MASALAH YANG DIHADAPI DAN PENANGGULANGANNYA


5.1              UMUM
Didalam melaksanakan pekerjaan Supervisi Konstruksi Penanganan Banjir dan Perbaikan Alur Sungai Baturiti dan Perkuatan Tebing Sungai Sausu (Lanjutan) terdapat berbagai kendala yang ditemui dilapangan. Kendala-kendala tersebut selain dapat menghambat pekerjaan juga dapat membuat pekerjaan yang telah dikerjakan terjadi kerusakan. Oleh sebab itu perlu diadakan identifikasi masalah dan juga teknik untuk mengatasi kendala-kendala yang terjadi dilapangan.
5.2              Permasalahan DAS Baturiti
5.2.1        Banjir
Salah satu fenomena alam yang sulit untuk diprediksi besaran dan waktu kejadiannya adalah banjir. Banjir di sungai sangat dipengaruhi oleh variable utama pembentuk aliran yakni hujan yang dialihragamkan menjadi aliran di dalam system DAS. Karakteristik hujan dengan variabilitas ruang (spatial variability) dan variabilitas waktu (temporal variability) yang besar menyebabkan kejadina banjir memiliki sifat ketidakpastian (probabilistic) dan keacakan (stochastic) yang tinggi. Dengan kata lain banjir di sungai dapat terjadi setiap waktu dengan debit yang bervariasi.
Pada prinsipnya aliran banjir di sungai didefinisikan dengan cirri terlampauinya kapasitas tampang maksimum (exceeded bank full capacity). Hal ini dapat terjadi selain oleh faktor hujan sebagai pemicu, juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik DAS, morfologi sungai dan kondisi angkutan sedimen di muara. DAS merupakan satu kesatuan system yang mentransformasikan hujan menjadi aliran dengan berbagai sifatnya (Sri Harto, 2000). Prinsip transformasinya mengikuti 2 konsep dasar hidrologi yakni siklus hidrologi (hydrologic cycle) dan keseimbangan air (water balance). Parameter DAS yang besar pengaruhnya terhadap karakteristik aliran banjir adalah perubahan fungsi lahan (land use), baik yang terjadi secara alamiah maupun eksploitasi dan pemanfaatan lahan yang sengaja dilakukan oleh manusia (antrophogenic) untuk meningkatkan kesejahteraan dari tolok ukur ekonomi. Perubahan fisik yang terjadi di DAS akan berpengaruh langsung terhadap kemampuan retensi DAS sebagai Zona penahan air di bagian hulu (Maryono, 2002). Turunnya kemampuan retensi DAS akibat perubahan dan alih fungsi lahan tersebut mempengaruhi besarnya angka limpasan (run-off) dan erodibiltas permukaan yang menyebabkan terjadinya aliran besar dengan konsentrasi sedimen (suspense) yang tinggi.
Akibat adanya perubahan fungsi lahan di dalam DAS terutama akibat eksploitasi masyarakat pemukim di DAS Baturiti untuk kepentingan perluasan pemukiman, pertanian, perkebunan dan peruntukkan lainnya, telah menyebabkan terjadinya banjir beberapa kali di Sungai Baturiti.
Banjir yang terjadi di DAS Baturiti ini dapat memutuskan jalan Trans Sulawesi yang menghubungkan antara Kota Palu dengan Desa Baturiti. Selain itu banjir ini juga menyebabkan kerugian material yang besar karena merusak harta benda masyarakat dan prasaranan wilayah, seperti jalan. Banjir yang terjadi di Desa ini bahkan terkadang mengancam jiwa manusia sehingga terjadi pengungsian.
5.2.2        Erosi
Erosi pada dasarnya merupakan proses perataan kulit bumi. Proses ini terjadi melalui penghancuran, pengangkutan dan pengendapan. Di alam, ada dua penyebab utama yang aktif dalam menimbulkan erosi, yaitu air dan angin. Erosi yang disebabkan oleh angin disebut erosi angin dan erosi jenis ini terutama dialami oleh daerah-daerah yang kering atau padang pasir. Di daerah tropika basah seperti di Indonesia penyebab erosi yang paling dominan adalah air. Proses erosinya disebut erosi air. Air yang menyebabkan erosi adalah air hujan/ pukulan air hujan, limpasan permukaan, air sungai, air danau dan air laut. Ketiga unsur yang disebut terakhir menyebabkan terkikisnya tepi tebing sungai, danau dan pantai.
Erosi lainnya adalah erosi parit. Erosi seperti ini banyak terjadi pada ruas jalan yang bergelombang (pendakian/penurunan) dan belum di aspal atau telah terkelupas aspalnya. Erosi inilah yang terjadi pada jalan masuk ke lokasi proyek, sehingga menyebabkan sulitnya akses jalan masuk bagi alat berat maupun dumptruck yang akan mengangkut material timbunan ke lokasi proyek. Pada ruas jalan yang telah diaspal, erosi parit terjadi di pinggir jalan (sekitar batas aspal dengan tanah).


