TUJUAN PENGUJIAN PDA TEST

Tujuan pengujian tiang dengan Pile Driving Analyzer ( PDA ) adalah untuk mendapatkan data tentang :
1. Daya dukung aksial tiang.
2. Keutuhan / integritas tiang.
3. Efisiensi enerji yang ditransfer.




Jenis fondasi tiang yang dapat diuji dengan ‘PDA’ tidak terbatas pada tiang pancang saja. ‘PDA’ juga dapat digunakan untuk tiang yang dicor di tempat seperti tiang bor, tiang franki dan jenis fondasi tiang lainnya.
1. Daya Dukung Aksial Tiang
Penentuan daya dukung aksial tiang didasarkan pada karakteristik dari pantulan gelombang yang diberikan oleh reaksi tanah ( lengketan dan tahanan ujung ).
Korelasi yang baik antara daya dukung tiang yang diberikan dari hasil ‘PDA’ dengan cara statis yang konvensional telah diakui, yang membawa pada pengakuan ‘PDA’ sebagai metode yang sah dalam ASTM D-4945-1996.
Meski demikian, harus dicatat korelasi yang ditujukan dalam grafik didasar-kan pada hasil pengujian jika daya dukung batas ( ultimate ) dicapai baik dengan ‘PDA’ maupun dengan pengujian statis yang konvensional.

Keutuhan Tiang
Kerusakan pada fondasi tiang dapat terjadi karena beberapa hal antara lain pada saat pengangkatan tiang atau selama pemancangan tiang. Untuk tiang bor, pengecilan penampang dan longsornya tanah adalah kerusakan yang paling umum dijumpai. Kerusakan ini dapat dideteksi dengan ‘PDA’.
Berdasarkan ‘F’ ( gaya ) dan ‘V’ ( kecepatan ) yang terekam dari gelombang selama perambatannya sepanjang tiang, lokasi dari kerusakan dapat dideteksi dan luas penampang sisa dari tiang dapat diperkirakan.
Jika hanya keutuhan tiang saja yang dibutuhkan, sebuah sub-sistem dari ‘PDA’ yang disebut ‘ Pile Integrity Tester ‘ lebih ekonomis untuk digunakan dari pada ‘PDA’.
 
Efisiensi Palu Pancang
‘PDA’ mengukur enerji pemancangan actual yang ditranfer selama pengujian. Karena berat palu pancang dan tinggi jatuh palu pancang dapat diketahui, maka efisiensi enerji yang ditransfer dapat dihitung.

PERALATAN PDA TEST
Peralatan untuk pengujian ‘PDA’ terdiri dari :
1. Pile Driving Analyzer ( PDA ),
2. Dua (2) strain transducer.
3. Dua (2) accelerometer
4. Kabel Penghubung.






Peralatan dapat dimasukkan dalam kotak perjalanan yang cukup kuat. Setiap set ‘PDA’ dan perlengkapannya membutuhkan satu atau dua kotak yaitu berukuran sekitar 600 mm x 500 mm x 400 mm: dengan berat sekitar 30 kg.

PROSEDUR PENGUJIAN PDA TEST
Pengujian dinamis tiang didasarkan pada analisis gelombang satu dimensi yang terjadi ketika tiang dipukul oleh palu.

Regangan dan percepatan selama pemancangan diukur menggunakan strain transducer dan accelerometer. Dua buah strain transducer dan dua buah accelerometer dipasang pada bagian atas dari tiang yang diuji ( kira-kira 1,5- x diameter dari kepala tiang ).
Pemasangan kedua instrument pada setiap pengukuran dimaksudkan untuk menjamin hasil rekaman yang baik dan pengukuran tambahan jika salah satu instrument tidak bekerja dengan baik.
Pengukuran direkam oleh ‘PDA’ dan dianalisis dengan ‘ Case Method’ yang sudah umum dikenal, berdasarkan teori gelombang satu dimensi. Latar belakang teoristis pengujian dinamis tiang dapat dibaca pada lampiran A.
 
Pemasangan Instrumen
Pengujian dinamis dilaksanakan untuk memperkirakan daya dukung aksial tiang.
Karena itu, pemasangan instrument dilakukan sedemikian rupa sehingga pengaruh lentur selama pengujian dapat dihilangkan sebanyak mungkin.
Untuk itu harus dilakukan adalah :
1. Strain transducer harus dipasang pada garis netral dan accelerometer pada lokasi berlawanan secara diametral.
2. Posisi dari palu pancang harus tegak lurus terhadap garis strain transducer.
 
Persiapan Pengujian PDA TEST
Persiapan pengujian terdiri dari :
1. Penggalian tanah permukaan sekeliling kepala tiang, apabila kepala tiang
sama rata permukaan tanah.
2. Pengeboran lubang kecil pada tiang untuk pemasangan strain transducer dan accelerometer.
3. Pemasangan instrument.
 
Informasi yang diperlukan dalam PDA test.
1. Gambar yang menunjukan lokasi dan identifikasi tiang.
2. Tanggal pemancangan.
3. Panjang tiang dan luas penampang tiang.
4. Panjang tiang tertanam.
 
pedoman pengujian
Pengujian ‘PDA’ dilaksanakan berdasarkan prosedur yang tercantum dalam ASTMD-4945-1996.
 
Waktu Pengujian PDA test
Pengujian ‘PDA’ dapat dilakukan selama pemancangan untuk memonitori perkembangan daya dukung tiang sejalan dengan tiang masuk makin dalam, kenerja dari sistem pemancangan atau memonitor tegangan pada saat pemancangan yang ekstrim.
Tetapi umumnya ‘PDA’ digunakan untuk menentukan daya dukung jangka panjang tiang fondasi. Untuk tujuan ini, pengujian ‘PDA’ sebaiknya dilakukan beberapa hari setelah pemancangan, setelah gaya lengketan tanah mulai bekerja.

Sumber : http://sci-geoteknik.blogspot.com

STATIKA & MEKANIKA BAHAN

Ketentuan Statis
Suatu konstruksi rangka batang menjadi statis tertentu jika kita dapat menentukan reaksi tumpuan dan gaya batang masing-masing dengan syarat keseimbangan :

m + r = 2n ………………………………………………. statis tertentu
m + r > 2n ………………………………………………. stati tak tentu
Dimana :
m = Jumlah member
r = Jumlah reaksi
n = Jumlah nodal
Kestabilan Konstruksi Rangka Batang
Ketentuan rumus (A) hanya menentukan, bahwa suatu konstruksi rangka batangmenjadi statis tertentu, akan tetapi buka agar konstruksi menjadi stabil atau tidak.
m + r < 2n ………………………………………………. tidak stabil
m + r <= 2n ……………………………………….…….. tidak stabil bila reaksi searah atau pararel atau terjadi mekanisme keruntuhan (collapsible)
Kestabilan Konstruksi Rangka Batang
Dalam hal ini kestabilan ditentukan oleh :

Externally Stability : Suatu konstruksi rangka batang tidak stabil luar (externally unstability) jika reaksi searah atau paralel.

Internal Stability : Kemungkinan ditentukan oleh adanya perubahan pada rangka batang.

Derajad Kebebasan
Derajad kebebasan pada suatu struktur dapat ditentukan melalui komponen struktur yang memungkinkan untuk berdisplesmen termasuk nodal serta beberapa kondisi perletakkkan seperti yang disyaratkan.
Bentuk Pada Konstruksi Rangka Batang

Jembatan : jalan raya, kereta api, penyeberangan jalan kaki, irigasi, pipa gas, dll.
Gading-gading Kap : pabrik, workshop, gudang.
Tower / Menara

DOWNLOAD BELAJAR STATIKA MEKANIKA BAHAN. GAMBAR BIDANG M,D,N

Klik : Download

Sumber : http://sci-geoteknik.blogspot.com/

Stabilisasi Dangkal Tanah Lunak Untuk Konstruksi Timbunan Jalan (Dengan Semen dan Cerucuk)

Stabilisasi tanah dengan menggunakan semen pertama kali dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1935 dan sejak itu penggunaannya berkembang cukup pesat. Pondasi bangunan untuk rumah dan bangunan pabrik di Amerika dan Afrika Selatan hingga tahun 1949 yang didirikan diatas tanah dengan kondisinya kurang baik, banyak menggunakan cara-cara stabilisasi dangkal memakai semen.
Selama Perang Dunia, beberapa Negara menggunakan stabilisasi tanah dengan semen untuk konstruksi lapangan terbang. Pasca-Perang Dunia II penggunaan stabilisasi dangkal berkembang tidak terbatas untuk bangunan tempat tinggal atau bangunan pabrik akan tetapi juga di pakai untuk stabilisasi tanah dasar pada bangunan jalan-jalan lingkungan perumahan serta fondasi bawah (sub base) jalan raya. Untuk keperluan dinding saluran samping, kanal dan reservoir khususnya di  lingkungan perkebunan di Amerika pada saat itu stabilisasi tanahnya menggunakan semen cair atau biasa disebut dengan stabilisasi semen plastis yang berupa mortar.
Adapun stabilisasi tanah dengan menggunakan tiang kayu telah dilakukan sejak dulu oleh masyarakat kita di pedalaman akan tetapi masih terbatas hanya untuk menopang bangunan rumah yang sederhana. Pada abad ke-19, pemanfaatan tiang kayu ataupun tiang dengan bahan material lainnya sebagai konstruksi cerucuk semakin berkembang tidak terbatas hanya untuk bangunan rumah sederhana saja, akan tetapi untuk bangunan lainnya seperti :
jembatan, bangunan, bendung dan lain-lain.
Dari segi kinerja, stabilisasi dangkal dapat mengurangi penurunan total dan perbedaan penurunan, deformasi lateral, serta meningkatkan stabilitas fondasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Tanah lunak di Indonesia bervariasi mulai dari tanah inorganik, organik sampai gambut, sehingga masing-masing tipe tanah memiliki karakteristik yang berbeda sehingga efektifitas stabilisasi dangkal pun akan berbeda pula. Material pencampur yang digunakan untuk menstabilisasi lapisan permukaan akan berbeda pula untuk tiap jenis tanah. Stabilisasi dangkal, baik stabilisasi dengan menggunakan bahan semen atau kapur maupun menggunakan tiang cerucuk telah banyak diterapkan hampir di seluruh daerah di Indonesia seperti di Sumatra, Kalimantan dan Papua.
Penggunaan stabilisasi dangkal ini terutama untuk keperluan konstruksi jalan raya pada daerah yang miskin material agregat atau pada daerah tanah lunak. Stabilisasi tanah lunak dengan semen atau kapur dilakukan dalam peningkatan jalan-jalan pada daerah tanah lunak dengan kedalaman yang relatif tidak dalam, sedangkan stabilisasi pada tanah lunak dengan cerucuk untuk jalan yang melalui daerah berawa atau tanah lunak yang relatif agak dalam.
Dalam penerapan metode perbaikan tanah lunak dengan cara meningkatkan kekuatannya, teknik stabilisasi dangkal merupakan langkah pertama sebagai pendekatan yang layak dalam suatu proyek. Salah satu faktor yang sangat penting dalam penentuan ini adalah riwayat tegangan tanah, misalnya apabila tanah telah mengalami pra kompresi lebih dahulu sehingga tanah masih dalam kondisi/keadaan konsolidasi berlebih maka penggunaan stabilisasi dangkal kemungkinan tidak diperlukan.
Petunjuk mengenai prinsip-prinsip penggunaan stabilisasi dangkal dengan semen atau cerucuk dalam pembuatan konstruksi timbunan untuk jalan terdapat pada Pd T-11-2005-B. 
Silahkan diunduh Download Link 1 atau yang Download Link 2.

