di masa depan.
Sebagai balasannya, kau mengeluh,”Aduuh, bagaimana Ibu ini, kok bertanya seperti itu?”

Saat kau berumur 25 tahun, dia mambantumu membiayai penikahanmu.
Sebagai balasannya, kau pindah ke kota lain yang jaraknya lebih dari 500 km.

Saat kau berumur 30 tahun, dia memberikan beberapa nasehat bagaimana merawat bayimu. Sebagai balasannya, kau katakan padanya,”Bu, sekarang jamannya sudah berbeda!”
Saat kau berumur 40 tahun, dia menelepon untuk memberitahukan pesta ulang tahun salah seorang kerabat.
Sebagai balasannya, kau jawab,”Bu, saya sibuk sekali, nggak ada waktu.”

Saat kau berumur 50 tahun, dia sakit-sakitan sehingga memerlukan perawatanmu.
Sebagai balasannya, kau baca tentang pengaruh negatif orang tua yang menumpang tinggal di rumah anak-anaknya.

Dan hingga suatu hari, dia meninggal dengan tenang. Dan tiba-tiba kau teringat semua yang belum pernah kau lakukan, karena mereka datang menghantam HATI mu bagaikan palu godam.

Beton Bertulang

I. Konsep Beton Bertulang
Beton bertulang (reinforced concrete) tersusun dari bahan beton dan baja, yang antara keduanya mempunyai ikatan/lekatan (bond) yang kuat sehingga membentuk suatu bahan komposit. Beton mempunyai kekuatan yang besar dalam menahan gaya tekan (compression), namun lemah dalam menahan gaya tarik. Bagian beton yang menahan gaya tarik akan diperkuat atau digantikan oleh baja tulangan.
II. Bahan Penyusun Beton
2.1. Bahan penyusun beton
Beton tersusun dari beberapa bahan yaitu:
1. semen
2. air
3. agregat halus (pasir), ukuran butir ≤ 5 mm
4. agregat kasar (kerikil, batu belah), ukuran butir > 5 mm
5. bahan tambah (admixture)
Campuran semen dan air yang berupa pasta merupakan bahan pengikat pasir dan kerikil menjadi satu kesatuan. Semen dan air ini akan bereaksi secara kimiawi, sehingga bahan-bahan tersebut akan menjadi satu kesatuan yang padat dan keras seperti batu.
2.2. Sifat-sifat bahan penyusun beton
Beton keras mempunyai kuat tekan yang tinggi. Beberapa faktor yang berpengaruh pada mutu beton antara lain:
1. umur beton
2. faktor air semen (water cement ratio)
3. proporsi campuran bahan penyusun dan bahan tambah
4. sifat mudah dikerjakan (workability)
5. perawatan beton (curing)
 1. Kuat tekan beton
Kuat tekan beton didapatkan dari pengujian silinder standar (diameter 15 cm, tinggi 30 cm) pada saat umur mencapai 28 hari.
Beberapa penentu sifat-sifat beton dan nilainya adalah sebagai berikut (berdasarkan SNI ‘02):
1. Tegangan tekan fc’
2. Modulus elastisitas untuk beton secara umum: Ec = 0,043 wc1,5 ,
untuk beton normal Ec = 4700
3. Regangan c = 0,002 atau 0,2 %
4. Regangan cu = 0,003 atau 0,3 %
2. Kuat tarik beton
Kuat tarik beton dibagi menjadi 2 kondisi:
1. Tarik lentur (modulus of rupture)
2. Tarik belah (splitting)
Kuat tarik lentur (modulus of rupture) fcr didapatkan dari pengujian lentur balok

Kegagalan Drainase Kota

kegagalan drainase kota Oleh Iden Wildensyah, Dibeberapa kota di Indonesia, sudah lazim melubernya air dari saluran drainase ke jalan. Kemudian menggenangi jalan itu sendiri. Sebut saja di Kota Bandung disebut dengan cileuncang. Cileuncang yang menggenangi jalan terjadi karena besarnya air permukaan yang mengalir tidak sebanding dengan luas permukaan saluran drainase. Saluran drainase yang ada menjadi tidak optimal karena banyaknya sampah yang menyumbat saluran atau sedimentasi yang tidak terkendali. Disamping itu banyaknya kepentingan terhadap saluran drainase yang sulit terkontrol seperti katakanlah kabel optic yang dikubur sepanjang jalan sedikit banyak bisa membuat saluran drainase menyempit atau mengecil dari lebar sebelumnya.

Drainase
Drainase merupakan sebagai prasarana yang dibangun berfungsi untuk melakukan pengeringan genangan air di permukaan yang diakibatkan oleh hujan deras sehingga air dapat berjalan. Prasarana ini terdiri dari jaringan selokan (sistem mikro) dengan membuang airnya ke saluran air yang lebih besar (sistem Makro). Drainase yang berasal dari kata to drain yang berarti mengeringkan atau mengalirkan air drainase, merupakan suatu sistem pembuangan air bersih dan air limbah dari daerah pemukiman, industri, pertanian, badan jalan dan permukaan perkerasan lainnya, serta berupa penyaluran kelebihan air pada umumnya, baik berupa air hujan, air limbah maupun air kotor lainnya yang keluar dari kawasan yang bersangkutan baik di atas maupun di bawah permukaan tanah ke badan air atau ke bangunan resapan buatan.

Pemahaman secara umum mengenai drainase perkotaan adalah suatu ilmu dari drainase yang mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan, yaitu merupakan suatu sistem pengeringan dan pengaliran air dari wilayah perkotaan yang meliputi pemukiman, kawasan industri dan perdagangan, sekolah, rumah sakit, lapangan olahraga, lapangan parkir, instalasi militer, instalasi listrik dan telekomunikasi, pelabuhan udara, pelabuhan laut, serta tempat-tempat lainnya yang merupakan bagian dari sarana kota yang berfungsi mengendalikan kelebihan air permukaan, sehingga menimbulkan dampak negatif dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan kehidupan manusia.