5.2.3        Longsor
Longsor adalah pergerakan massa batuan/tanah dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Longsor mudah terjadi pada wilayah yang relative terjal dengan formasi batuan dengan tingkat kepadatan yang rendah, telah mengalami pelapukan dan erosi berat, dan juga pada wilayah rawan gempa. Dampak dari longsor bisa bermacam-macam, misalnya terputusnya prasarana transportasi, perhubungan, jaringan listrik, tertutupnya lahan pertanian dan permukiman.
Longsor berpotensi terjadi pada wilayah yang mempunyai kemiringan relative terjal, dengan agen utama adalah hujan di samping faktor beban dan getaran. Lokasi longsor dan rawan longsor banyak ditemui, di pinggir-pinggir jalan, tebing-tebing dekat sungai, tebing sungai dan lahan perkebunan di sekita daerah proyek pada Desa Baturiti.

Gambar 5.1 Longsor pada Tebing Sungai Baturiti di Kecamatan Balinggi
(Sumber: Dokumentasi Proyek)
Wilayah desa ini berada pada kemiringan yang relative terjal dan bergelombang, yang sifat batuannya lepas dan tidak kompak. Sehingga. Setiap terjadi hujan berintensitas tinggi dengan waktu yang relative lama, selalu terjadi longsor. Akibatnya, pekerjaan penggalian dasar pemasangan bronjong dan juga pekerjaan bronjong yang sementara berjalan dapat mengalami hambatan maupun kerusakan karena timbunan longsor.

5.2.4        Sedimentasi

Proses sedimentasi akan menyebabkan pendangkalan sungai yang dapat menimbulkan banjir pada musim penghujan karena daya tamping sungai berkurang, matinya terumbu karang dan pendangkalan drainase yang dapat menimbulkan genangan air di jalan-jalan meskipun tidak terjadi hujan. Dampak lainnya adalah dapat terjadi longsor pada lereng-lereng yang relative terjal. Sedangkan dampak positifnya adalah cadangan bahan galian sirtukil di sungai akan meningkat. Sedimentasi di darat umumnya disebabkan oleh adanya erosi dan longsor. Umumnya terjadi di badan-badan sungai dan tempat-tempat rendah lainnya seperti drainase dan bahkan badan jalan. Sedimentasi ini juga terkadang mengubah bentuk alur sungai menjadi berkelok-kelok dan pada belokan luar (meander-luar) terjadi pengikisan tebing sungai.


Gambar 5.2 Sedimentasi pada DAS Baturiti di Kecamatan Balinggi
(Sumber: Dokumentasi Proyek)