Mengenal Uji Tarik dan Sifat-sifat Mekanik Logam


image001Untuk mengetahui sifat-sifat suatu bahan, tentu kita harus mengadakan pengujian terhadap bahan tersebut. Ada empat jenis uji coba yang biasa dilakukan, yaitu uji tarik (tensile test), uji tekan (compression test), uji torsi (torsion test), dan uji geser (shear test). Dalam tulisan ini kita akan membahas tentang uji tarik dan sifat-sifat mekanik logam yang didapatkan dari interpretasi hasil uji tarik.
Uji tarik mungkin adalah cara pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujian ini sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi di seluruh dunia, misalnya di Amerika dengan ASTM E8 dan Jepang dengan JIS 2241. Dengan menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki cengkeraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff). Brand terkenal untuk alat uji tarik antara lain adalah antara lain adalah Shimadzu, Instron dan Dartec.

1. Mengapa melakukan Uji Tarik?
Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus menarik suatu bahan (dalam hal ini suatu logam) sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap yang berupa kurva seperti digambarkan pada Gbr.1. Kurva ini  menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut.
image004
Gbr.1 Gambaran singkat uji tarik dan datanya
Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan  ini umumnya disebut “Ultimate Tensile Strength” disingkat dengan UTS, dalam bahasa Indonesia disebut tegangan tarik maksimum.

Hukum Hooke
(Hooke’s Law)
Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke sebagai berikut:
rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan
Stress adalah beban dibagi luas penampang bahan dan strain adalah pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan.
Stress:  σ = F/A           F: gaya tarikan, A: luas penampang
Strain:  ε  = ΔL/L        ΔL: pertambahan panjang, L: panjang awal
Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:
E = σ / ε
Untuk memudahkan pembahasan, Gbr.1 kita modifikasi sedikit dari hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan panjang menjadi hubungan antara tegangan dan regangan (stress vs strain). Selanjutnya  kita dapatkan Gbr.2, yang merupakan kurva standar ketika melakukan eksperimen uji tarik.  E adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama  “Modulus Elastisitas” atau “Young Modulus”. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurva SS (SS curve).
image006
Gbr.2 Kurva tegangan-regangan
Bentuk bahan yang diuji, untuk logam biasanya dibuat spesimen dengan dimensi seperti pada Gbr.3 berikut.
image008
Gbr.3 Dimensi spesimen uji tarik (JIS Z2201).
image010
Gbr.4 Ilustrasi pengukur regangan pada spesimen
Perubahan panjang dari spesimen dideteksi lewat pengukur regangan (strain gage) yang ditempelkan pada spesimen seperti diilustrasikan pada Gbr.4. Bila pengukur regangan ini mengalami perubahan panjang dan penampang, terjadi perubahan nilai hambatan listrik yang dibaca oleh detektor dan kemudian dikonversi menjadi perubahan regangan.



2. Detail profil uji tarik dan sifat mekanik logam

Sekarang akan kita bahas profil data dari tensile test secara lebih detail. Untuk keperluan kebanyakan analisa teknik, data yang didapatkan dari uji tarik dapat digeneralisasi seperti pada Gbr.5.
image012
Gbr.5 Profil data hasil uji tarik
Kita akan membahas istilah mengenai sifat-sifat mekanik bahan dengan berpedoman pada hasil uji tarik seperti pada Gbr.5. Asumsikan bahwa kita melakukan uji tarik mulai dari titik O sampai D sesuai dengan arah panah dalam gambar.

Batas elastisσE ( elastic limit)
Dalam Gbr.5 dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu regangan “nol” pada titik O (lihat inset dalam Gbr.5). Tetapi bila beban ditarik sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan permanen dari bahan. Terdapat konvensi batas regangan permamen (permanent strain) sehingga masih disebut perubahan elastis yaitu kurang dari 0.03%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005% . Tidak ada standarisasi yang universal mengenai nilai ini. [1]
Batas proporsional σp (proportional limit)
Titik sampai di mana penerapan hukum Hook masih bisa ditolerir. Tidak ada standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis.

Deformasi plastis (plastic deformation)
Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada Gbr.5 yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing.
Tegangan luluh atas σuy (upper yield stress)
Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis.
Tegangan luluh bawah σly (lower yield stress)
Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini.
Regangan luluh εy (yield strain)
Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.
Regangan elastis εe (elastic strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.
Regangan plastis εp (plastic strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.

Regangan total (total strain)
Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT = εep. Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.
Tegangan tarik maksimum TTM (UTS, ultimate tensile strength)
Pada Gbr.5 ditunjukkan dengan titik C (σβ), merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
Kekuatan patah (breaking strength)
Pada Gbr.5 ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan di mana bahan yang diuji putus atau patah.
Tegangan luluh pada data tanpa batas jelas antara perubahan elastis dan plastis
Untuk hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linier dan landing yang jelas, tegangan luluh biasanya didefinisikan sebagai tegangan yang menghasilkan regangan permanen sebesar 0.2%, regangan ini disebut offset-strain (Gbr.6).
image014
Gbr.6 Penentuan tegangan luluh (yield stress) untuk kurva tanpa daerah linier
Perlu untuk diingat bahwa satuan SI untuk tegangan (stress) adalah Pa (Pascal, N/m2) dan strain adalah besaran tanpa satuan.

3. Istilah lain
Selanjutnya akan kita bahas beberapa istilah lain yang penting seputar interpretasi hasil uji tarik.
Kelenturan (ductility)
Merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat deformasi plastis yang terjadi sebelum suatu bahan putus atau gagal pada uji tarik. Bahan disebut lentur (ductile) bila regangan plastis yang terjadi sebelum putus lebih dari 5%, bila kurang dari itu suatu bahan disebut getas (brittle).
Derajat kelentingan (resilience)
Derajat kelentingan didefinisikan sebagai kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase perubahan elastis. Sering disebut dengan Modulus Kelentingan (Modulus of Resilience), dengan satuan strain energy per unit volume (Joule/m3 atau Pa). Dalam Gbr.1, modulus kelentingan ditunjukkan oleh luas daerah yang diarsir.
Derajat ketangguhan (toughness)
Kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase plastis sampai bahan tersebut putus. Sering disebut dengan Modulus Ketangguhan (modulus of toughness). Dalam Gbr.5, modulus ketangguhan sama dengan luas daerah dibawah kurva OABCD.
Pengerasan regang (strain hardening)
Sifat kebanyakan logam yang ditandai dengan naiknya nilai tegangan berbanding regangan setelah memasuki fase plastis.
Tegangan sejati , regangan sejati (true stress, true strain)
Dalam beberapa kasus definisi tegangan dan regangan seperti yang telah dibahas di atas tidak dapat dipakai. Untuk itu dipakai definisi tegangan dan regangan sejati, yaitu tegangan dan regangan berdasarkan luas penampang bahan secara real time. Detail definisi tegangan dan regangan sejati ini dapat dilihat pada Gbr.7.
image016
Gbr.7 Tegangan dan regangan berdasarkan panjang bahan sebenarnya
Referensi:
  1. Material Testing (Zairyou Shiken). Hajime Shudo. Uchidarokakuho, 1983.
  2. Material Science and Engineering: An Introduction. William D. Callister Jr. John Wiley&Sons, 2004.
  3. Strength of Materials. William Nash. Schaum’s Outlines, 1998.
Versi PDF yang lengkap dapat didownload di sini : Mengenal uji tarik

Analisa Break Even Point

Break event point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak mendapat untung maupun rugi/ impas (penghasilan = total biaya)
BEP amatlah penting kalau kita membuat usaha agar kita tidak mengalami kerugian, apa itu usaha jasa atau manufaktur.

Teknik analisis untuk mempelajari hubungan:

  • Biaya tetap (Fix Cost)
  • Biaya tidak tetap (Variable Cost)
  • Pendapatan (Revenue)
Breakeven => Penjualan = Biaya Total




Komponen Biaya Pada Industri Barang / Jasa
  • Biaya Tetap (Fix Cost)
  • Biaya overhead kantor
  • Biaya rutin, pajak, dll
  • Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)
  • Biaya Produksi
  • Biaya tak terduga lainnya

Biaya tetap adalah total biaya yang tidak akan mengalami perubahan apabila terjadi perubahan volume produksi. Biaya tetap secara total akan selalu konstan sampai tingkat kapasitas penuh. Biaya tetap merupakan biaya yang akan selalu terjadi walaupun perusahaan tidak berproduksi


Biaya variable adalah total biaya yang berubah-ubah tergantung dengan perubahan volume penjualan/produksi. Biaya variable akan berubah secara proposional dengan perubahan volume produksi







BEP Pada Industri Barang / Jasa
Harga Jual : Rp. x / unit
Biaya Produksi : Rp. y / unit
Biaya Tetap : Rp. z / unit
Misal S = jumlah unit terjual dalam 1 tahun
S =      z___
       ( x - y)


Contoh soal 1 (Industri barang)
Misal suatu perusahaan yang memproduksi televisi, mempunyai data biaya dan pendapatan sebagai berikut:
Biaya tetap perusahaan, pertahun Rp. 1.000.000.000,-
Biaya Produksi, untuk tiap unit televisi Rp. 500.000,-
Harga Jual, untuk tiap unit televisi Rp. 1.000.000,-
Misal x unit utk mencapai breakeven
1.000.000 (x) = 1.000.000.000 + 500.000 (x)
500.000 (x) = 1.000.000.000,-
x = 2000
Berarti perusahaan akan mencapai BEP setelah menjual sebanyak 2000 unit televisi




