Data-Data Untuk Perencanaan Pelabuhan

Perencanaan pelabuhan merupakan pekerjaan yang lumayan jarang ditemui oleh pekerja teknik sipil. Karena pembangunan pelabuhan tidak sebanyak pembangunan perumahana, gedung bertingkat dan jalan. Banyak pihak yang terlibat dalam mendirikan bangunan ini, dan banyak hal yang harus dipertimbangkan untuk membangun sebuah pelabuhan. Pertimbangan tersebut meliputi pertimbangan ekonomi, politik, dan teknis. Selain itu, pembangunan pelabuhan juga membutuhkan biaya yang besar. Sehingga pertimbangan ekonomi menjadi tinjauan awal dalam merencanakan pelabuhan. Study kelayakan terhadap pembangunan suatu pelabuhan sangat perlu dilakukan agar biaya investasi dan operasional dapat tertutupi dalam jangka waktu tertentu. Jika suatu pelabuhan layak untuk dibangun, maka hal kedua adalah mengumpulkan sejumlah informasi untuk memperoleh data - data yang terkait dengan pembangunan pelabuhan.
Adapun data awal yang dibutuhkan adalah data topografi dan data bathymetri. Data topografi berguna untuk mengetahui situasi dan ketinggian tanah untuk keperluan dermaga, sedangkan data bathymetri digunakan untuk mengetahui variasi kedalaman dan rintangan alur pelayaran di sekitar dermaga. Data ini dapat diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan.


Pelabuhan juga merupakan bangunan yang dibangun oleh lulusan teknik sipil khususnya bagian hidroteknik dan bangunan pelabuhan berhubungan dengan air, laut. Untuk itu data-data hidrografi dan oceanografi tentu saja menjadi bagian penting. Data hidrografi dan oceanografi meliputi data pasang surut, data gelombang, data arus, dan data angin. Data ini dapat diperoleh dari instansi pemerintahan seperti Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) atau badan pencatatan angin yang biasanya terletak sekitar bandar udara daerah tertentu.

Data angin diperlukan untuk merencanakan mulut alur pelayaran, atau tata letak pemecah gelombang. Tujuannya agar kolam pelabuhan dapat terhindar dari sedimentasi. Data gelombang diperlukan untuk mengetahui tinggi gelombang dan titik pecahnya gelombang untuk perencanaan pemecah gelombang. Dan data pasang surut diperlukan untuk menentukan elevasi bangunan-bangunan di pelabuhan agar tidak terendam air pada saat pasang.


Selain data-data diatas, dalam merencankan suatu pelabuhan juga harus dilakukan penyelidikan tanah untuk merencanakan dermaga yang aman dan ekonomis.


Referensi :

Pelabuhan Cetakan ke 7 (2007) oleh Prof. Dr. Ir. Bambang Triatmodjo, CES. DEA
www.bmg.go.id
http://digilib.its.ac.id

Cara Memilih Lokasi Pelabuhan

Pernahkah Anda mendengar Sabang? Sabang merupakan nama sebuah kota di Pulau Weh. Kota ini terletak di bagian paling barat Indonesia. Di pulau ini terdapat sebuah tugu titik 0 (nol) kilometer Indonesia. Pulau Weh berbatasan langsung dengan samudera Hindia, sehingga pulau ini terkenal dengan keindahan laut dan pantainya. Namun, hanya ada satu jenis transportasi yang sering digunakan orang untuk menuju pulau ini, yaitu transportasi laut. Untuk keperluan transportasi laut, dibutuhkan sebuah pelabuhan. Agar bangunan pelabuhan dapat dijangkau oleh banyak orang, maka diperlukan beberapa hal yang mempengaruhi lokasi atau letak suatu pelabuhan.

Letak suatu pelabuhan akan mempengahui operasional pelabuhan tersebut. Misalnya pelabuhan penumpang diusahakan terletak di lokasi yang padat penduduknya dan ada akses jalan raya menuju ke pelabuhan. Pelabuhan curah diletakkan di lokasi pabrik. Begitu juga dengan pelabuhan barang dan peti kemas. Intinya fungsi utama pelabuhan juga menentukan letak pelabuhan.


Menurut Bambang Triatmodjo (1986), tidak hanya fungsi yang menentukan lokasi, tetapi ada beberapa tinjauan alam yang harus juga diperhatikan. Adapun tinjauan yang dimaksud adalah tinjauan topografi dan geologi, pelayaran, sedimentasi, arus dan gelombang, serta kedalaman air. Hal ini akan mempengaruhi bangunan pelabuhan.