5.3              Permasalahan DAS Sausu
5.3.1        Banjir
Sama halnya dengan fenomena banjir yang terjadi di daerah Desa Baturiti, di Desa Sausu pun sering terjadi banjir akibat curah hujan yang tinggi dan terjadinya pengurangan penampang sungai akibat DAS dialihkan menjadi perkebunan oleh warga di sektar DAS.
Akibat adanya perubahan fungsi lahan di dalam DAS terutama akibat eksploitasi masyarakat pemukim di DAS Sausu untuk kepentingan perluasan pemukiman, pertanian, perkebunan dan peruntukkan lainnya, telah menyebabkan terjadinya banjir beberapa kali di Sungai Baturiti.
Banjir yang terjadi di DAS Sausu ini dapat memutuskan jalan Trans Sulawesi yang menghubungkan antara Kota Palu dengan Desa Sausu. Selain itu banjir ini juga menyebabkan kerugian material yang besar karena merusak harta benda masyarakat dan prasaranan wilayah, seperti jalan. Banjir yang terjadi di Desa ini bahkan terkadang mengancam jiwa manusia sehingga terjadi pengungsian.
5.3.2        Erosi
Erosi sering terjadi di sekitar daerah pekerjaan Perkuatan Tebing Sungai Sausu (Lanjutan) dikarenakan curah hujan di daerah Desa Sausu berintensitas tinggi, erosi ini menyebabkan akses jalan masuk ke lokasi pekerjaan menjadi berlubang dan mengalami penurunan yang menyebabkan mobilisasi alat berat cukup sulit untuk dilaksanakan.
5.3.3        Longsor
Pada daerah pekerjaan Perkuatan tebing Sungai Sausu juga terjadi longsoran-longsoran yang mengakibatkan perlunya dibuatkan tanggul penahan seperti bronjong. Wilayah desa ini berada pada kemiringan yang relative datar namun jalannya agak bergelombang, yang sifat tanahnya cukup stabil tapi apabila terjadi hujan dapat menyebakan longsor. Akibatnya, pekerjaan penggalian dasar pemasangan bronjong dan juga pekerjaan bronjong yang sementara berjalan dapat mengalami hambatan maupun kerusakan karena timbunan longsor.

5.3.4        Sedimentasi
Sedimentasisering terjadi pada DAS Sausu, hal ini disebabkan sungai sausu merupakan anak sungai yang menghubungkan antara beberapa sungai yang membawa material yang cukup besar, sehingga apabila terjadi hujan dengan intensitas sedang saja dapat membuat sungai Sausu dipenuhi dengan material sirtukil pasca banjir. Hal ini menyebabkan sungai sausu memiliki alur sungai sungai yang berkelok-kelok dan terjadi meander-meander yang menyebabkan terkikisnya tepi-tepi sungai yang akhirnya penampang sungai untuk menampung air sungai menjadi lebih kecil.

5.4              Penanggulangan Masalah di Lapangan
Dikarenakan di lapangan terdapat masalah-masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka diperlukan solusi yang tepat untuk menanggulangi masalah tersebut, diantaranya adalah :
a.      Pembuatan dewatering
Hal ini dimaksudkan agar pekerjaan pemasangan bronjong yang sedang berlangsung tidak akan mengalami hambatan hal ini dikarenakan dewatering akan melindungi pekerjaan yang sedang berlangsung apabila terjadi banjir yang cukup besar, sehingga tidak akan menimbun pekerjaan bronjong yang masih dalam tahap pekerjaan.



Gambar 5.2 Pembuatan Dewatering
(Sumber: Dokumentasi Proyek)

b.      Melakukan Penimbunan Jalan dengan Sirtukil

Hal ini dimaksudkan agar akse jalan masuk ke lokasi proyek dapat diakses dengan mudah, seperti yang diuraikan sebelumnya bahwa akses jalan masuk ke setiap lokasi proyek bergelombang dan terjal sehingga diperlukan perbaikan akses jalan masuk. Sirtukil ini diperoleh dari daerah lokasi proyek dan diangkut menggunakan Dumptruck setiap alat Dumptruck telah selesai membawa batu bronjong ke dalam lokasi proyek.

Tata Urutan Pelaksanaan Pekerjaan

UNTUK LINGKUNGAN INSTANSI PEMERINTAH (DAN SWASTA)