Contoh soal 2 (Industri jasa)
Suatu perusahaan jasa perhotelan mempunyai data biaya dan pendapatan sebagai berikut:
Biaya tetap, per tahun Rp. 2.000.000.000,-
Biaya pelayanan,perkamar, perhari Rp. 50.000,-
Harga jual, perkamar, perhari Rp. 200.000,-

200.000 (x) = (2.000.000.000/365) + 50.000 (x)
150.000 (x) = 2.000.000.000/365
X = + 37 kamar





Komponen Biaya Pada Industri Konstruksi

Biaya Modal (Capital Cost)

Biaya Langsung

Biaya bahan/material
Biaya upah tenaga
Biaya alat
Biaya subkontraktor
Biaya Overhead selama proyek berjalan

Biaya Tidak Langsung

Biaya overhead kantor (gaji karyawan, dsb) 
•Biaya Teknik (engineering cost) 
•Bunga 
•Biaya tak terduga (contingencies)


Biaya Tahunan (Annual Cost)

Biaya Pemeliharaan
Bunga
Depresiasi
BEP Pada Industri Konstruksi

BEP tidak dapat dihitung seperti pada industri barang dan tidak dapat terdeteksi dengan jelas.
Hal ini karena kegiatan jasa konstruksi memiliki ciri tersendiri yaitu:
  • Produknya tidak standar
  • Harga jual tidak standar
  • Waktu produksinya tidak standar
  • Lokasinya berpindah-pindah
  • Resiko satu proyek dengan yang lainnya berbeda-beda



Perencanaan Pelat Beton 1 (satu) Arah (SNI-03-2847-2002)

Perencanaan Pelat Beton 1 (satu) Arah, harus memperhatikan beban dan ukuran pelat serta jenis tumpuan tepi yang digunakan.

  1. Bila pelat dapat berputar (berotasi) bebas pada tumpuan, maka pelat dikatakan bertumpu bebas
  2. Bila tumpuan mampu mencegah pelat berotasi dan relatif sangat kaku terhadap momen puntir, maka pelat itu dikatakan terjepit penuh
  3. Bila balok tepi tidak cukup kuat untuk mencegah rotasi sama sekali, maka pelat itu terjepit sebagian (terjepit elastis)
Menurut bentuk geometri dan arah tulangan cara analisis pelat dibagi menjadi dua yaitu pelat satu arah dan pelat dua arah. Pada Bab ini kita akan membahas pelat 1 arah.

Pada Gambar di bawah ini disajikan contoh gambar dari pelat satu arah satu bentang dan pelat dua bentang/ menerus.



Analisis momen lentur pada pelat satu arah sebenarnya dapat dianggap sebagai gelegar diatas banyak tumpuan.

Selain itu pada SNI-03-2847-2002 mengijinkan untuk menentukan momen lentur dengan menggunakan koefisien momen, asalkan dipenuhi syarat-syarat seperti dibawah ini
  1. Panjang bentang seragam, jika ada perbedaan selisih bentang yang terpanjang dengan bentang sebelahnya yang lebih pendek maksimum 20%.
  2. Beban hidup harus < 3 kali beban mati
  3. Penentuan panjang L untuk bentang yang berbeda :
- Untuk momen lapangan, L = bentang bersih diantara tumpuan.
- Untuk momen tumpuan, L = rata-rata bentang bersih pada sebelah kiri dan kanan tumpuan.




Gambar 1. Koefisien momen pelat satu arah

Untuk dapat lebih memahami analisis perhitungan pelat satu arah, dibawah ini diberikan langkah-langkah perhitungan pelat satu arah sebagai berikut:

1. Tentukan tebal pelat, dengan syarat batas lendutan (Tabel 1.4).
2. Hitung beban-beban : beban mati, beban hidup dan beban berfaktor
3. Hitung momen akibat beban berfaktor (Tabel 2.1).
   ρ min < ρ < ρ mak
4. Tentukan diameter dan jarak tulangan, dengan memperhatikan lebar retak:





Untuk lebih jelas masalah perencanaan pelat lantai satu arah, silahkan lihat contoh soal perencanaan pelat lantai satu arah dibawah ini

Contoh :

Diketahui pelat lantai seperti pada gambar dibawah ditumpu bebas pada tembok bata, menahan beban hidup 150 kg/m2dan finishing penutup pelat (tegel,spesi,pasir urug) sebesar 120 kg/m2. Pelat ini terletak dalam lingkungan kering. Mutu beton fc’ = 20 MPa, Mutu baja fy = 240 MPa (Polos).



Ditanyakan : Tebal Pelat dan Penulangan yang diperlukan.

Penyelesaian:

1. Tentukan tebal pelat (berkenaan syarat lendutan).

Tebal minimum pelat hmin menurut Tabel 1.4, untuk fy = 240 MPa dan pelat ditumpu bebas pada dua tepi adalah :

hmin =
Tebal pelat ditentukan h = 0,14 m (= 140 mm).

2. Penghitungan Beban-Beban yang terjadi.
qu = 1,2 qd + 1,6 q1
qd akibat berat sendiri = 0,14 x 2,40 = 0,336 t/m2
qd dari finishing penutup lantai = 0,120 t/m2

Total beban mati qd = 0,456 t/m2
Beban hidup q1 = 0,150 t/m2

Beban berfaktor qu = 1,2 x 0,0,456 + 1,6 x 0,150
                            = 0,7872 t/m2

3. Penghitungan Momen-Momen yang terjadi

Dengan menggunakan koefisien momen, didapat :
Pada lapangan, Mu = 1/8 qu L2 = 1/8 x 0,7872 x 3,62
                            = 1,2753 tm

Pada tumpuan (memperhitungkan jepit tak terduga)
Mu = 1/24 qu L2 = 1/24 x 0,7872 x 3,62
      = 0,4251 tm

4. Penghitugnan Tulangan

Tebal pelat h = 140 mm
Tebal penutup p = 20 mm (pasal 1.3).
Ditentukan diameter tulangan f p = 10 mm

Tinggi efektif d = h – p – ½ f p








b. Tulangan Tumpuan


c. Tulangan Pembagi


5.Gambar Sketsa Penulangan



Semoga tulisan ini dapat memberikan inspirasi buat rekan-rekan.
Sumber : http://newkidjoy.blogspot.com

Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung

Untuk Mendesain sebuah gedung / bangunan tentunya salah satu yang harus kita perhitungkan adalah beban yang berkerja pada konstruksi gedung tersebut. Dengan mengetahui berapa besar beban yang berkerja pada suatu konstruksi maka kita akan dapat merancang kekuatan sebuah gedung sesuai dengan spesifikasi kekuatan yang akan kita desain berdasarkan kebutuhannya. Untuk itu maka dikeluarkanlah peraturan pembebanan gedung indonesia yang dikeluarkan oleh pemerintah sesuai dengan SNI yang berlaku. Peraturan pembebanan Gedung Indonesia ini diterbitkan guna mempermudah dalam perencanaan. Peraturan Pembebanan Gedung indonesia ini juga membantu kita dengan mempermudah kita dalam menentukan besarnya beban yang berkerja. Peraturan Pembebanan Gedung Indonesia tentunya menjamin kesesuaian beban dengan ketelitian yang baik karena Peraturan Pembebanan Gedung Indonesia yang diterbitkan oleh pemerintah sudah melewati beberapa pengujian, penelitian, perhitungan, serta pendalaman yang teliti oleh para ahli, sehingga dengan mengacu pada Peraturan Pembebanan Gedung Indonesia Ini akan memberikan perhitungan beban yang aman bagi struktur bangunan kita.

Peraturan Pembebanan Gedung Indonesia sebenarnya sudah terdapat pada SNI Perencanaan bangunan gedung Beton Bertulang, SNI Perencanaan Bangunan Tahan Gempa, Bahkan Peraturan Pembebanan Gedung Indonesia yang banyak dijual di toko-toko buku.

Dalam artikel ini saya akan memberikan rangkuman yang ada didalam peraturan pembebanan gedung di Indonesia yang umum / sering digunakan dalam perencanaan gedung.


Kombinasi Pembebanan :

- Pembebanan Tetap         : M + H

- Pembebanan Sementara  : M + H + A


                                      : M + H + G


- Pembebanan Khusus      : M + H + G

                                      : M + H + A + K


                                      : M + H + G + K


dengan,

M = Beban Mati, DL (Dead Load)

H = Beban Hidup, LL (Live Load)

A = Beban Angin, WL (Wind Load)

G = Beban Hidup, E (Earthquake)

K = Beban Khusus


Beban   Khusus,   beban   akibat   selisih   suhu,   pengangkatan   dan   pemasangan, penurunan pondasi, susut, gaya rem dari keran, gaya sentrifugal, getaran mesin.


Perencanaan komponen struktural gedung direncanakan dengan kekuatan batas (ULS), maka beban tersebut perlu dikalikan dengan faktor beban.


Kombinasi pembebanan dengan Faktor Beban yang dipakai adalah yang biasanya digunakan untuk bangunan tembokan sebagai berikut:

1.U = 1.4 DL
2. U = 1.4 DL + 1.6 LL
3. U = 1.4 DL + 1.6 LL + 1.4 (1.0 EQX + 0.3 EQY + 0.67 EQZ)
4. U = 1.4 DL + 1.6 LL + 1.4 (0.3 EQX + 1.0 EQY + 0.67 EQZ)
5. U = 0.9 DL + 1.4 (1.0 EQX + 0.3 EQY + 0.67 EQZ)
6. U = 0.9 DL + 1.4 (0.3 EQX + 1.0 EQY + 0.67 EQZ)
7. U = 1.2 DL + 1.2 LL ± 1.2 WA
8. U = 1.2 DL + 1.2 LL ± 1.2 WB

Dimana:
U = Beban ultimate
DL = Beban mati
LL = Beban hidup
EQ = Beban gempa
W = Beban angin

 Pada   peninjauan   beban   kerja   pada   tanah   dan   pondasi,   perhitungan   Daya   Dukung   Tanah (DDT) izin dapat dinaikkan (lihat tabel).
Jenis Tanah Pondasi Pembebanan Tetap DDT izin (kg/cm2) Pembebanan Sementara kenaikan DDT izin (%)
Keras ≥ 5,0 50
Sedang 2,0 – 5,0 30
Lunak 0,5 – 2,0 0 - 30
Sangat Lunak 0,0 - 0,5 0
Note : 1 kg/cm2 = 98,0665 kPa (kN/m2)

Faktor keamanan (SF ≥ 1,5) tinjauan terhadap guling, gelincir dll. Beban Mati, berat sendiri bahan bangunan komponen gedung.