Tinjauan topografi dan geologi.

Untuk membangun sebuah pelabuhan diperlukan daratan yang luas untuk keperluan fasilitas pelabuhan seperti gudang dan dermaga. Bisa juga daratan yang sempit, tetapi harus didukung oleh perairan yang dangkal agar dapat ditimbun. Geologi atau data tanah diperlukan untuk mengetahui kemudahan dalam pengerukan kolam pelabuhan.

Tinjauan pelayaran, arus dan gelombang.

Kapal-kapal yang berlayar juga dipengaruhi oleh angin, gelombang, dan arus. Untuk itu letak pelabuhan harus memudahkan kapal-kapal berlayar dengan didukung angin, gelombang dan arus air laut.

Tinjauan sedimentasi.

Sedimentasi atau pengendapan lumpur di sekitar pelabuhan harus diusahakan seminimal mungkin, bahkan tidak terjadi sedimentasi. Karena biaya pengerukan bawah laut menghabiskan biaya yang besar. Jika terjadi sedimentasi, pelabuhan tidaklah ekonomis.

Tinjauan kedalaman air.

Kedalaman air di sekitar pelabuhan juga mempengaruhi pelabuhan. Kolam pelabuhan dirancang dengan kedalaman tertentu berdasarkan kebutuhan kapal-kapal yang dilayani. Maka kedalaman air disekitar pelabuhan harus terjaga.

Referensi :

http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Weh

http://id.wikipedia.org/wiki/Geografi_Indonesia
http://iamnotthoseman.wordpress.com

Diagram superelevasi

Pembangunan jalan raya sepertinya menjadi pekerjaan yang tidak pernah habis. Ada saja pembukaan lokasi baru yang memerlukan sarana jalan raya, bahkan jalan yang sudah dibangun pun lama-kelamaan harus diperbaiki. Oleh karena itu, diperlukan sarjana-sarjana teknik teknik sipil yang mampu merencanakan jalan dengan baik.

Jalan yang baik adalah jalan yang mampu memberi keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan. Untuk memenuhi dua hal ini, kemiringan jalan merupakan salah satu syaratnya. Superelevasi atau kemiringan melintang jalan pada tikungan sangat perlu untuk diperhatikan. Karena hal ini akan mempengaruhi pengguna jalan pada saat melintasi tikungan. Superelevasi ini ditentukan oleh jari-jari lengkung horizontal jalan dan kecepatan rencana. Semakin tajam suatu tikungan, maka semakin besar kemiringan melintangnya (superelevasi).

Dalam perencanaan, superelevasi sering digambarkan dengan sebuah diagram yang disebut diagram superelevasi. Diagram superelevasi ini mewakilkan nilai-nilai yang terdapat pada gambar tikungan sesungguhnya. Seperti awal dan akhir lengkung, panjang lengkung (Ls), kemiringan sisi jalan (e), dan sumbu utama jalan. Sehingga memudahkan para pekerja di lapangan pada saat melaksanakan pekerjaan jalan.

Berdasarkan jenis lengkung, terdapat tiga jenis diagram superelevasi. Pertama diagram superelevasi untuk lengkung lingkaran penuh (full circle), diagram superelevasi untuk lengkung peralihan (spiral-circle-spiral), dan diagram superelevasi untuk lengkung spiral-spiral. Bentuk ketiga jenis tersebut pada dasarnya hampir sama, namun berbeda.

Berikut disajikan ketiga gambar diagram superelevasi :

Siklus Hidrologi

Apa itu siklus Hidrologi ?
Siklus Hidrologi adalah proses perputaran dan perubahan bentuk air di bumi yang dapat berupa zat cair, zat padat maupun zat gas yang terjadi secara berulang-ulang.