Drainase perkotaan terbagi menjadi dua, yaitu drainase air hujan (storm water drainage) dan drainase air limbah (sewer drainage). Drainase air hujan terletak di atas permukaan tanah dan drainase air limbah terletak di bawah permukaan tanah. Adanya pemisahan antara drainase air hujan dan air limbah ini dikarenakan air hujan yang turun ke bumi masih dapat digunakan untuk kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya, karena tidak mengandung partikel-partikel atau zat-zat yang merugikan. Sedangkan untuk air limbah yang mengandung partikel-partikel atau zat-zat yang merugikan harus dibuat sistem drainase tersendiri di bawah permukaan tanah, agar tidak mengganggu kelangsungan hidup mahluk hidup.

Solusi
Dr Ing Ir Agus Maryono, pakar teknik sipil UGM menawarkan konsep Drainase ramah lingkungan , drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya mengelola air kelebihan dengan cara sebesar-besarnya diresapkan ke dalam tanah secara alamiah atau mengalirkan ke sungai dengan tanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya. Dalam drainase ramah lingkungan, justru air kelebihan pada musim hujan harus dikelola sedemikian sehingga tidak mengalir secepatnya ke sungai. Namun diusahakan meresap ke dalam tanah, guna meningkatkan kandungan air tanah untuk cadangan pada musim kemarau. Konsep ini sifatnya mutlak di daerah beriklim tropis dengan perbedaan musim hujan dan kemarau yang ekstrem seperti di Indonesia.

Untuk Kota Bandung sendiri, diperlukan Kebijakan penataan ruang seperti yang didasarkan pada UU no.24/1992 yang memiliki pengertian bahwa penataan ruang tidak saja berdimensi pada perencanaan pemanfaatan ruang saja, tetapi juga termasuk dimensi pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam rangka penanganan banjir terdapat empat prinsip pokok penataan ruang yang perlu dipertimbangkan, yaitu : 
1) Holistik dan terpadu. 
2) Keseimbangan kawasan hulu dan hilir. 
3) Keterpaduan penaganan secara lintas sektor dan lintas wilayah. 
4) Peran serta masyarakat mulai tahap perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Dengan demikian kebijakan penataan ruang dikembangkan untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan wilayah yang mampu mendorong peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungan hidup. Kebijakan pengembangan prasarana perkotaan harus didasarkan pada pandangan menyeluruh dalam pengelolaan air hujan. Pembangunan jaringan drainase memang merupakan usaha untuk mengatasi genangan pada suatu wilayah, namun hendaknya diperhatikan pula dampak terhadap wilayah lain di sebelah hilir, jangan sampai penyelesaian masalah banjir dan genangan pada suatu tempat justru menimbulkan masalah serupa di tempat lain di sebelah hilir. Oleh karena itu di samping jaringan drainase perlu pula dibangun sumur resapan, kolam penahan, kolam penyimpan, atau kolam resapan sebagai sarana pengendali air hujan di seluruh daerah tangkapan terutama di daerah perkotaan.

Mudah-mudahan saja jika diusahakan dengan baik, fenomena banjir cileuncang tidak akan terjadi lagi di Kota Bandung dan masyarakat bisa beraktivitas dengan lancar tanpa gangguan jalanan yang rusak atau banjir secara umum di beberapa tempat langgangan banjir. Jika Drainase terawat maka akan menjadikan lingkungan aman, nyaman dan sehat. Maka dari warga maupun dari daerah lain dilarang untuk mendirikan bangunan dan membuat bak sampah diatas saluran air karena akan menghalangi jalannya kelancaran air serta menyulitkan untuk membersihkannya. Dan bersatupadu dalam membina dan menjaga lingkungan air yang bersih, sehat, dan bermanfaat secara berkelanjutan.

Teknik Konstruksi Jalan Di Atas Tanah Ekspansif

anah ekspansif adalah tanah atau batuan yang kandungan lempungnya memiliki potensi kembang-susut akibat perubahan kadar air.
Tanah ekspansif memiliki karakteristik yang berbeda dengan jenis tanah pada umumnya yaitu:

Mineral Lempung
Mineral lempung yang menyebabkan perubahan volume umumnya mengandung montmorillonite atau vermiculite, sedangkan illite dan kaolinite dapat bersifat ekspansif bila ukuran partikelnya sangat halus.

Kimia Tanah
Meningkatnya konsentrasi kation dan bertambahnya tinggi valensi kation dapat menghambat pengembangan tanah.

Plastisitas
Tanah dengan indeks plastisitas dan batas cair yang tinggi mempunyai potensi untuk mengembang yang lebih besar.

Struktur Tanah
Tanah lempung yang berflokulasi cenderung bersifat lebih ekspansif dibandingkan denganyang terdispersi.