BAHAN BANGUNAN.
Baja          : 7.850 kg/m3


Batu Alam : 2.600 kg/m3

Batu belah, batu bulat, batu gunung (berat tumpuk) : 1.500 kg/m3

Batu karang (berat tumpuk)  : 700 kg/m3

Batu pecah : 1.450 kg/m3

Besi tuang  : 7.250 kg/m3
Beton (1)    : 2.200 kg/m3


Beton bertulang (2)  : 2.400 kg/m3

Kayu (Kelas I) (3)     : 1.000 kg/m3
Kerikil, koral (kering udara sampai lembap, tanpa diayak)  : 1.650 kg/m3


Pasangan bata merah  : 1.700 kg/m3

Pasangan batu belah, batu belat, batu gunung : 2.200 kg/m3

Pasangan batu cetak    : 2.200 kg/m3

Pasangan batu karang  : 1.450 kg/m3


Pasir (kering udara sampai lembap) : 1.600 kg/m3

Pasir (jenuh air)             : 1.800 kg/m3

Pasir kerikil, koral (kering udara sampai lembap) : 1.850 kg/m3


Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai lembap) : 1.700 kg/m3

Tanah, lempung dan lanau (basah) : 2.000 kg/m3

Tanah hitam                  : 11.400 kg/m3


KOMPONEN GEDUNG
Adukan, per cm tebal :

- dari semen : 21 kg/m2

- dari kapur, semen merah atau tras : 17 kg/m2

Aspal, termasuk bahan-bahan mineral tambahan,  per cm tebal : 14 kg/m2


Dinding Pas. Bata merah :

- satu batu         : 450 kg/m2

- setengah batu : 250 kg/m2

Dinding pasangan batako :


Berlubang :

- tebal dinding 20 cm (HB 20)  : 200 kg/m2

- tebal dinding 10 cm (HB 10)  : 120 kg/m2

Tanpa lubang

-  tebal dinding 15 cm  : 300 kg/m2


-  tebal dinding 10 cm  : 200 kg/m2



Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya, tanpa penggantung langit-langit atau pengaku), terdiri dari :

- semen asbes (eternit dan bahan lain sejenis), dengan tebal maksimum 4 mm : 11 kg/m2

- kaca, dengan tebal 3 – 4 mm 10 kg/m2


Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit-langit dengan bentang maksimum 5m : 40 kg/m2,

dan untuk beban hidup maksimum : 200 kg/m2

Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan bentang maksimum 7 kg/m5m dan jarak s.k.s minimum 0,8 m

Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per m50 kg/m2


Bidang atap

Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso per m2      : 40 kg/m2

Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gordeng  : 10 kg/m2

Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso dan beton, 24 kg/mtanpa adukan, per cm tebal


Semen asbes gelombang (tebal 5 mm) : 11 kg/m2

Catatan :

(1) Nilai ini tidak berlaku untuk beton pengisi

(2) Untuk beton getar, beton kejut, beton mampat dan beton padat lain sejenis, berat sendirinya harus ditentukan sendiri.

(3) Nilai ini adalah nilai rata-rata, untuk jenis kayu tertentu lihat Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia.




Beban Hidup pada lantai gedung, sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai dengan

kegunaan dan juga dinding pemisah ringan (q ≤ 100 kg/m'). Beban berat dari lemari arsip, alat dan mesin harus ditentukan tersendiri.


Tabel Beban Hidup pada Lantai Gedung.

a Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang disebut dalam b. 200 kg/m2
b Lantai dan tangga rumah sederhana dan gudang-gudang tidak penting yang bukan untuk toko, pabrik atau bengkel. 125 kg/m2
c Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran, hotel, asrama dan rumah sakit. 250 kg/m2
d Lantai ruang olah raga 400 kg/m2
e Lantai ruang dansa 500 kg/m2
f Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan yang lain dari pada yang disebut dalam a s/d e, seperti masjid, gereja, ruang pagelaran, ruang rapat, bioskop dan panggung penonton 400 kg/m2
g Panggung penonton dengan tempat duduk tidak tetap atau untuk penonton yang berdiri. 500 kg/m2
h Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam c 300 kg/m2
i Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam d, e, f dan g. 500 kg/m2
j Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam c, d, e, f dan g. 250 kg/m2
k Lantai untuk:  pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip, toko buku, toko besi, ruang alat-alat dan ruang mesin, harus direncanakan terhadap beban hidup yang ditentukan tersendiri, dengan minimum 400 kg/m2
l Lantai gedung parkir bertingkat:


- untuk lantai bawah 800 kg/m2

- untuk lantai tingkat lainnya 400 kg/m2
m Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus direncanakan terhadap beban hidup dari lantai ruang yang berbatasan, dengan minimum 300 kg/m2


Beban Hidup pada atap gedung, yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil minimum sebesar 100 kg/m2 bidang datar.
Atap dan/atau bagian atap yang  tidak dapat dicapai  dan dibebani oleh orang, harus diambil yang menentukan (terbesar) dari:
  • Beban terbagi rata air hujan, Wah = 40 - 0,8 α
  • dengan α = sudut kemiringan atap, derajat ( jika α > 50o dapat diabaikan).Wah  = beban air hujan, kg/m2 (min. Wah atau 20 kg/m2).
  • Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar minimum 100 kg.
Balok   tepi   atau   gordeng   tepi   dari   atap   yang   tidak   cukup   ditunjang   oleh   dinding   atauvpenunjang   lainnya   dan   pada   kantilever   harus   ditinjau   kemungkinan   adanya   beban   hidup terpusat sebesar minimum 200 kg.

Beban Hidup  Horizontal perlu ditinjau akibat gaya desak orang yang nilainya berkisar 5% s/d 10% dari beban hidup vertikal (gravitasi).


Reduksi Beban Hidup  pada perencanaan  balok induk dan portal (beban vertikal/gravitasi), untuk   memperhitungkan  peluang   terjadinya  nilai   beban   hidup   yang   berubah-ubah,   beban hidup merata tersebut dapat dikalikan dengan koefisien reduksi.

Pada perhitungan gempa beban hidup yang berkerja pada lantai dapat direduksi hingga 30%

Sumber : Berbagai Sumber

Definisi Pelat Satu Arah dan Pelat Dua Arah

Sistem perencanaan tulangan Pelat Beton pada dasarnya dibagi menjadi 2 macam yaitu :

  1. Sistem perencanaan pelat dengan tulangan pokok satu arah (selanjutnya disebut : pelat satu arah/ one way slab)
  2. Sistem perencanaan pelat dengan tulangan pokok dua arah (disebut pelat dua arah/two way slab)
Apabila Lx >= 0,4  Ly seperti gambar dibawah , pelat dianggap sebagai menumpu pada balok B1,B2,B3,B4 yang lazimnya disebut sebagai pelat yang menumpu keempat sisinya disebut sebagai pelat yang menumpu keempat sisinya. Dengan demikian pelat tersebut dipandang sebagai pelat dua arah (arah x dan arah y), tulangan pelat dipasang pada kedua arah yang besarnya sebanding dengan momen-momen setiap arah yang timbul.




Apabila Lx < 0,4 Ly Seperti pada gambar di atas pelat tersebut dapat dianggap sebagai pelat menumpu balok B1 dan B3, sedangkan balok B2 dan B4 hanya kecil didalam memikul beban pelat. Dengan demikian pelat dapat dipandang sebagai pelat satu arah (arah x), tulangan utama dipasang pada arah x dan pada arah y hanya sebagai tulangan pembagi.

1) Penulangan pelat satu arah
a) Konstruksi pelat satu arah.Pelat dengan tulangan pokok satu arah ini akan dijumpai jika pelat beton lebih dominan menahan beban yang berupa momen lentur pada bentang satu arah saja.Contoh pelat satu arah adalah pelat kantilever (luifel) dan pelat yang ditumpu oleh 2 tumpuan.
Karena momen lentur hanya bekerja pada 1 arah saja, yaitu searah bentang L (lihat gambar di bawah), maka tulangan pokok juga dipasang 1 arah yang searah bentang L tersebut. Untuk menjaga agar kedudukan tulangan pokok (pada saat pengecoran beton) tidak berubah dari tempat semula maka dipasang pula tulangan tambahan yang arahnya tegak lurus tulangan pokok. Tulangan tambahan ini lazim disebut : tulangan bagi. (seperti terlihat pada gambar di bawah).
Kedudukan tulangan pokok dan tulangan bagi selalu bersilangan tegak lurus, tulangan pokok dipasang dekat dengan tepi luar beton, sedangkan tulangan bagi dipasang di bagian dalamnya dan menempel pada tulangan pokok.Tepat pada lokasi persilangan tersebut, kedua tulangan diikat kuat dengan kawat binddraad. Fungsi tulangan bagi, selain memperkuat kedudukan tulangan pokok, juga sebagai tulangan untuk penahan retak beton akibat susut dan perbedaan suhu beton.
 
Gambar di atas adalah pelat dengan tulangan pokok 1 arah
b) Simbol gambar penulangan.Pada pelat kantilever, karena momennya negatif, maka tulangan pokok (dan tulangan bagi) dipasang di atas. Jika dilihat gambar penulangan Tampak depan (gambar (a)), maka tampak jelas bahwa tulangan pokok dipasang paling atas (dekat dengan tepi luar beton), sedangkan tulangan bagi menempel di bawahnya. Tetapi jika dilihat pada gambar Tampak Atas (gambar (a)), pada garis tersebut hanya tampak tulangan horizontal dan vertikal bersilangan, sehingga sulit dipahami tulangan mana yang seharusnya dipasang di atas atau menempel di bawahnya. Untuk mengatasi kesulitan ini, perlu aturan penggambaran dan simbol-simbol sbb :
 
2) Penulangan pelat 2 arah
a) Konstruksi pelat 2 arah.Pelat dengan tulangan pokok 2 arah ini akan dijumpai jika pelat beton menahan beban yang berupa momen lentur pada bentang 2 arah. Contoh pelat 2 arah adalah pelat yang ditumpu oleh 4 sisi yang saling sejajar.
Karena momen lentur bekerja pada 2 arah, yaitu searah dengan bentang (lx) dan bentang (ly), maka tulangan pokok juga dipasang pada 2 arah yang saling tegak lurus(bersilangan), sehingga tidak perlu tulangan lagi. Tetapi pada pelat di daerah tumpuan hanya bekerja momen lentur 1 arah saja, sehingga untuk daerah tumpuan ini tetap dipasang tulangan pokok dan bagi, seperti terlihat pada gambar dibawah. Bentang (ly) selalu dipilih > atau = (lx), tetapi momennya Mly selalu < atau = Mlx, sehingga tulangan arah (lx) (momen yang besar ) dipasang di dekat tepi luar (urutan ke-1)
Simbol gambar di atas sama dengan simbol pada gambar penulangan 1 arah.
Perlu ditegaskan : untuk pelat 2 arah, bahwa di daerah lapangan hanya ada tulangan pokok saja (baik arah lx maupun arah ly) yang saling bersilangan, di daerah tumpuan ada tulangan pokok dan tulangan bagi.
 
pustaka : Balok dan pelat beton bertulang, Ali Asroni
Sumber : http://kampuzsipil.blogspot.com

Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 Download

Sepertinya banyak permintaan mengenai Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, sehingga saya pikir dengan adanya postingan ini akan bisa membantu. Bagi yang ingin mendownload, saya sudah menyediakan link download nya di kolom DOWNLOAD FILE  di sebelah kiri atau langsung klik di sini untuk download melalui ziddu, dan  klik di sini untuk download melalui halaman scribd.