Siklus Hidrologi
Karakteristik siklus Hidrologi :
Pertama, daur hidrologi dapat berupa daur pendek, misalnya hujan yang jatuh di laut, danau ataupun sungai yang segera dapat mengalir kembali ke laut.
Kedua, tidak adanya keseragaman waktu yang diperlukan oleh suatu daur. Pada musim kemarau terlihat kegiatan daur berhenti, sedangkan pada musim penghujan daur berjalan kembali.
Ketiga, intensitas dan frekuensi daur tergantung pada keadaan geografis dan iklim. Hal ini diakibatkan adanya letak matahari yang berubah-ubah terhadap meridian bumi sepanjang tahun (pada kenyataannya yang berubah-ubah adalah letak planet bumi terhadap matahari).
Keempat, berbagai bagian dari daur dapat menjadi sangat kompleks, sehingga kita hanya dapat mengamati bagian akhirnya saja dari suatu hujan yang jatuh di permukaan tanah dan kemudian mencari jalan untuk kembali ke laut.
Meskipun konsep daur hidrologi telah disederhanakan, namun masih dapat membantu memberikan gambaran mengenai proses-proses penting dalam daur tersebut yang harus dimengerti oleh ahli hidrologi. Untuk memperjelas proses daur hidrologi maka diberikan ilustrasi pada gambar di atas.
Penjelasan gambar siklus Hidrologi :
Terjadi penguapan yang bersumber dari matahari, penguapan (evaporasi) terjadi dari air laut, air sungai, permukaan tanah maupun penguapan dari permukaan tanaman (transpirasi). Uap air tersebut akan naik dan terbawa oleh angin. Pada ketinggian tertentu uap air tersebut akan berubah menjadi awan yang kemudian berubah menjadi awan penyebab hujan. Jika kondisi alam memungkinkan maka akan terjadi presipitasi baik itu berupa hujan, hujan salju dan sebagainya. Sebagian kecil air akan diuapkan kembali sebelum sampai ke permukaan bumi. Air yang jatuh di permukaan tanah sebagian akan mengalir sebagai “overland flow” yang kemudian menjadi “surface run-off”, sedangkan yang lainnya akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi) dan menguap.
Apabila kondisi tanah memungkinkan sebagian air terinfiltrasi akan mengalir secara horisontal sebagai “interflow”, sebagian lagi akan tinggal di dalam massa tanah sebagai “soil moisture content” dan sisanya akan mengalir secara vertikal yang kemudian menjadi air tanah.
Ada empat macam proses dalam daur hidrologi yang harus dipelajari oleh para ahli hidrologi dan teknisi bangunan air, yaitu :
  1. presipitasi
  2. evaporasi
  3. infiltrasi
  4. limpasan permukaan (surface run-off) dan limpasan air tanah (subsurface run-off)

Sipat Datar / Waterpass

Berhubung di proyek kemarin saya masih menemui pengukuran manual dengan sipat datar, saya tertarik untuk menulisnya kembali..meski sipat datar ini bisa dikatakan tergolong jadul untuk diterapkan di proyek2 skala besar. Mengapa? Selain pemakaian lebih praktis, dari segi ketelitian juga lebih akurat. Tapi untuk hal2 yg bersifat pembelajaran, biasanya masih dipakai penggunaan dengan sipat datar ini.
Dalam hal ini saya hanya menulis tentang kondisi2 pengukuran yg mungkin terjadi di lapangan dan rumus2 dasar yg digunakan pada kondisi tersebut.  Mengenai setting alat bisa dilakukan dilapangan menggunakan alatnya langsung. Sebelum itu perlu diketahui terlebih dahulu bagian2 dari sipat datar yg diperlukan dalam perhitungan rumus2 dasar tersebut.
Bagian dalam sipat datar
Gambar tersebut menunjukan bagian optik dalam sipat datar yang dilihat pada saat kita ‘membidik’ sasaran (baca: bak ukur). Benang vertikal berfungsi untuk mengontrol bak agar tetap tegak pada saat pembacaan. Benang atas untuk pembacaan ‘atas’, benang tengah untuk pembacaan ‘tengah’ dan benang bawah untuk pembacaan ‘bawah’. untuk lebih jelas kita lihat gambar dibawah ini.
contoh pembacaan :
ba =1,35 m ;    bt = 1,25 m;     bb = 1,15 m
Dari sini bisa kelihatan langsung fungsi dari masing2 benang. Benang tengah merupakan pembacaan yg digunakan untuk mencari beda tinggi dari dua buah titik pembacaan. Benang atas dan bawah berfungsi untuk mengoreksi pembacaan benang tengah. Selain itu  fungsi benang atas dan bawah juga untuk menghitung jarak optis, yaitu jarak antara pesawat (sipat datar) dan bak ukur yg diperoleh dari pembacaan sipat datar (optik).
Rumus :
1. Mengontrol pembacaan benang tengah (t).
** a = benang atas ; b = benang bawah ; t = benang tengah
2. Jarak Optis
** 100 = faktor pengali alat (dari spesifikasi alat)
Sipat datar / Waterpass