Berat Isi Kering 
Tanah yang mempunyai berat isi kering yang tinggi menunjukkan jarak antar partikel yang kecil, hal ini berarti gaya tolak yang besar dan potensi pengembangan yang tinggi.
Penanganan konstruksi jalan diatas tanah ekspansif pada prinsipnya adalah menjaga agar perubahan kadar air tidak terlalu tinggi atau dengan mengubah sifat tanah lempung ekspansif menjadi tidak ekspansif. Dengan adanya perubahan kadar air yang tidak terlalu tinggi dan perubahan sifat ekspansif tanah pada periode musim hujan dan kemarau, maka tidak terjadi perubahan volume yang berarti.
Metode penanganan tanah ekspansif difokuskan ke dalam dua hal yaitu perencanaan konstruksi jalan baru dan perbaikan konstruksi jalan lama. Usaha penanganan yang paling penting adalah mengupayakan agar tanah lempung tidak menimbulkan kerusakan pada struktur perkerasan jalan. Oleh karena itu penanganan harus dilakukan dengan beberapa altenatif untuk mengetahui sifat tanah lempung yang akan dicegah atau diubah sifatnya.
Berikut beberapa alternatif metode-metode konstruksi di atas tanah ekspansif:

1. Penggantian Material
Metode penggantian material tanah ekspansif pada prinsipnya merupakan penguranagn seluruh atau sebagian tanah ekspansif sampai pada kedalaman tertentu, sehingga fluktuasi kadar air akan terjadi sekitar ketebalan tanah pengganti. Material tanah pengganti harus terdiri dari tanah yang non ekspansif agar tidak menimbulkan masalah kembang-susut tanah lagi dibawah konstruksi jalan.
Meksipun demikian masalah akan timbul apabila lapisan tanah yang berpotensi ekspansif sangat tebal, sehingga penggantian tanah seluruhnya menjadi tidak ekonomis. Untuk itu, penentuan kedalaman tanah yang akan diganti perlu dipertimbangkan terhadap besarnya kekuatan mengembang yang berlebih. Berat sendiri timbunan material pengganti harus cukup mampu menahan gaya angkat tanah ekspansif yang berada di bawah material pengganti, sehingga pengembangan atau penyusutan tidak lagi berpengaruh terhadap material di atasnya. Secara teoritis besarnya pengangkatan tanah dapat dihitung dari hasil uji laboratorium, tetapi pengangkatan tanah di lapangan umumnya kurang lebih sepertiga dari estimasi hasil uji laboratorium. Kedalaman tanah ekspansif yang akan diganti minimal setebal 1,0 meter.

2. Manajemen air
Desain drainase merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam manajemen air pada konstruksi jalan diatas tanah ekspansif. Baik buruknya kinerja perkerasan jalan tergantung kepada kondisi drainase permukaan maupun bawah permukaan. Salah satu faktor yang memicu perubahan volume tanah ekspansif sehingga dapat merusak lapis perkerasan adalah kurang berfungsinya drainase permukaan.Hal ini ditandai dengan terjadinya genangan air pada saluran samping, lunaknya tanah pada saluran dan tumbuhnya tanaman atau pepohonan akibat terendamnya lingkungan sekitar.
Drainase bawah permukaan berfungsi untuk mencegah aliran air bebas dan menurunkan muka air tanah. Aliran air yang menuju ke arah bawah badan jalan akan terhalangi oleh  drainase tersebut, sehingga aliran air akan terputus dan mengalir melalui saluran drainase ke daerah pembunangan air. Dengan tidak masuknya air ke bawah badan jalan, maka pengaruh muka air tanah terhadap lapisan perkerasan akan berkurang, sehingga perubahan kadar air yang besar akan relatif terjaga.
3. Stabilisasi
Penggunaan metode stabilisasi tanah ekspansif bertujuan untuk menurunkan nilai indeks plastisitas dan potensi mengembang yaitu dengan mengurangi prosentase butiran halus atau kadar lempungnya antara lain:
- Stabilisasi dengan kapur
- Stabilisasi dengan semen
- Stabilisasi dengan membran
- Stabilisasi dengan pembebanan
Sumber:
Penanganan Tanah Ekspansif Untuk Konstruksi Jalan (unduh disini)
Pedoman Konstruksi dan Bangunan (Pd T-10-2005-B)
Departemen Pekerjaan Umum

Pedoman Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen (Pd T-14-2003)

jalan-betonDalam penerapan jalan beton semen, pengambil kebijakan harus mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan disekitar lokasi proyek, sehingga tidak terjadi kesulitan ataupun
permasalahan dikemudian hari setelah perkerasan beton semen dilaksanakan.
Pedoman ini merupakan adopsi dari AUSTROADS, Pavement Design, A Guide to the Structural Design of Pavements (1992), sehingga dengan diterbitkannya Pedoman ini, maka
Pedoman yang terdahulu tidak berlaku lagi.
Ruang lingkup mencakup dasar-dasar ketentuan perencanaan perkerasan jalan, yaitu :
- Analisis kekuatan tanah dasar dan lapis pondasi.
- Perhitungan beban dan komposisi lalu-lintas.
- Analisis kekuatan beton semen untuk perkerasan
Pedoman Perkerasan Beton semen ini menguraikan Prosedur Perencanaan Tebal Perkerasan dan contoh Perhitungan. Perkerasan beton semen pra-tegang tidak termasuk di dalam buku ini. Prosedur ini tidak direkomendasikan untuk perencanaan tebal perkerasan di daerah
permukiman dan kawasan industri.
Pedoman Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen dapat diunduh disini.