Untuk diketahui MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia) 1997 adalah buku manual/panduan (yang disertai piranti lunaknya, KAJI) yang digunakan untuk menghitung kapasitas dan perilaku lalulintas di segmen-segmen jalan (mikro) di Indonesia, sehingga tidak dapat digunakan untuk melihat atau menganalisis kinerja jaringan jalan secara makro. Analisis kinerja jaringan jalan membutuhkan software pemodelan, bukan software seperti KAJI. Di Amerika Serikat, MKJInya bernama AHCM (American Highway Capacity Manual).

Penggunaan MKJI 1997 biasanya digunakan untuk melihat kinerja simpang (bersinyal dan tidak bersinyal), kinerja ruas jalan, jalinan, dll yang terisolasi(isolated), jadi sifatnya tertutup pada sebuah segmen.

Sumber :  RizkiBeo the Transporter

Cara Cepat Menganalisa Harga Bangunan

Bagaimana Cara Cepat Menganalisa Harga Bangunan?? Sebelum memulai renovasi/membangun rumah/ruko/dll, harus dipersiapkan RAB /rencana anggaran biayanya. Bagaimana cara menghitung biaya renovasi rumah atau pembangunan rumah? Berikut beberapa tipsnya.
BIAYA MEMBANGUN DARI AWAL

Biaya permeter saat ini untuk membangun bangunan dari tanah kosong adalah berkisar Rp. 2,5jt – Rp. 3jt/m2. Maka menghitung biayanya adalah dengan mengkalikan luas bangunan dengan nilai permeter.

LUAS BANGUNAN X Rp. 2,5jt = TOTAL BIAYA BANGUNAN

Jika rumah bertingkat, maka total luas bangunan yang digunakan adalah keseluruhan lantai (bawah+atas) baru kemudian dikalikan dengan biaya pembangunan permeter.

Jika rumah menggunakan standar bahan bangunan yang lebih sederhana seperti untuk kost atau kontrakan, maka harga nya bisa diturunkan ke Rp. 2jt/m2.

BIAYA RENOVASI BANGUNAN

Menghitung biaya renovasi rumah tanpa merubah struktur bangunan adalah sbb:

1 – Biaya penggantian lapisan lantai keramik berkisar Rp. 150rb – Rp. 200rb/m2
2 – Biaya cat ulang dinding Rp. 20rb -25rb/m2
3 – Biaya ganti plafond gypsum Rp. 110rb/m2 atau hanya pengecatan ulang Rp. 20rb/m2
4 – Biaya ganti rangka atap menjadi rangka galvanize Rp. 150rb – Rp. 175rb/m2

Cara menghitungnya adalah, siapkan ukuran yang akan dikerjakan untuk poin 1,2, 3 dan 4 dengan cara mengukur ruangan yang akan direnovasi. Kemudian kalikan masing-masing poin dengan biaya permeternya, baru kemudian ditotal keseluruhannya. Maka anda akan mendapatkan biaya perkiraan renovasi rumah anda.

sumber : http://benerinrumah.wordpress.com

Konstruksi Struktur Kayu

Kayu merupakan bahan produk alam, hutan. Kayu merupakan bahan bangunan yang banyak disukai orang atas pertimbangan tampilan maupun kekuatan. Dari aspek kekuatan, kayu cukup kuat dan kaku walaupun bahan kayu tidak sepadat bahan baja atau beton. Kayu mudah dikerjakan – disambung dengan alat relatif sederhana. Bahan kayu merupakan bahan yang dapat didaur ulang. Karena dari bahan alami, kayu merupakan bahan bangunan ramah lingkungan.
Karena berasal dari alam kita tak dapat mengontrol kualitas bahan kayu. Sering kita jumpai cacat produk kayu gergajian baik yang disebabkan proses tumbuh maupun kesalahan akibat olah dari produk kayu. Dibanding dengan bahan beton dan baja, kayu memiliki kekurangan terkait dengan ketahanan-keawetan. Kayu dapat membusuk karena jamur dan kandungan air yang berlebihan, lapuk karena serangan hama dan kayu lebih mudah terbakar jika tersulut api.
Kayu merupakan bahan yang dapat menyerap air disekitarnya (hygroscopic), dan dapat mengembang dan menyusut sesuai kandungan air tersebut. Karenanya, kadar air kayu merupakan salah satu syarat kualitas produk kayu gergajian. Jika dimaksudkan menerima beban, kayu memiliki karakter kekuatan yang berbeda dari bahan baja maupun beton terkait dengan arah beban dan pengaruh kimiawi. Karena struktur serat kayu memiliki nilai kekuatan yang berbeda saat menerima beban. Kayu memiliki kekuatan lebih besar saat menerima gaya sejajar dengan serat kayu dan lemah saat menerima beban tegak lurus arah serat kayu. Ilustrasi kekuatan serat kayu dalam menerima beban dapat ditunjukkan pada Gambar 8.1.

8.1.1. Penebangan, Penggergajian dan Pengawetan

Produksi kayu gergajian (lumber), batang kayu segi empat panjang (balok) yang dipakai untuk konstruksi dimulai dari penebangan pohon di hutan alam dan hutan tanaman industri. Kayu gelondongan (log) hasil tebang diangkut ke pabrik penggergajian. Untuk menghasilkan produk kayu gergajian yang baik dan efisien terdapat teknologi penggergajian yang harus diketahui dalam kaitannya dengan penyusutan kayu saat pengeringan. Terdapat 3 metoda penggergajian, lurus (plain sawing), perempat bagian (quarter sawing) dan penggergajian tipikal (typical sawing).
Sesuai proses pertumbuhan kayu, kayu bagian dalam merupakan kayu yang lebih dulu terbentuk dari kayu bagian luar. Karenanya kayu bagian dalam mengalami susut lebih kecil dari kayu luar. Tanpa memperhitungkan susut tersebut, hasil gergajian akan menghasilkan bentuk kurang berkualitas.

8.1.2. Pengeringan Kayu

Kayu baru tebang memiliki kadar air yang tinggi, 200% - 300%. Setelah ditebang kandungan air tersebut berangsur berkurang karena menguap. Mulanya air bebas atau air di luar serat (free water) yang menguap. Penguapan ini masih menyisakan 25% - 35% kandungan air. Selanjutnya penguapan air dalam serat (bound water). Kayu dapat di keringkan melalui udara alam bebas selama beberapa bulan atau dengan menggunakan dapur pengering (kiln). Kayu dapat dikeringkan ke kadar sesuai permintaan. Kadar air kayu untuk kuda - kuda biasanya harus kurang dari atau sama dengan 19 persen. Kadang diminta kadar air kayu hingga 15% (MC 15). Namun karena kayu bersifat higroskopis, pengaruh kelembaban udara sekitar kayu akan mempengaruhi kadar air kayu yang akan mempengaruhi kembang susut kayu dan kekuatannya.

8.1.3. Pengawetan Kayu

Proses ideal olah produk kayu selanjutnya adalah pengawetan. Pengawetan dapat dilakukan dengan cara merendam atau mencuci dengan maksud membersihkan zat makanan dalam kayu agar tidak diserang hama. Sedangkan cara lain adalah dengan pemberian bahan kimia melalui perendaman dan cara coating atau pengecatan.

8.1.4. Cacat Kayu

Pada sebuah batang kayu, terdapat ketidak teraturan struktur serat yang disebabkan karakter tumbuh kayu atau kesalahan proses produksi. Ketidak teraturan atau cacat yang umum adalah mata kayu, yang merupakan sambungan cabang pada batang utama kayu. Mata kayu ini kadang berbentuk lubang karena cabang tersambung busuk atau lapuk atau diserang hama atau serangga. Cacat ini sudah tentu mengurangi kekuatan kayu dalam menerima beban konstruksi.
Cacat akibat proses produksi umumnya disebabkan oleh kesalahan penggergajian dan proses pengeringan penyusutan. Cacat ini dapat berupa retak, crooking, bowing, twisting (baling), cupping dan wane (tepian batang bulat) karena penggergajian yang terlalu dekat dengan lingkaran luar kayu.

8.2. Penggolongan Produk Kayu di Pasaran

Saat ini produk kayu sangat beragam. Produk kayu solid/asli umumnya berupa kayu gergajian baik berupa balok maupun papan. Sedangkan produk kayu buatan dapat merupa vinir (veneer), papan lapis, triplek/plywood/multiplek dan bahkan kayu laminasi (glue laminated timber).

8.2.1. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia

Secara singkat peraturan ini dimaksudkan untuk memberikan acuan baku terkait dengan aturan umum, aturan pemeriksaan dan mutu, aturan perhitungan, sambungan dan alat sambung konstruksi kayu hingga tahap pendirian bangunan dan persyaratannya. Pada buku tersebut juga telah dicantumkan jenis dan nama kayu Indonesia, indeks sifat kayu dan klasifikasinya, kekuatan dan keawetannya.