Perencanaan Geometrik Jalan

Perencanaan geometrik adalah merupakan bagian dari perencanaan jalan keseluruhan. Ditinjau secara keseluruhan perencanaan geometrik harus dapat menjamin keselamatan maupun kenyamanan dari pemakai jalan. Untuk dapat menghasilkan suatu rencana jalan yang baik dan mendekati keadaan yang sebenarnya diperlukan suatu data dasar yang baik pula.
Perencanaan geometrik jalan juga merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimal pada arus lalu-lintas. Jadi tujuan dari perencanaann geometrik jalan adalah menghasilkan infrastruktur yang aman dan efisien pelayanan arus lalu lintas serta memaksimalkan biaya pelaksananaan ruang, bentuk dan ukuran. Jalan dapat dikatakan baik apabila dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan.
Secara geometrik, perencanaan jalan dibagi menjadi 2, yaitu perencanaan alinyemen horisontal dan alinyemen vertikal. Alinyemen horizontal atau trase suatu jalan adalah garis proyeksi sumbu jalan tegak lurus pada bidang peta, yang biasa disebut tikungan atau belokan. Sedangkan Alinyemen vertikal adalah garis potong yang dibentuk oleh bidang vertikal melalui sumbu jalan dengan bidang permukan pengerasan jalan, yang biasa disebut puncak tanjakan dan lembah turunan (jalan turun).

Tinjauan alinyemen horizontal secara keseluruhan
Ditinjau secara keseluruhan, penetapan alinyemen horizontal harus dapat menjamin keselamatan maupun kenyamanan bagi pemakai jalan. Untuk mencapai tujuan ini antara lain perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
  • ­ Sedapatnya mungkin menghindari broken back, artinya tikungan searah yang hanya dipisahkan oleh tangen yang pendek.
  • ­ Pada bagian yang relatif lurus dan panjang, jangan sampai terdapat tikungan yang tajam yang akan mengejutkan pengemudi.
  • ­ Kalau tidak sangat terpaksa jangan sampai menggunakan radius minimum, sebab jalan tersebut akan sulit mengikuti perkembangan-perkembangan mendatang.
  • ­ Dalam hal kita terpaksa menghadapi tikungan dengan lengkung majemuk harus diusahakan agar R1 > 1,5 R2.
  • ­ Pada tikungan berbentuk S maka panjang bagian tangen diantara kedua tikungan harus cukup untuk memberikan rounding pada ujung-ujung tepi perkerasan.
Menetapkan kecepatan rencana (design speed)
Untuk menetapkan alinyemen horizontal pada suatu rute, section ataupun segment dari suatu jalan, perlu diketahui terlebih dahulu ‘Topography” yang akan dilalui oleh trase jalan yang akan di design. Keadaan topograpi tersebut kemudian akan dijadikan dasar dalam menetapkan besarnya kecepatan rencana dari jalan yang akan direncanakan, setelah kelas jalan tersebut ditentukan.
Macam-macam kurva dalam alinyemen horizontal
Bentuk kurva dalam alinyemen horizontal terdiri atas :
  • Full Circle – FC (Lengkung Penuh) yaitu, Lengkung yang hanya terdiri dari bagian lengkung tanpa adanya peralihan. Yang dimaksud disini adalah hanya ada satu jari2 lingkaran pada lengkung tersebut. (lihat perbedaan dengan SCS)

  • Spiral-Circle-Spiral – SCS yaitu, Lengkung terdiri atas bagian lengkungan (Circle) dengan bagian peralihan (Spiral) untuk menghubungkan dengan bagian yang lurus FC. Dua bagian lengkung di kanan-kiri FC itulah yg disebut Spiral. (lihat perbedaan dengan FC).

  • Spiral-Spiral – SS yaitu, Lengkung yg hanya terdiri dari spiral-spiral saja tanpa adanya circle. Ini merupakan model SCS tanpa circle. Lengkung ini biasanya terdapat di tikungan dengan kecepatan sangat tinggi. (lihat perbedaan dengan SCS)