Memilih Jenis Penutup Atap Rumah

Ada sejumlah bahan dan jenis yang biasanya digunakan untuk material penutup atap rumah. Dalam memilih berbagai jenis material penutup atap, sebaiknya disesuaikan dengan fungsi, desain rumah, serta kondisi Anda. Bahan-bahan itu antara lain meliputi :
a. Genting Tanah Liat
Material ini umumnya banyak digunakan sebagai genting rumah. Terbuat dari tanah liat yang dipress dan dibakar. Dalam pemasangannya membutuhkan rangka dan dipasang pada atap yang miring. Sistem pemasangannya saling mengunci dan mengikat atau inter-locking.
b. Genting Metal
Genting ini terbuat dari lembaran mirip seng. Pemasangannya tidak jauh beda dengan genting tanah liat. Bisa juga ditanam pada gording rangka atap dengan menggunakan skrup. Tersedia ukuran yang bervariasi dengan lebar 600 mm – 1200 mm, dengan ketebalan 0,3 mm dan panjang 1,20 m – 12 m.
c. Genting Keramik
Bahan dasar Genting ini adalah keramik tetapi telah mengalami proses finishing glasir. Jenis genting ini menampilkan kesan modern. Tersedia dalam beragam warna dan ukuran. Genting ini bertumpu pada rangka kayu dan beton.
d. Genting Aspal
Bahan material terbuat dari campuran aspal dan bahan kimia lain. Ada yang model datar bertumpu paa multipleks yang menempel pada rangka. Sedangkan Multipleks dan rangka dikaitkan dengan skrup dan genting aspal dilem ke papan. Sedang model yang bergelombang cukup diskrup pada gording.
e. Dak Beton
Dak beton terbuat dari kombinasi besi dan cor beton. Dak beton banyak digunakan pada banguna rumah modern atau rumah minimalis. Jenis penutup atap ini cukup kuat menahan perubahan cuaca dan konstruksinya pun cukup kuat.
f. Genting Kaca
Pada umumnya genting kaca dipasang hanya pada bagian tertentu dari atap karena fungsinya sebagai penerangan alami. Seiring dengan berkembangnya dunia desain saat ini genting kaca banyak diaplikasikan menggunakan kaca datar dengan rangka untik memberi kesan modern dan minimalis.

Sistem Drainase Pada Jalan

Sistem drainase merupakan serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan ke badan air (sungai dan danau) atau tempat peresapan buatan.
Dalam merencanakan sistem drainase jalan berdasarkan pada keberadaaan air permukaan dan bawah permukaan, sehingga perencanaan drainase jalan dibagi menjadi:
  • drainase permukaan (surface drainage)
  • drainase bawah permukaan (sub surface drainage)
Secara umum, langkah perencanaan sistem drainase jalan dimulai dengan memplot rute jalan yang akan ditinjau di peta topografi untuk mengetahui daerah layanan sehingga dapat memprediksi kebutuhan penempatan bangunan drainase penunjang seperti saluran samping jalan, fasilitas penahan air hujan dan bangunan pelengkap. Dalam merencanakan harus memperhatikan pengaliran air yang ada di permukaan maupun yang ada di bawah permukaan dengan mengikuti ketentuan teknis yang ada tanpa menggangu stabilitas konstruksi jalan.
Sistem drainase permukaan jalan berfungsi untuk mengendalikan limpasan air hujan di permukaan jalan dan juga dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan akibat air banjir yang melimpas di atas perkerasan jalan atau erosi pada badan jalan.
Sistem drainase bawah permukaan bertujuan untuk menurunkan muka air tanah dan mencegah serta membuang air infiltrasi dari daerah sekitar jalan dan permukaan jalan atau air yang naik dari subgrade jalan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan drainase permukaan antara lain:

1.Plot rute jalan pada peta topografi
Plot rute ini untuk mengetahui gambaran/kondisi topografi sepanjang trase jalan yang akan direncakanan sehingga dapat membantu dalam menentukan bentuk dan kemiringan yang akan mempengaruhi pola aliran.

2.Inventarisasi data bangunan drainase.
Data ini digunakan untuk perencanaan sistem drainase jalan tidak menggangu sistem drainase yang sudah ada.

3.Panjang segmen saluran
Dalam menentukan panjang segmen saluran berdasarkan pada kemiringan rute jalan dan ada tidaknya tempat buangan air seperti sungai, waduk dan lain-lain.

4.Luas daerah layanan
Digunakan untuk memperkirakan daya tampung terhadap curah hujan atau untuk memperkirakan volume limpasan permukaan yang akan ditampung saluran. Luasan ini meliputi luas setengah badan jalan, luas bahu jalan dan luas daerah disekitarnya untuk daerah perkotaan kurang lebih 10 m sedang untuk luar kota tergantung topografi daerah tersebut.

5.Koefisien pengaliran
Angka ini dipengaruhi oleh kondisi tata guna lahan pada daerah layanan. Koefisien pengaliran akan mempengaruhi debit yang mengalir sehingga dapat diperkirakan daya tampung saluran. Oleh karena itu diperlukan peta topografi dan survey lapangan.

6.Faktor limpasan
Merupakan faktor/angka yang dikalikan dengan koefisien runoff, biasanya dengan tujuan supaya kinerja saluran tidak melebihi kapasitasnya akibat daerah pengaliran yang terlalu luas.

7.Waktu konsentrasi
Yaitu waktu terpanjang yang diperlukan untuk seluruh daerah layanan dalam menyalurkan aliran air secara simultan (runoff) setelah melewati titik-titik tertentu.

8.Analisa hidrologi dan debit aliran air
Menganalisa data curah hujan harian maksimum dalam satu tahun (diperoleh dari BMG)  dengan periode ulang sesuai dengan peruntukannya (saluran drainase diambil 5 tahun) untuk mengetahui intensitas curah hujan supaya  dapat menghitung debit aliran air.


Sumber:
Perencanaan Sistem Drainase Jalan (Pd-T-02-2006-B) dapat di unduh disini
Departemen Pekerjaan Umum