8.2.2. Klasifikasi Produk Kayu

Penggolongan kayu dapat ditinjau dari aspek fisik, mekanik dan keawetan. Secara fisik terdapat klasifikasi kayu lunak dan kayu keras. Kayu keras biasanya memiliki berat satuan (berat jenis) lebih tinggi dari kayu lunak. Klasifikasi fisik lain adalah terkait dengan kelurusan dan mutu muka kayu. Terdapat mutu kayu di perdagangan A, B dan C yang merupakan penggolongan kayu secara visual terkait dengan kualitas muka (cacat atau tidak) arah - pola serat dan kelurusan batang. Kadang klasifikasi ini menerangkan kadar air dari produk kayu.
  • Kayu mutu kering udara
  1. Besar mata kayu maksimum 1/6 lebar kecil tampang / 3,5 cm
  2. Tak boleh mengandung kayu gubal lebih dari 1/10 tinggi balok
  3. Miring arah serat maksimum adalah 1/7
  4. Retak arah radial maksimum 1/3 tebal dan arah lingkaran tumbuh 1/4 tebal kayu
  • Kayu mutu kering udara 15% - 30%
  1. Besar mata kayu maksimum 1/4 lebar kecil tampang / 5 cm
  2. Tak boleh mengandung kayu gubal lebih dari 1/10 tinggi balok
  3. Miring arah serat maksimum adalah 1/10
  4. Retak arah radial maksimum ¼ tebal dan arah lingkaran tumbuh 1/5 tebal kayu
  • Konsekuensi dari kelas visual B harus memperhitungkan reduksi kekuatan dari mutu A dengan faktor pengali sebesar 0.75 (PKKI, 1961, pasal 5)

8.2.3. Kelas Kuat Kayu

Sebagaimana di kemukakan pada sifat umum kayu, kayu akan lebih kuat jika menerima beban sejajar dengan arah serat dari pada menerima beban tegak lurus serat. Ini karena struktur serat kayu yang berlubang. Semakin rapat serat, kayu umumnya memiliki kekuatan yang lebih dari kayu dengan serat tidak rapat. Kerapatan ini umumnya ditandai dengan berat kayu persatuan volume / berat jenis kayu. Ilustrasi arah kekuatan kayu dapat ditunjukkan pada Gambar 8.7. dan Gambar 8.8.
Angka kekuatan kayu dinyatakan dapan besaran tegangan, gaya yang dapat diterima per satuan luas. Terhadap arah serat, terdapat kekuatan kayu sejajar (//) serat dan kekuatan kayu tegak lurus (⊥) serat yang masing - masing memilki besaran yang berbeda. Terdapat pula dua macam besaran tegangan kayu, tegangan absolute / uji lab dan tegangan ijin untuk perancangan konstruksi. Tegangan ijin tersebut telah memperhitungkan angka keamanan sebesar 5 - 10. Dalam buku Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI - NI - 5) tahun 1961, kayu di Indonesia diklasifikasikan ke dalam kelas kuat I (yang paling kuat), II, III, IV (paling lemah). Tabel 8.1, menunjukkan kelas berat jenis kayu dan besaran kuat kayu.

8.2.4. Kelas Awet

Berdasarkan pemakaian, kondisinya dan perlakuannya, kayu dibedakan atas kelas awet I (yang paling awet) – V (yang paling tidak awet). Kondisi kayu dimaksud adalah lingkungan/tempat kayu digunakan sebagai batang struktur. Sedangkan perlakuan meliputi pelapisan/tindakan lain agar kayu terhindar/terlindungi dari kadar air dan ancaman serangga. Tabel kelas awet dan kondisinya dapat dikemukakan dalam Tabel 8.2.

8.3. Sistem Struktur dan Sambungan dalam Konstruksi Kayu

Hampir semua sistem struktur yang menggunakan kayu sebagai material dasar dapat dikelompokkan ke dalam elemen linear yang membentang dua arah. Susunan hirarki sistem struktur ini adalah khusus.
RANGKA RINGAN.
Sistem struktur joists ringan pada Gambar 8.9(a) adalah konstruksi kayu yang paling banyak digunakan pada saat ini. Sistem joists lanta terutama sangat berguna untuk beban hidup ringan yang terdistribusi merata dan untuk bentang yang tidak besar. Kondisi demikian umumnya dijumpai pada konstruksi rumah. Joists pada umumnya menggunakan tumpuan sederhana karena untuk membuat tumpuan vang dapat menahan momen diperlukan konstruksi khusus. Pada umumnya, lantai dianggap tidak monolit dengan joists kecuali apabila digunakan konstruksi khusus yang menyatukannya.
Sistem tumpuan vertikal yang umum digunakan adalah dinding pemikul beban yang dapat terbuat dari bata atau dari susunan elemen kayu (plywood). Dalam hal yang terakhir ini, tahanan lateral pada susunan struktur secara keseluruhan terhadap beban horizontal diperoleh dengan menyusun dinding berlapisan plywood yang berfungsi sebagai bidangbidang geser. Struktur demikian pada umumnya dibatasi hanya sampai tiga atau empat lantai. Pembatasan ini tidak hanya karena alasan kapasitas pikul bebannya, tetapi juga karena persyaratan keamanan terhadap kebakaran yang umum diberikan pada peraturan-peraturan mengenai gedung. Karena setiap elemen pada sistem struktur ini diletakkan di tempatnya secara individual, maka banvak fleksibilitas dalam penggunaan sistem tersebut, termasuk juga dalam merencanakan hubungan di antara elemen-elemennya.
ELEMEN KULIT BERTEGANGAN (STRESSED SKIN ELEMENTS).
Elemen kulit bertegangan tentu saja berkaitan dengan sistem joists standar [lihat Gambar 8.9(b)]. Pada elemen-elemen ini, kayu lapis disatukan dengan balok memanjang sehingga sistem ini dapat. berlaku secara integral dalam molekul lentur. Dengan demikian, sistem yang diperoleh akan bersifat sebagai plat.
Kekakuan sistem ini juga meningkat karena adanya penyatuan tersebut. Dengan demikian, tinggi struktural akan lebih kecil dibandingkan dengan sistem joist standar. Elemen kulit bertegangan ini pada umumnya dibuat tidak di lokasi, dan dibawa ke lokasi sebagai modul-modul. Kegunaannya akan semakin meningkat apabila modul-modul ini dapat dipakai secara berulang. Elemen demikian dapat digunakan pada berbagai struktur, termasuk juga sistem plat lipat berbentang besar.
BALOK BOKS.
Perilaku yang diberikan oleh kotak balok dari kayu lapis [lihat Gambar 8.9(c)] memungkinkan penggunaannya untuk berbagai ukuran bentang dan kondisi pembebanan. Sistem yang demikian sangat berguna pada situasi bentang besar atau apabila ada kondisi beban yang khusus. Balok boks dapat secara efisien mempunyai bentang lebih besar daripada balok homogen maupun balok berlapis. KONSTRUKSI KAYU BERAT Sebelum sistem joists ringan banyak digunakan, sistem balok kayu berat dengan papan transversal telah banyak digunakan [lihat Gambar 8.9(e)]. Balok kayu berlapisan sekarang banyak digunakan sebagai alternatif dari balok homogen. Sistem demikian dapat mempunyai kapasitas pikul beban dan bentang lebih besar daripada sistem joist. Sebagai contoh, dengan balok berlapisan, bentang yang relatif besar adalah mungkin karena tinggi elemen struktur dapat dengan mudah kita peroleh dengan menambah lapisan. Elemen demikian umumnya bertumpuan sederhana, tetapi kita dapat juga memperoleh, tumpuan yang mampu memikul momen dengan menggunakan konstruksi khusus.
RANGKA BATANG
Rangka batang kayu merupakan sistem berbentang satu arah yang paling banyak digunakan karena dapat dengan mudah menggunakan banyak variasi dalam konfigurasi dan ukuran batang. Rangka batang dapat dibuat tidak secara besar-besaran, tetapi dapat dibuat secara khusus untuk kondisi beban dan bentang tertentu. Sekalipun demikian, kita juga. membuat rangka batang secara besar-besaran (mass production). Rangka batang demikian umumnya digunakan pada situasi bentang tidak besar dan beban ringan. Rangka batang tnissed rafter pada Gambar 8.9(g) misalnya, banyak digunakan sebagai konstruksi atap pada bangunan rumah. Sistem yang terlihat pada Gambar 8.9(b) analog dengan balok baja web terbuka dan berguna untuk situasi bentang besar (khususnya untuk atap). Sistem penumpu vertikal pada struktur ini umumnya berupa dinding batu atau kolom kayu. Tahanan terhadap beban lateral pada struktur ini umumnya diperoleh dengan menggunakan dinding tersebut sebagai bidang geser. Apabila bukan dinding, melainkan kolom yang digunakan, pengekang (bracing) dapat pula digunakan untuk meningkatkan kestabilan struktur terhadap beban lateral. Peningkatan kestabilan dengan menggunakan titik hubung kaku dapat saja digunakan untuk struktur rendah, tetapi hal ini jarang dilakukan.
PLAT LIPAT DAN PANEL PELENGKUNG
Banyak struktur plat lengkung atau plat datar yang umumnya berupa elemen berbentang satu, yang dapat dibuat dari kayu. Kebanyakan struktur tersebut menggunakan kayu lapis. Gambar 8.9(j) dan (k) mengilustrasikan dua contoh struktur itu.
PELENGKUNG
Bentuk pelengkung standar dapat dibuat dari kayu. Elemen berlapisan paling sering digunakan. Hampir semua bentuk pelengkung dapat dibuat dengan menggunakan kayu. Bentang yang relatif panjang dapat saja diperoleh. Struktur-struktur ini umumnya berguna sebagai atap saja. Kebanyakan bersendi dua atau tiga, dan tidak dijepit.
LAMELLA
Konstruksi lamella merupakan suatu cara untuk membuat permukaan lengkung tunggal atau ganda dari potongan-potongan kecil kayu [lihat Gambar 8.9(l)]. Konstruksi yang menarik ini dapat digunakan untuk membuat permukaan silindris berbentang besar, juga untuk struktur kubah. Sistem ini sangat banyak digunakan, terutama pada struktur atap.
UKURAN ELEMEN
Gambar 8.10 mengilustrasikan kira-kira batas-batas bentang untuk berbagai jenis struktur kayu. Bentang "maksimum" yang diperlihatkan pada diagram ini bukanlah bentang maksimum yang mungkin, melainkan batas bentang terbesar yang umum dijumpai. Batasan bentang minimum menunjukkan bentang terkecil yang masih ekonomis. Juga diperlihatkan kira-kira batas-batas tinggi untuk berbagai bentang setiap sistem. Angka yang kecil menunjukkan tinggi minimum yang umum untuk sistem yang bersangkutan dan angka lainnya menunjukkan tinggi maksimumnya. Tinggi sekitar L/20, misalnya, mengandung arti bahwa elemen struktur yang bentangnya 16 ft (4,9 m) harus mempunyai tinggi sekitar 16 ft/20 = 0,8 ft (0,24 m).
Kolom kayu pada umumnya mempunyai perbandingan tebal terhadap tinggi (t/h) bervariasi antara 1 : 25 untuk kolom yang dibebani tidak besar dan relatif pendek, atau sekitar 1 : 10 untuk kolom yang dibebani besar pada gedung bertingkat, Dinding yang dibuat dari elemen-elemen kayu mempunyai perbandingan t/h bervariasi dari I : 30 sampai I : 15.