Tinjauan alinyemen vertikal secara keseluruhan
Ditinjau secara keseluruhan alinyemn vertikal harus dapat memberikan kenyamanan kepada pemakai jalan disamping bentuknya jangan sampai kaku. Untuk mencapai itu harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
  • ­ Sedapat mungkin menghindari broken back, grad line atinya jangan sampai kita mendesaign lengkung vertikal searah (cembung maupun cekung) yang hanya dipisahkan oleh tangen yang pendek.
  • ­ Menghindari hidden dip, artinya kalau kita mempunyai alinymen vertikal yang relatif datar dan lurus, jangan sampai didalamnnya terdapat lengkung-lengkung cekung yang pendek yang dari jauh kelihatannya tidak ada atau tersembunyi.
  • ­ Landai penurunan yang tajam dan panjang harus diikuti oleh pendakian agar secara otomatis kecepatan yang besar dari kendaraan dapat dikurangi.
  • ­ Kalau pada suatu potongan jalan kita menghadapi alinyemen vertikal dengan kelandaian yang tersususun dari prosentase kecil sampai besar, maka kelandaian yang paling curam harus ditaruh pada bagian permulaan landai, berturut-turut kemudian kelandaian yang lebih kecil. Sampai akhirnya yang paling kecil.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan
Alinyemen vertical direncanakan dengan mempertimbangkan antara lain hal-hal sebagai berikut :
  • Kecepatan rencana
Kecepatan rencana yang diambil harus disesuaikan dengan ketetapan yang telah dipakai pada alinyemen horizontal. Dengan demikian klasifikasi medan yang telah ditetapkan untuk alinyemen horizontal berikut wilayah-wilayah kecepatan rencananya harus dijadikan pegangan untuk menghitung tikungan-tikungan pada alinyemen vertikal. Kalau hal ini tidak dijaga akan diperoleh ketidak seimbangan, misalnya disatu pihak kita mempunyai kecepatan rencana yang tinggi untuk alinyemen horizontal, sedangkan alinyemen vertikalnya hanya mempunyai kecepatan rencana yang lebih rendah atau sebaliknya. Ini berarti akan merugikan pemakai jalan atau bahkan bias membahayakan pemakai jalan.
  • Topography
Keadaan topography ini earat hubungannya dengan volume pekerjaan tanah. Untuk terrain yang berat sering kita terpaksa harus menggunakan angka-angka kelandaian maximum pada alinyemen vertikal agar volumem pekerjaan tanah dapat dikurangi. Pada perencanaan jalan baru kita harus agak berhati-hati dalam menetapkan alinyemen vertikal. Sebab sekali kita kurang bijaksana dalam menetapkan kelandaian jalan, perbaikannya akan menuntut biaya yang sangat besar. Disamping itu penetapan kelandaian harus sedemikian sehingga tinggi galian atau dalamnya timbunan masih dalam batas-batas kemampuan pelaksanaan.
  • Fungsi jalan
Dalam merencanakan jalan (terutama didaerah perkotan) sering kita hadapi bahwa rencana jalan kita akan crossing dengan existing road. Sebelum menetapkan bentuk tersebut kita harus mengetahui betul, apa sebetulnya fungsi jalan kita maupun fungsi jalan yang dicross oleh kita jalan tersebut. Sehingga dengan demikian dapat kita tentukan bentuk-bentuk crossing tersebut. Dari bentuk-bentuk crossing tersebut baru dapat kita tentukan alinyemen vertikalnya.
  • Tebal perkerasan yang diperhitungkan
Untuk design jalan baru, tebal perkerasan tidak mempengaruhi penarikan alinyemen vertikal. Tapi untuk design yang sifatnya betterment, tebal perkerasan akan memegang peranan penting. Dalam hal ini penarikan alinyemenvertikal harus sudah sedemikian sehingga kedudukannya terhadap permukaan jalan lama mendekati atau sesuai dengan yang telah diperhitungkan.
  • Tanah dasar
Kadang-kadang kita terpaksa membuat jalan diatas tanah dasar yang sering kena banjir. Disini kita harus hati-hati artinya jangan sampai alinyemen vertikal kita tidak cukup tinggi. Kedudukan alinyemen vertikal harus sedemikian sehingga : Permukaan air banjir tidak mencapai lapis-lapis perkerasan. Cukup tinggi sampai kita dapat memasang culvert yang betul-betul bisa berfungsi.

Macam-macam contoh bentuk dalam alinyemen vertikal


FULL CIRCLE
Lengkung ini untuk R min < R rencana < Lengkung tanpa peralihan


SPIRAL CIRCLE  SPIRAL


SPIRAL SPIRAL
Lengkung yang hanya terdiri dari bagian spiral saja. Hal ini terjadi jika R min < R rencana < R lengkung peralihan dan Lc < 20m