Sejarah Struktur Baja

I. Sejarah Struktur Baja
Penggunaan logam sebagai bahan struktural diawali dengan besi tuang untuk bentang lengkungan (arch) sepanjang 100 ft (30 m) yang dibangun di Inggris pada tahun 1777 – 1779. Dalam kurun waktu 1780 – 1820,. Dibangun lagi sejumlah jembatan dari besi tuang, kebanyakan berbentuk lengkungan dengan balok – balok utama dari potongan – potongan besi tuang indivudual yang membentuk batang – batang atau kerangka (truss) konstruksi. Besi tuang juga digunakan sebagai rantai penghubung pada jembatan – jembatan suspensi sampai sekitar tahun 1840.
Setelah tahun 1840, besi tempa mulai mengganti besi tuang dengan contoh pertamanya yang penting adalah Brittania Bridge diatas selat Menai di Wales yang dibangun pada 1846 – 1850. Jembatan ini menggunakan gelagar –gelagar tubular yang membentang sepanjang 230 – 460 – 460 – 230 ft (70 – 140 – 140 – 70 m) dari pelat dan profil siku besi tempa.
Proses canai (rolling) dari berbagai profil mulai berkembang pada saat besi tuang dan besi tempa telah semakin banyak digunakan. Batang – batang mulai dicanai pada skala industrial sekitar tahun 1780. Perencanaan rel dimulai sekitar 1820 dan diperluas sampai pada bentuk – I menjelang tahun 1870-an.
Perkembangan proses Bessemer (1855) dan pengenalan alur dasar pada konverter Bessemer (1870) serta tungku siemens-martin semakin memperluas penggunaan produk – produk besi sebagai bahan bangunan. Sejak tahun 1890, baja telah mengganti kedudukan besi tempa sebagai bahan bangunan logam yang terutama. Dewasa ini (1990-an), baja telah memiliki tegangan leleh dari24 000 sampai dengan 100 000 pounds per square inch, psi (165 sampai 690 MPa), dan telah tersedia untuk berbagai keperluan struktural.
Berikut ini adalah awal mula ditemukannya Baja.
· Besi ditemukan digunakan pertama kali pada sekitar 1500 SM
· Tahun 1100 SM, Bangsa hittites yang merahasiakan pembuatan tersebut selama 400 tahun dikuasai oleh bangsa asia barat, pada tahun tersebbut proses peleburan besi mulai diketahui secara luas.
· Tahun 1000 SM, bangsa yunani, mesir, jews, roma, carhaginians dan asiria juga mempelajari peleburan dan menggunakan besi dalam kehidupannya.
· Tahun 800 SM, India berhasil membuat besi setelah di invansi oleh bangsa arya.
· Tahun 700 – 600 SM, Cina belajar membuat besi.
· Tahun 400 – 500 SM, baja sudah ditemukan penggunaannya di eropa.
· Tahun 250 SM bangsa India menemukan cara membuat baja
· Tahun 1000 M, baja dengan campuran unsur lain ditemukan pertama kali pada 1000 M pada
kekaisaran fatim yang disebut dengan baja damascus.
· 1300 M, rahasia pembuatan baja damaskus hilang.
· 1700 M, baja kembali diteliti penggunaan dan pembuatannya di eropa.
II. Material baja