8.3.1. Produk Alat Sambung untuk Struktur Kayu

a) Alat Sambung Paku

Paku merupakan alat sambung yang umum dipakai dalam konstruksi maupun struktur kayu. Ini karena alat sambung ini cukup mudah pemasangannya. Paku tersedia dalam berbagai bentuk, dari paku polos hingga paku ulir. Spesifikasi produk paku dapat dikenali dari panjang paku dan diameter paku. Ilustrasi produk paku ditunjukkan pada Gambar 8.11.
terhadap karat dan noda. Dengan begitu tampilan paku dapat dipertahankan. Namun adanya coating tersebut menyebabkan kuat cabut paku berkurang karena kehalusan coating tersebut.
Ujung Paku. Ujung paku dengan bagian runcing yang relatif panjang umumnya memiliki kuat cabut yang lebih besar. Namun ujung yang runcing bulat tersebut sering menyebabkan pecahnya kayu terpaku. Ujung yang tumpul dapat mengurangi pecah pada kayu, namun karena ujung tumpung tersebut merusak serat, maka kuat cabut paku pun akan berkurang pula.
Kepala paku. Kepala paku badap berbentuk datar bulat, oval maupun kepala benam (counter sunk) umumnya cukup kuat menahan tarikan langsung. Besar kepala paku ini umumnya sebanding dengan diameter paku. Paku kepala benam dimaksudkan untuk dipasang masuk – terbenam dalam kayu.
Pembenaman Paku. Paku yang dibenam dengan arah tegak lurus serat akan memiliki kuat cabut yang lebih baik dari yang dibenam searah serat . Demikian halnya dengan pengaruh kelembaban. Setelah dibenam dan mengalami perubahan kelembaban, paku umumnya memiliki kuat cabut yang lebih besar dari pada dicabut langsung setelah pembenaman. Jarak Pemasangan Paku. Jarak paku dengan ujung kayu, jarak antar kayu, dan jarak paku terhadap tepi kayu harus diselenggarakan untuk mencegah pecahnya kayu. Secara umum, paku tak diperkenankan dipasang kurang dari setengah tebal kayu terhadap tepi kayu, dan tak boleh kurang dari tebal kayu terhadap ujung. Namun untuk paku yang lebih kecil dapat dipasang kurang dari jarak tersebut.
Kuat cabut paku
Gaya cabut maksimum yang dapat ditahan oleh paku yang ditanam
tegak lurus terhadap serat dapat dihitung dengan pendekatan rumus berikut.
P = 54.12 G5/2 DL (Metric: kg)
P = 7.85 G5/2 DL (British: pound) (8.1)
Dimana : P = Gaya cabut paku maksimum
L = kedalaman paku dalam kayu (mm, inc.)
G = Berat jenis kayu pada kadar air 12 %
D = Diameter paku (mm, inch.)
Kuat lateral paku
Pada batang struktur, pemasangan paku umumnya dimaksudkan untuk menerima beban beban tegak lurus/lateral terhadap panjang paku. Pemasangan alat sambung tersebut dapat dijumpai pada struktur kuda-kuda papan kayu. Kuat lateral paku yang dipasang tegak lurus serat dengan arah gaya lateral searah serat dapat didekati dengan rumus berikut
P = K D2 (8.2)
Dimana: P = Beban lateral per paku
D = Diameter paku
K = Koefisien yang tergantung dari karakteristik jenis kayu.
b) Alat sambung sekerup
Sekrup hampir memiliki fungsi sama dengan paku, tetapi karena memiliki ulir maka memiliki kuat cabut yang lebih baik dari paku. Terdapat tiga bentuk pokok sekerup yaitu sekerup kepala datar, sekerup kepala oval dan sekerup kepala bundar. Dari tiga bentuk tersebut, sekerup kepala datarlah yang paling banyak ada di pasaran. Sekerup kepala oval dan bundar dipasang untuk maksud tampilan–selera. Bagian utama sekerup terdiri dari kepala, bagian benam, bagian ulir dan inti ulir. Diameter inti ulir biasanya adalah 2/3 dari diameter benam. Sekerup dapat dibuat dari baja, alloy, maupun kuningan diberi lapisan/coating nikel, krom atau cadmium.
Ragam produk sekerup dapat ditunjukkan pada Gambar 8.12 berikut.
Kuat Cabut Sekerup
Kuat cabut sekerup yang dipasang tegak lurus terhadap arah serat (Gambar 8.13) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
P = 108.25 G2 DL (Metric unit: Kg, cm )
P = 15.70 G2 DL (British unit: inch–pound)
Dimana:
P = Beban cabut sekerup (N, Lb)
G = Berat jenis kayu pada kondisi kadar air 12 % kering oven
D = Diameter sekerup terbenam / shank diameter (mm, in.),
L = Panjang tanam (mm,in.)
Kuat lateral sekerup
Kuat lateral sekerup yang dipasang tegak lurus serat dengan arah gaya lateral searah serat dapat didekati dengan rumus yang sama dengan kuat lateral paku (persamaan 8.2)
Sekerup Lag (Lag Screw)
Sekerup lag, seperti sekerup namun memiliki ukuran yang lebih besar dan berkepala segi delapan untuk engkol. Saat ini banyak dipakai karena kemudahan pemasangan pada batang struktur kayu dibanding dengan sambungan baut–mur. Umumnya sekerup lag ini berukuran diameter dari 5.1 – 25.4 mm (0.2 – 1.0 inch) dan panjang dari 25.4 – 406 mm (1.0 – 16 inch).
Kuat Cabut Sekerup Lag.
Kuat cabut sekerup lag dapat dihitung dengan formula sebagai berikut.
P = 125.4 G3/2 D3/4L (Metric unit: Kg, cm )
P = 8,100 G3/2 D3/4L (British unit: inch–pound) (8.4)
Dimana: P = Beban cabut sekerup (N, Lb)
G = Berat jenis kayu pada kondisi kadar air 12 % kering oven
D = Diameter sekerup terbenam / shank diameter (mm, in.)
L = Panjang tanam (mm,in.)
Kuat lateral sekerup lag dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut.
P = c1 c2 K D2 (8.5)
Dimana: P= Beban lateral per sekerup
D= Diameter sekerup
K= Koefisien yang tergantung karakteristik jenis kayu
(lihat Tabel 8.4)
C1= Faktor pengali akibat ketebalan batang apit tersambung
C2= Faktor pengali akibat pembenamam sekrup lag
(lihat Tabel 8.6)

8.3.2. Konstruksi Sambungan Gigi

Walaupun sambungan ini sebenarnya malah memperlemah kayu, namun karena kemudahannya, sambungan ini banyak diterapkan pada konstruksi kayu sederhana di Indonesia utamanya untuk rangka kuda-kuda atap. Kekuatan sambungan ini mengandalkan kekuatan geseran dan atau kuat tekan / tarik kayu pada penyelenggaraan sambungan. Kekuatan tarikan atau tekanan pada sambungan bibir lurus di atas ditentukan oleh geseran dan kuat desak tampang sambungan gigi. Dua kekuatan tersebut harus dipilih yang paling lemah untuk persyaratan kekuatan struktur.
P geser = τ ijin a b (8.6)
Dimana : τ ijin = Kuat / tegangan geser ijin kayu tersambung
b = lebar kayu
a = panjang tampang tergeser
P desak = �� ijin b t (8.7)
Dimana : �� ijin = Kuat / tegangan ijin desak kayu tersambung
b = lebar kayu
t = tebal tampang terdesak
Hampir sama dengan sambungan gigi, sambungan baut tergantung desak baut pada kayu, geser baut atau kayu. Desak baut sangat dipengaruhi oleh panjang kayu tersambung dan panjang baut. Dengan panjangnya, maka terjadi lenturan baut yang menyebabkan desakan batang baut pada kayu tidak merata. Berdasarkan NI-5 PKKI (1961) gaya per baut pada kelas kayu tersambung dapat dihitung rumus sebagai berikut :
Kayu kelas I:
Sambungan tampang 1 untuk λb = bmin / d = 4.8
S = 50 d b1 (1 – 0.6 Sin α)
S = 240 d2 (1 – 0.35 Sin α)
Sambungan tampang 2 untuk λb = bmin / d = 3.8
S = 125 d b3 (1 – 0.6 Sin α)
S = 250 d b1 (1 – 0.6 Sin α)
S = 480 d2 (1 – 0.35 Sin α)
Kayu kelas II:
Sambungan tampang 1 untuk λb = bmin / d = 5.4
S = 40 d b1 (1 – 0.6 Sin α)
S = 215 d2 (1 – 0.35 Sin α)
Sambungan tampang 2 untuk λb = bmin / d = 4.3
S = 100 d b3 (1 – 0.6 Sin α)
S = 200 d b1 (1 – 0.6 Sin α)
S = 430 d2 (1 – 0.35 Sin α)
Kayu kelas III:
Sambungan tampang 1 untuk λb = bmin / d = 6.8
S = 25 d b1 (1 – 0.6 Sin α)
S = 170 d2 (1 – 0.35 Sin α)
Sambungan tampang 2 untuk λb = bmin / d = 5.7
S = 60 d b3 (1 – 0.6 Sin α)
S = 120 d b1 (1 – 0.6 Sin α)
S = 340 d2 (1 – 0.35 Sin α)
Dimana : S = Kekuatan per baut dalam kg
α = Sudut arah gaya terhadap arah serat
b1 = Tebal kayu tepi (cm)
b3 = Tebal tengah (cm)
d = Diameter baut (cm)
Masing kelas kayu tersebut di ambil harga terkecil untuk mendapat jumlah baut dalam satu sambungan. Untuk pemasangan baut, disyaratkan pula jarak antar baut dalam satu sambungan. Dengan memperhatikan sketsa ilustrasi sambungan seperti Gambar 8.17, ketentuan jarak baut utama yang sering digunakan dapat dikemukakan sebagai berikut. Ilustrasi secara lengkap diterakan dalam PKKI – NI (1961)
• Jarak antar baut searah gaya dan serat = 5 φ baut
• Jarak antar baut tegak lurus gaya dan serat = 3 φ baut
• Jarak baut denga tepi kayu tegak lurus gaya dan serat = 2 φ baut
• Jarak baut dengan ujung kayu searah gaya dan serat = 5 φ baut
• Jarak antar baut searah gaya – tegak lurus serat = 3 φ baut

8.3.4. Sambungan dengan cincin belah (Split Ring) dan plat geser

Produk alat sambung ini merupakan alat sambung yang memiliki perilaku lebih baik dibanding alat sambung baut. Namun karena pemasangannya agak rumit dan memerlukan peralatan mesin, alat sambung ini jarang diselenggarakan di Indonesia. Produk sambung ini terdiri dari cincin dan dirangkai dengan baut.
Dalam penyambungan, alat ini mengandalkan kuat desak kayu ke arah sejajar maupun arah tegak lurus serat. Seperti halnya alat sambung baut, jenis kayu yang disambung akan memberikan kekuatan yang berbeda. Produk alat sambung ini memiliki sifat lebih baik dari pada sambungan baut maupun paku. Ini karena alat sambung ini mendistribusikan gaya baik tekan maupun tarik menjadi gaya desak kayu yang lebih merata dinading alat sambung baut dan alat sambung paku.
Jumlah alat sambung yang dibutuhkan dalam satu sambungan dapat dihitung dengan membagi kekuatan satu alat sambung pada jenis kayu tertentu. Tabel 8.7 menampilkan besaran kekuatan per alat sambung terendah untuk pendekatan perhitungan.