2.1 Jenis – jenis Baja
Dengan baja dimaksudkan suatu bahan dengan keserbasamaan yang besar, yang terutama terdiri atas ferrum (Fe) dalam bentuk hablur dan 0,04 @ 1,6% zat arang (C); zat arang itu didapat dengan jalan membersihkan bahan pada temperatur yang sangat tinggi, dengan menggunakan proses – proses yang akan disebut sebagian besar dari besi kasar, yang dihasilkan oleh dapur – dapur tinggi.
Semua jenis – jenis baja sedikit banyak dapat ditempa dan dapat disepuh, sedangkan untuk baja lunak pada tegangan yang jauh dibawah kekuatan tarik atau batas patah TB, yaitu apa yang dinamakan batas lumer atau tegangan lumer Tv, terjadi suatu keadaan yang aneh, dimana perubahan bentuk berjalan terus beberapa waktu, dengan tidak memperbesar beban yang ada.
Sifat – sifat baja bergantung sekali kepada kadar zat arang, semakin bertambah kadar ini, semakin naik tegangan patah dan regangan menurut prosen, yang terjadi pada sebuah batang percobaan yang dibebani dengan tarikan, yaitu regangan patah menjadi lebih kecil.
Persentase yang sangat kecil dari unsur – unsur lainnya, dapat mempengaruhi sifat – sifat baja dengan kuat sekali, secar baik atau jelek. Guna membedakannya, jenis – jenis baja diberi nomor yang sesuai dengan tegangan patah yang dijamin dan yang terendah pada percobaan tarik yang normal, tetapi untuk setiap jenis baja juga ditentukan suatu TBmaks.
1.2 Klasifikasi Baja
1. Baja Karbon
Baja Karbon dibagi menjadi empat kategori berdasarkan persentase karbonnya : Karbon rendah (kurang dari 0,15%); Karbon lunak (0,15 – 0,29%); Karbon sedang (0.3 – 0.59%); dan karbon tingi (0,6 – 1,7%). Baja Karbon struktural termasuk dalam kategori karbon lunak. Baja Karbon struktur menunjukan titik leleh dfinit, peningkatan perentase karbon akan menigkatkan kekerasannya namun mengurangi kekenyalannya, sehingga lebih sulit dilas.
2. Baja Perpaduan Rendah Berkekuatan Tinggi
Kategori ini meliputi baja – baja yang memiliki tegangan leleh dari 40 – 70 ksi (275 – 480 MPa), yang menunjukan titik leleh yang jelas, sama dengan yang terjadi pada baja karbon. Penambahan sejumlah elemen paduan terhadap baja seperti krom, kolubium, tembaga, mangan, molibden, nikel, fosfor, vanadium atau zirkonium, akan memperbaiki sifat – sifat mekanisnya. Bila Karbon mendapatkan kekuatan dengan penambahan kandungan karbonnya, elemen – elemen paduan menciptakan tambahan kekuatan lebih dengan mikrostruktur yang halus ketimbang mikrostruktur yang kasar yang diperoleh selama proses pendinginan baja. Baja paduan rendah berkkuatan tinggi digunakan dalam kondisi seperti tempaan atau kondisi normal yakni kondisi dimana tidak digunakan perlakuan panas.
3. Baja Paduan
Baja paduan rendah dapat didinginkan dan disepuh supaya dapat mencapai kekuatan leleh sebesar 80 – 110 ksi (550 – 760 MPa). Kekuatan leleh biasanya didefinisikan sebagai tegangan pada regangan offset 0,2%, karena baja ini tidak menunjukan titik leleh yang jelas. Dengan prosedur yang tepat baja ini dapat dilas, dan biasanya tidak membutuhkan tambahan perlakuan panas setelah pengelasan dilakukan. Untuk beberapa keperluan khusus, kadangkala dibutuhkan pengendoran tegangan. Beberapa baja karbon, seperti baja tekanan fluida tertentu, dapat didinginkan dan disepuh supaya dapat memberikan kekuatan leleh sekitar 80 ksi (550 MPa), namun kebanyakan baja dengan kekuatan sedemikian merupakan baja paduan rendah. Baja paduan rendah ini pada umumnya memiliki karbon sekitar 0,2% supaya dapat membatasi kekerasan mikrostruktur btiran kasar (martensit) yang mungkin terbentuk selama perlakuan panas atau pengelasan, sehingga dapat mengurangi bahaya retakan.
Perlakuan panas terdiri dari pendinginan (pendinginan secara cepat dengan air atau minyak paling tidk 16500F (9000C) sampai sekitar 300 – 4000F); kemudian penyepuhan dengan pemanasan kembali sampai paling tidak sekitar 11500F (6200C) dan kemudian dibiarkan mendingin. Penyepuhan, meskipun mengurangi sedikit kekuatan dan kekerasan dari bahan yang telah didinginkan, namun dapat meningkatkan kekenyalan dan keuletan. Pengurangan dalam kekuatan dan kekerasan dengan peningkatan temperatur sedikit dilawan oleh munculnya pengerasan sekunder yang terjadi akibat penyerapan kolubium, titanium atau vanadium karbida. Penyerapan ini dimulai pada temperatur sekitar 9500F (5100C) dan menjadi makin cepat sampai sekitar 12500F (6800C). Penyepuhan pada atau sekitar 12500F untuk mendapatkan penyerapan maksimum dari karbida mungkin akan mengakibatkan masuknya elemen tersebut ke dalam zona transformasi dan hasilnya mikrostruktur menjadi lebih lemah yang mungkin dapat diperoleh tanpa pendinginan dan penyepuhan.
Secara ringkas, pendinginan menghasilkan martensit, suatu mikrostruktur getas yang sangat keras dan kuat ; pemanasan kembali akan sedikit mengurangi kekuatan dan kekerasan, namun akan meningkatkan keuletan dan kekenyalan.
III. Sifat Baja
v Baja tahan garam (acid-resisting steel)
v Baja tahan panas (heat resistant steel)
v Baja tanpa sisik (non scaling steel)
v Electric steel
v Magnetic steel
v Non magnetic steel
v Baja tahan pakai (wear resisting steel)
v Baja tahan karat/korosi
IV Struktur Baja
Struktur dapat dibagi menjadi tiga kategori umum :
a) Struktur rangka (framed structure), dimana elemen – elemennya kemungkinan terdiri dari batang – batang tarik, balok, dan batang – batang yang mendapatkan beban lentur kombinasi dan beban aksial,
b) Struktur tipe cangkang (shell type structure), dimana tegangan aksial lebih dominan,
c) Struktur tipe suspensi (suspension type structure), dimana tarikan aksial lebih mendominasi sistem pendukung utamanya.
a) Struktur Rangka
Kebanyakan konstruksi bangnan tipikal termasuk dalam kategori ini. Bangunan berlantai banyak biasanya terdiri dari balok dan kolom, baik yang terhubungkan secara rigid atau hanya terhubung sederhana dengan penopang diagonal untuk menjaga stabilitas. Meskipun suatu bangunan berlantai banyak bersifat tiga dimensional, namun biasanya bangunan tersebut didesain sedemikian rupa sehingga lebih kaku pada salah satu arah ketimbang arah lainnya. Dengan demikian, bangunan tersebut dapat diperlakukan sebagai serangkaian rangka (frame) bidang. Meskipun demikian, bila perangkaan sedemikian rupa sehingga perilaku batang – batangnya pada salah satu bidang cukup mempengaruhi perilaku pada bidang lainnya, rangka tersebut harus diperlakukan sebagai rangka ruang tiga dimensi.
Bangunan – bangunan industrial dan bangunan – bangunan sau lantai tertentu, seperti gereja, sekolah, dan gelanggang, pada umumnya menggunakan struktur rangka baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian saja. Khususnya sistem atap yang mungkin terdiri dari serangkaian kerangka datar, kerangka ruang, sebuah kubah atau mungkin pula bagian dari suatu rangka datar atau rangka kaku satu lantai dengan pelana. Jembatan pun kebanyakan merupakan struktur rangka, seperti balok dan gelagar pelat atau kerangka yang biasanya menerus.
b) Struktur Tipe Cangkang
Dalam tipe struktur ini, selain melayani fungi bangunan, kubah juga bertindak sebagai penahan beban. Salah satu tipe yang umum dimana tegangan utamanya berupa tarikan adalah bejana yang digunakan untuk menyimpan cairan (baik untuk temperatur tinggi maupun rendah), diantaranya yang paling terkenal adalah tanki air. Bejana penyimpanan, tanki dan badan kapal merupakan contoh – contoh lainnya. Pada banyak struktur dengan tipe cangkang, dapat digunakan pula suatu struktur rangka yang dikombinasikan dengan cangkang.
Pada dinding – dinding dan atap datar, sementara berfungsi bersama dengan sebuah kerangka kerja, elemen – elemen “kulit”nya dapat bersifat tekan. Conto pada badan pesawat terbang. Struktur tipe cangkang biasanya didesain oleh seorang spesialis.
c) Struktur Tipe Suspensi
Pada struktur dengan tipe suspensi, kabel tarikmerupakan elemen – elemen utama. Biasanya    subsistem dari struktur ini terdiri dari struktur kerangka, seperti misalnya rangka pengaku pada jembatan gantung. Karena elemen tarik ini terbukti paling efisien dalam menahan beban, struktur dengan konsep ini semakin banyak dipergunakan.
Telah dibangun pula banyak struktur khusus dengan berbagai kombinasi dari tipe rangka, cangkang, dan suspensi. Meskipun demikian, seorang desainer spesialis dalam tipe struktur cangkang ini pun pada dasarnya harus juga memahami desain dan perilaku struktur rangka.
V. Desain
a. Desain Struktur
Desain struktur dapat didefinisikan sebagai suatu paduan dari sains dan seni, yang mengkombinasikan perasaan intuitif seorang insinyur yang berpengalaman mengenai perilaku struktur dengan pengetahuan yang mendalam mengenai prinsip – prinsip statika, dinamika, mekanika bahan dan analisis struktur, untuk menciptakan suatu struktur yang aman dan ekonomis sehingga dapat berfungsi seperti yang diharapkan.
b. Prinsip – prinsip Desain
Desain merupakan suatu proses untuk mendapatkan penyelesaian yang optimum. Dalam desain apapun, harus ditentukan sejumlah kriteria untuk menilai apakah yang optimum tersebut telah tercapai atau belum. Untuk sebuah struktur, kriteria – kriteria tersebut dpat berupa :
1. Biaya minimum,
2. Berat yang minimum,
3. Waktu konstruksi yang minimum,
4. Jumlah tenaga kerja minimum,
5. Biaya pembuatan produk – produk pemilik yang minimum,
6. Efisiensi pengoperasian yang maksimum bagi pemilik.
Biasanya dilibatkan beberapa kriteria yang masing – masing perlu diberi bobot nilai. Dengan memperhatikan kriteria yang mungkin seperti diatas, tampaklah bahwa penentuan kriteria – kriteria yang terukur dengan jelas pun (seperti berat dan biaya) untuk mencapai suatu optimum kerap kali terbukti tidak mudah, bahkan mustahil dilakukan. Dalam kebanyakan situasi praktis, penilaian hanya dapat dilakukan secara kualitatif.
Apabila suatu kriteria tertentu dapat diwujudkan secara matematis, untuk memperoleh titik maksimum dan minimum dari fungsi objektif yang bersangkutan, dapat digunakan teknik – teknik optimasi. namun hendaknya kita tidak melupakan kriteria subyektif lainnya, walaupun pengintegrasian dai prinsip – prinsip perilaku dengan desain elemen – elemen baja struktur hanya berdasarkan kriteria – kriteria objektif yang sderhana saja, misalnya berat dan biaya.
c. Prosedur Desain
Prosedur desain dapat dianggap terdiri dari dua bagian, desain fungsional dan deain kerangka kerja struktural. Desain fungsional menjamin tercapainya hasil – hasil yang dikehendaki seperti :
a. Area kerja yang lapang dan mencukupi,
b. Ventilasi atau pengkondisian udara yang tepat,
c. Fasilitas – fasilitas transfortasi yang memadai, seperti lift, tangga, dan derek atau alat –alat untuk menangani bahan – bahan,
d. Pencahayaan yang cukup,
e. Estetika.
Desain kerangka kerja struktural berarti pemilihan susunan serta ukuran elemen – elemen struktur yang tepat, sehingga beban – beban layanan bekerja dengan aman.
Secara gari besar, prosedur desain secara iteratif dapat digambarkan sebagai berikut :
1) Perencanaan. Penentuan fungsi – fungsi yang akan dilayani oleh struktur yang bersangkutan. Tentukan kriteria – kriteria untuk mengukur apakah desain yang dihasilkan telah mencapai optimum.
2) Konfigurasi struktur pendahuluan. Susunan dari elemen – elemen yang akan melayani fungsi – fungsi pada langkah 1
3) Penentuan beban – beban yang harus dipikul.
4) Pemilihan batang pendahuluan. Pemilihan ukuran batang yang memenuhi kriteria objektif, seperti berat atau biaya minimum dilakukan berdasarkan keputusan dari langkah 1,2 dan 3.
5) Analisis. Analisis struktur dengan membuat model beban – beban dan kerangka kerja struktural untuk mendapatkan gaya – gaya internal dan defleksi yang dikehendaki.
6) Evaluasi. Apakah semua persyaratan kekuatan dan kemampuan kerja telah terpenuhi dan apakah hasilnya sudah optimum? Bandingkan dengan kriteria – kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.
7) Redesain. Sebagai hasil dari evaluasi, diperlukan pengulangan bagian mana saja dai urutan 1 sampai dengan 6. Langkah – langkah tersebut merupakan suatu proses iteratif. Namun dengan mengingat bahwa konfigurasi struktur dan pembebanan luar telah ditentukan sebelumnya.