8.3.5. Sambungan dengan Plat Logam (Metal Plate Conector)

Alat sambung ini sering disebut sebagai alat sambung rangka batang (truss). Alat sambung ini menjadi populer untuk maksud menyambung struktur batang pada rangka batang, rangka usuk (rafter) atau sambungan batang struktur berupa papan kayu. Plat sambung umumnya berupa plat baja ringan yang digalvanis untuk menahan karat, dengan lebar/luasan tertentu sehingga dapat menahan beban pada kayu tersambung.
Prinsip alat sambungan ini memindahkan beban melalui gerigi, tonjolan (plug) dan paku yang ada pada plat. Jenis produk ini ditunjukkan pada Gambar 8.21. Untuk pemasangan plat, menanam gerigi dalam kayu tersambung, memerlukan alat penekan hidrolis atau penekan lain yang menghasilkan gaya besar.
setempat atau pondasi dinding menerus dari bahan pasangan batu atau beton. Pemasangan kolom kayu selain memerlukan jangkar (anchor) ke pondasi
diperlukan penyekat resapan dari tanah, baik berupa beton kedap atau pelat baja agar kayu terhindar dari penyebab lapuk/busuk. Jika dipasang plat kaki keliling, harus terdapat lubang pengering, untuk menjaga adanya air tertangkap pada kaki kolom tersebut. Terlebih jika kolom tersebut berada diluar bangunan yang dapat terekspose dengan hujan dan/atau kelembaban yang berlebihan. Kaki kolom sederhana dengan penahan hanya di dua sisi seperti pada Gambar 8.23 sangat disarankan untuk memungkinkan adanya drainase pada kaki kolom.
Kolom kayu dapat berupa kolom tunggal, kolom gabungan dan kolom dari produk kayu laminasi seperti ditunjukkan pada Gambar 8.24. Kolom gabungan dapat disusun dari dua batang kayu atau berupa papan yang membentuk bangun persegi. Bentuk lain adalah berupa kolom dari kayu laminasi. Kayu Laminasi merupakan kayu buatan yang tersusun dan direkatkan dari kayu tipis.
Batang struktur kolom dapat menerima beban dari balok, balok loteng, maupun beban rangka atap. Untuk dapat menahan beban di atasnya dan terhindar dari tekuk sangat disarankan dan sebisa mungkin menghindari pengurangan tampang efektif kolom. Sambungan gigi umumnya mengurangi tampang efektif kolom yang relatif besar sehingga tidak disarankan penggunaannya. Penggunaan klos sambung mungkin akan cukup baik, namun akan menjadi mahal karena
menambah volume kayu yang tidak sedikit. Penyelenggaraan sambungan yang mendekati ideal dapat menggunakan pelat sambung seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8.25. Dengan penggunaaan alat sambung kolom dengan balok tersebut, pengurangan tampang kolom yang terjadi hanya akibat lubang baut.

8.4.6. Konstruksi Balok

Pada bangunan gedung, struktur balok dapat berupa balok loteng balok atap, maupun gording. Struktur balok kayu dapat berupa kayu solid gergajian, kayu laminasi, atau bentuk kayu buatan lainnya. Untuk penyambungan, batang balok dengan balok perlu menghindari sambungan yang menerima momen yang relatif besar. Karenanya sambungan balok umumnya dilakukan tepat di atas struktur dudukan atau mendekati titik dudukan. Dengan begitu momen yang terjadi pada sambungan relatif kecil.
Balok sering dibebani penggantung plafon atau komponen konstruksi lain di bawahnya. Agar pembebanan tersebut tidak merusak struktur, pengantung dipasang di atas separoh tinggi balok untuk menghindari sobek batang balok akibat pembebanan tersebut. Penyelenggaraan beugel untuk penggantung sangat disarankan untuk maksud tersebut.
Pada dudukan dan sambungan antar balok secara tegak lurus, hindarkan pengurangan tampang, sehingga bahaya sobek pada balok kayu tidak terjadi. Gambar 8.30 merupakan contoh sambungan antara balok, balok anak lantai disambungkan pada balok utama/induk dari kayu laminasi. Penyambung pada balok diletakkan di bagian atas untuk menghindari sobek
Kayu merupakan bahan yang higroskopis, mudah mengembang atau menyusut oleh kadar air. Pada pembuatan sambungan dengan bahan lain, misal plat baja, hindarkan sobek batang struktur akibat sifat kembang dan susut kayu. Hal ini karena angka muai baja dan kayu saling berkebalikan. Salah satu cara menghindari sobek akibat kembang dan susut kayu adalah dengan cara memisah/memecah plat baja seperti yang ditunjukkan Gambar 8.31. Cara lain adalah dengan membiarkan tampang bagian atas tidak terkekang, yakni dengan menggunakan plat sadel seperti Gambar 8.32.

8.4.7. Konstruksi rangka batang kayu

Struktur rangka batang kayu umum digunakan pada bangunan rumah tinggal, perkantoran, bangunan pertokoan, hingga jembatan. Rangka batang merupakan struktur rangka yang disusun batang membentuk bangun segitiga dengan simpul / titik sambung, dapat menerima beban struktur. Dengan susunan tersebut diperolehlah struktur yang relatif ringan dan kuat pada bentangan yang lebih panjang. Pemakaian rangka batang untuk struktur kayu memungkinkan terbentuknya ruang terbuka yang luas dan partisi/penyekat ruang dapat dirubah tanpa harus mempertimbangkan integritas struktural dari bangunan. Alasan penyelenggaaran rangka batang antara lain:
(1) Sangat bervariasibentuknya,
(2) Dapat menampilkan keindahan khusus,
(3) dapat melayani bentang relatif panjang,
(4) memungkinkan kemudahan penyelenggaraan sistem instalasi layanan bangunan, misal listrik, plumbing, maupun langitlangit,
(5) kompatibel terhadap elemen struktur lain, misal beton, pasangan maupun baja.

8.4.8. Produk penyambung struktur rangka batang

Disamping digunakan penyambung tradisional, sambungan gigi, paku maupun baut, penyambung plat fabrikasi telah banyak pula digunakan, lebih-lebih untuk rangka batang fabrikasi. Produk alat sambung terakhir merupakan alat sambung yang dapat memberikan konsistensi hasil sambungan baik kekuatan dan kemudahan penyelenggaraan secara masal. Penyambung plat ini mengandalkan gigi dan tonjolan pada plat untuk memindahkan gaya dari dan ke batang kayu yang disambung.
Gambar 8.35 merupakan contoh penggunaan plat sambung pada struktur rangka batang kayu.
Rangka batang kayu lemah secara lateral, sehingga sangat mungkin mengalami deformasi secara lateral yang merusak sambungan pada saat mobilisasi dan atau saat ereksi konstruksi. Karenanya tata cara penyimpanan, mobilisasi hingga ereksi sangat memegang peranan penting agar plat sambung tersebut berfungsi baik sebagai elemen penyambung struktur rangka batang kayu. Untuk penyimpanan maupun penempatan, rangka batang kayu seharusnya diletakkan secara rata dengan ganjal atau dengan cara berdiri dan dilengkapi dengan penyokong (Gambar 8.36).
Di negara maju, rangka batang kayu yang dibuat di pabrik telah dilengkapi dengan fasilitas penggantung dilengkapi dengan petunjuk untuk mengangkat baik saat mobilisasi maupun saat ereksi konstruksi. Terdapat beberapa cara, antara lain: sudut tali pengangkat < 60 derajat, gunakan batang pembentang, pengaku rangka untuk panjang rangka lebih dari 18 meter. Cara pengangkatan struktur rangka ditunjukkan pada Gambar 8.37 berikut:

8.4.9. Konstruksi Struktur jembatan kayu

Sebelum abad 20, kayu menjadi bahan bangunan utama bahkan sebagai bahan struktur jalan kereta dan jembatan. Jembatan terdiri dari struktur bawah dan struktur atas. Struktur bawah terdiri dari abutment, tiang dan struktur lain untuk menyangga struktur atas yang terdiri dari balok jembatan dan lantai jembatan.
Bentuk penyusun struktur dapat berupa kayu gelondong/log, kayu gergajian, hingga kayu laminasi atau kayu buatan lainnya. Hingga produk glulam tersebar, ketersediaan ukuran kayu menjadi kendala penyelenggaraan kayu untuk jembatam. Kalaupun ada, jembatan kayu merupakan jembatan sementara dengan umur pakai dibawah 10 tahun.
Struktur kayu laminasi telah membantu kapabilitas bentangan struktur yang diperlukan untuk jembatan. Gelegar laminasi ukuran 0.60 m x 1.80 m mampu mendukung suatu sistem deck laminasi hingga bentangan 12 m – 30 m bahkan lebih. Balok laminasi dapat membentuk suatu deck/ lantai jembatan yang solid dan jika dirangkai dengan batang tarik pengekang dapat membentuk suatu deck laminasi bertegangan tarik. Kayu laminasi lengkung dapat dipakai untuk memproduksi beragam jembatan yang indah.

8.4.10. Struktur pelengkung kayu 

Struktur pelengkung kayu telah banyak diselenggarakan untuk mendapatkan ruang cukup lapang pada bangunan tempat ibadah, bangunan rekreasi hingga hanggar terlebih saat teknologi kayu laminasi/glulam ditemukan. Struktur ini disusun dari struktur tarikan di bagian bawah dan struktur tekan di bagian pelengkung atas. Struktur bagian bawah bisa berbentuk lengkung atau lurus. Jika lurus maka atap bangunan akan membentuk seperti payung. Sedangkan jika bagian bawah lengkung simetris dan berpusat pada satu pusat, maka atap dome akan menyerupai bola.