Jenis Drainase dan Permasalahanya

1. Drainase yang meliputi jenis, system, dan permasalahannya:
Drainase merupakan salah satu factor pengembangan irigasi yang berkaitan dalam pengolahan banjir (float protection), sedangkan irigasi bertujuan untuk memberikan suplai air pada tanaman . Drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas.
a) Jenis – jenis drainase :
• Menurut sejarah terbentuknya :
1. Drainase alamiah (natural drainage)
Terbentuk secara alamiah , tidak terdapat bangunan penunjang
2. Drainase buatan (artificial drainage)
Dibuat dengan tujuan tertentu, memerlukan bangunan khusus
• Menurut letak bangunan :
1. Drainase permukaan tanah (surface drainage)
Suatu system pembuangan air untuk menyalurkan air dipermukaan tanah. Hal ini berguna untuk mencegah adanya genangan.
2. Drainase bawah permukaan tanah (subsurface drainage)
Suatu sistem pembuangan untuk mengalirkan kelebihan air dibawah tanah.
Pada jenis tanaman tertentu drainase juga bermanfaat untuk mengurangi ketinggian muka air tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.
• Menurut fungsi :
1. Single purpose
Suatu jenis air buangan : air hujan, limbah domestic, limbah industri dll
2. Multi purpose
Beberapa jenis air buangan tercampur
• Menurut kontruksi :
1. Saluran terbuka
2. Saluran tertutup
Untuk air kotor disaluran yang terbentuk di tengah kota.
b) Sistem dan permasalahan drainase
Sistem drainase dibagi menjadi
:
1. tersier drainage
2. secondary drainage
3. main drainage
4. sea drainage
Permasalahan drainase:
Permasalah drainase perkotaan bukanlah hal yang sederhana. Banyak faktor yang mempengaruhi dan pertimbangan yang matang dalam perencanaan, antara lain :
1. Peningkatan debit
manajemen sampah yang kurang baik memberi kontribusi percepatan pendangkalan /penyempitan saluran dan sungai. Kapasitas sungai dan saluran drainase menjadi berkurang, sehingga tidak mampu menampung debit yang terjadi, air meluap dan terjadilah genangan.
2. Peningkatan jumlah penduduk
meningkatnya jumlah penduduk perkotaan yang sangat cepat, akibat dari pertumbuhan maupun urbanisasi. Peningkayan jumlah penduduk selalu diikuti oleh penambahn infrastruktur perkotaan, disamping itu peningkatn penduduk juga selalu diikuti oleh peningkatan limbah, baik limbah cair maupun pada sampah.
3. Amblesan tanah
disebabkan oleh pengambilan air tanah yang berlebihan, mengakibatkan beberapa bagian kota berada dibawah muka air laut pasang.
4. Penyempitan dan pendangkalan saluran
5. reklamasi
6. limbah sampah dan pasang surut
c) Penanganan drainase perkotaan :
1. Diadakan penyuluhan akan pentingnya kesadaran membuang sampah
2. Dibuat bak pengontrol serta saringan agar sampah yang masuk ke     drainase dapat dibuang dengan cepat agar tidak mengendap
3. pemberian sanksi kepada siapapun yang melanggar aturan terutama     pembuangan sampah sembarangan agar masyarakat mengetahui     pentingnya melanggar drainase.
4. Peningkatan daya guna air, meminimalkan kerugian serta memperbaiki     konservasi lingkungn.
5. Mengelola limpasan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk      menahan air hujan, menyimpan air hujan maupun pembuatan fasilitas      resapan.
2 a. Drainase Jalan Raya
Drainase jalan raya dibedakan untuk perkotaan dan luar kota.Umumnya di perkotaan dan luar perkotaan,drainase jalan raya selalu mempergunakan drainase muka tanah (Surface drainage). Di perkotaan saluran muka tanah selalu ditutup sebagai bahu jalan atau trotoar. Walaupun juga sebagaiman diluar perkotaan, ada juga saluran drainase muka tanah tidak tertutup (terbuka lebar), dengan sisi atas saluran rata dengan muka jalan sehingga air dapat masuk dengan bebas. Drainase jalan raya pi perkotaan elevasi sisi atas selalu lebih tinggi dari sisi atas muka jalan .Air masuk ke saluran melalui inflet. Inflet yang ada dapat berupa inflet tegak ataupun inflet horizontal. Untuk jalan raya yang lurus, kemungkinan letak saluran pada sisi kiri dan sisi kanan jalan. Jika jalan ke arah lebar miring ke arah tepi, maka saluran akan terdapat pada sisi tepi jalan atau pada bahu jalan, sedangkan jika kemiringan arah lebar jalan kea rah median jalan maka saluran akan terdapat pada median jalan tersebut. Jika jalan tidak lurus ,menikung, maka kemiringan jalan satu arah , tidak dua arah seperti jalan yang lurus. Kemiringan satu arah pada jalan menikung ini menyebabkan saluran hanya pada satu sisi jalan yaitu sisi yang rendah. Untuk menyalurkan air pada saluran ini pada jarak tertentu,direncanakan adanya pipa nol yang diposisikan dibawah badan jalan untuk mengalirkan air dari saluran.
b. Drainase Lapangan Terbang
Drainase lapangan terbang pembahasannya difokuskan pada draibase area run way dan shoulder karena runway dan shoulder merupakan area yang sulit diresapi , maka analisis kapasitas / debit hujan memepergunakan formola drainase muka tanah atau surface drainage.
Kemiringan keadan melintang untuk runway umumnya lebih kecil atau samadengan 1,50 % , kemiringan shoulder ditentukan antara 2,50 % sampai 5 %.Kemiringan kea rah memanjang ditentukan sebesar lebih kecil atau sama dengan 0,10 % ,ketentuan dari FAA. Amerika Serikat , genangan air di permukaan runway maksimum 14 cm, dan harus segera dialirkan.
Di sekeliling pelabuhan udara terutama di sekeliling runway dan shoulder , harus ada saluran terbuka untuk drainase mengalirkan air (Interception ditch) dari sis luar lapangan terbang.

c. Drainase Lapangan Olahraga

Drainase lapangan olahraga direncanakan berdasarkan infiltrasi atau resapan air hujan pada lapisan tanah, tidak run of pada muka tanah (sub surface drainage) tidak boleh terjadi genangan dan tidak boleh tererosi.Kemiringan lapangan harus lebih kecil atau sama dengan 0,007. Rumput di lapangan sepakbola harus tumbuh dan terpelihara dengan baik. Batas antara keliling lapangan sepakbola dengan lapangan jalur atletik harus ada collector drain.