 Suatu pekerjaan memiliki standar acuan tersendiri sesuai dengan Dokumen Rencana Kerja (RKS) atau Dokumen Lelang/Tender. Di dalam dokumen tersebut, telah dimuat hal-hal yang terkait dengan suatu pekerjaan sebelum, sedang, dan setelah dilaksanakan. Dalam tulisan ini tidak akan dibahas tentang dokumen tender. Namun akan membahas pelaksanaan pekerjaan di lapangan setelah Pemenang Tender menandatangani SPK dan Pengajuan Uang Muka (jika ada). Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan secara umum adalah:
1.         Rapat PraKonstruksi (RPK)
Rapat yang diusulkan oleh salah satu dari para Pihak yang terdapat di dalam Kontrak suatu Pekerjaan. Rapat ini bisa diusulkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau bisa juga diusulkan oleh Kontraktor Pelaksana Pekerjaan. Rapat ini dihadiri oleh semua pihak yang terkait pekerjaan: PPK beserta Direksi Pekerjaan, Kontraktor, dan Konsultan Pengawas.
Hal-hal yang dibahas di dalam RPK adalah antara lain: 1) Pengukuran Ulang (Uitzet), 2) Pembuatan Laporan Pekerjaan, 3) Tata Cara Opnam, 4) Prosedur Penagihan Prestasi Pekerjaan, 5) Serah Terima Pekerjaan, dan lain-lain. Di bawah ini akan disinggung masing-masing secara singkat dan sederhana.

2.         Pengukuran Ulang Lapangan (Uitzet)
Pengukuran Ulang Lapangan di awal suatu pekerjaan untuk memastikan berapa besar perubahan yang terjadi akibat pelaksanaan dari perencanaan yang ada. Suatu perencanaan masih mengandung galat. Pelaksana Pekerjaan, Direksi Lapangan, dan Konsultan Pengawas harus memastikan lagi legalitas kepastian pekerjaan. Pengukuran ulang ini menghasilkan Laporan MC-0 yang dilampiri Gambar Rencana Pelaksanaan Kerja, Kurva S, Foto Pekerjaan 0%, dan Lampiran-lampiran yang diperlukan. Semua dokumen yang dihasilkan dalam Pengukuran Ulang ini wajib disetujui oleh para pihak.
Besarnya perubahan yang ditemukan dibuatkan Dokumen Perubahan. Dokumen perubahan bisa berbentuk Dokumen Tambah Kurang (Change Contract Order)  atau Dokumen Tambahan (Addendum). Hal ini tergantung mazab yang digunakan di suatu satuan kerja. Selain itu, terkadang Dokumen Perubahan ini bisa berbentuk serial sepanjang pekerjaan dilaksanakan, sehingga tim yang diusulkan dalam Dokumen Perubahan ini pun disesuaikan dengan tingkat perubahan yang dialami. Semakin berat tingkat perubahan, maka Tim yang diusulkan (dibentuk) semakin lengkap dan lintas sektoral. Jika perubahan hanya kecil, maka Tim yang dibentuk cukup sesuai dengan yang ada di Dokumen Kontrak. Jika perubahan yang ditemukan besar bahkan berpengaruh terhadap pasal-pasal dalam Kontrak, maka harus melibatkan Bidang Hukum, Perencanaan, dan lain-lain. Selain itu, dokumen perubahan yang besar, diperlukan Justifikasi Teknis dan Tim Negosiasi Harga. Dokumen Perubahan tidak akan dibahas pada kesempatan ini, karena terdapat berbagai pendapat tentang dokumen perubahan (tambah-kurang) sesuai jenis kontrak, tingkat perubahan, dan kepentingan pekerjaan.


3.         Pembuatan Laporan Pekerjaan:
Dokumen-dokumen yang dihasilkan dalam Pengukuran Ulang dipakai sebagai Acuan dalam pembuatan Laporan Harian, Mingguan, Bulanan, dan Kurva S:
a.         Laporan Harian
Laporan yang dibuat dari data prestasi pekerjaan harian yang dibuat oleh Kontraktor Pelaksana. Laporan ini memuat sekurang-kurangnya:
1)      Identitas Pekerjaan
2)      Hari ke…. Minggu ke… dan Bulan ke….
3)      Isi Laporan Harian:
a)      Laporan Utama
b)      Daftar Tenaga Kerja yang terlibat.
c)       Daftar Peralatan yang digunakan.
d)      Cuaca.
e)      Alasan Percepatan/Kelambatan Pekerjaan.
4)      Laporan Utama:
a)      Acuan RAB Uitzet
b)      Dibuat Bobot Persentase per Item Pekerjaan.
c)       Bobot Prestasi Pekerjaan Hari Lalu, Hari Ini, dan Total Bobot Prestasi
d)      Sisa Bobot Pekerjaan setelah dikurangi Total Capaian Bobot Prestasi Pekerjaan sampai dengan Hari ini.
e)      Format Laporan Harian secara umum dapat dilihat pada tabel berikut:

No
Uraian
Bobot (%)
Prestasi Pekerjaan*
Harga
Jumlah
Bobot Hari ini (%)
Sisa Bobot (%)
Hari Lalu
Hari Ini
s.d. Hari ini
1
2
3
4
5
6=4+5
7
8=6x7
9=8/∑Px100**
10=9-3






















∑8
∑9
∑10
* Prestasi Pekerjaan didapat dari input lapangan, **∑P = Total Nilai Paket Pekerjaan

f)       Para pihak yang bertanda tangan di dalam laporan harian: Petugas Lapangan dari masing-masing Kontraktor Pelaksana, Petugas Lapangan yang ditunjuk oleh PPK (PPTK), dan Petugas Lapangan Konsultan Pengawas (bila ada).

b.         Laporan Mingguan
Laporan Mingguan adalah rekapitulasi laporan harian selama 1 (satu) minggu. Hal-hal yang dimuat dalam Laporan Mingguan antara lain:
1)      Identitas Pekerjaan
2)      Minggu ke…. Bulan ke…
3)      Laporan Utama:
a)      Acuan Laporan Harian 7 hari dalam minggu yang bersangkutan.
b)      Dibuat Bobot Persentase per Item Pekerjaan.
c)       Bobot Prestasi Pekerjaan Minggu Lalu, Minggu Ini, dan Total Bobot Prestasi
d)      Sisa Bobot Pekerjaan setelah dikurangi Total Pencapaian Bobot Prestasi Pekerjaan sampai dengan Minggu ini.
e)      Format Laporan Mingguan dapat dilihat pada tabel berikut:

No
Uraian
Bobot (%)
Prestasi Pekerjaan*
Harga
Jumlah
Bobot Minggu ini (%)
Sisa Bobot (%)
Minggu Lalu
Minggu Ini
s.d. Minggu ini
1
2
3
4
5
6=4+5
7
8=6x7
9=8/∑Px100**
10=9-3






















∑8
∑9
∑10
* Diambil dari Prestasi Pekerjaan Hari ke-7 tiap Minggu, **∑P = Total Nilai Paket Pekerjaan

c.          Laporan Bulanan
Laporan Bulanan adalah rekapitulasi pekerjaan Mingguan. Hal-hal yang dimuat dalam Laporan Bulanan adalah antara lain:
1)      Identitas Pekerjaan
2)      Minggu ke….
3)      Laporan Utama:
a)      Acuan Laporan Mingguan (4 Minggu) dalam bulan yang bersangkutan.
b)      Dibuat Bobot Persentase per Item Pekerjaan.
c)       Bobot Prestasi Pekerjaan Bulan Lalu, Bulan Ini, dan Total Bobot Prestasi
d)      Sisa Bobot Pekerjaan setelah dikurangi Total Pencapaian Bobot Prestasi Pekerjaan sampai dengan Bulan ini.
e)      Format Laporan Bulanan dapat dilihat pada tabel berikut:

No
Uraian
Bobot (%)
Prestasi Pekerjaan*
Harga
Jumlah
Bobot Bulan ini (%)
Sisa Bobot (%)
Bulan Lalu
Bulan Ini
s.d. Bulan ini
1
2
3
4
5
6=4+5
7
8=6x7
9=8/∑Px100**
10=9-3






















∑8
∑9
∑10
* Diambil dari Prestasi Pekerjaan Minggu tiap Bulan, **∑P = Total Nilai Paket Pekerjaan


d.         Kurva S
Jadual Pelaksanaan Pekerjaan dapat dituangkan dalam berbagai cara, tapi yang paling umum digunakan dalam pekerjaan pemerintah adalah Kurva S. Yang dimuat dalam Kurva S adalah antara lain: Identitas Pekerjaan, Para Pihak yang bertanggung jawab dalam Pekerjaan; Kepala Dinas, PPK (PPTK), Konsultan Supervisi (Pengawas), dan Kontraktor Pelaksana.

No
Kode
Uraian Pekerjaan
Bobot (%)
Prestasi Pekerjaan*
Ket. (%)
M1
M2
M3
M4
Mn
1
2
3
4
5
6
7
8
n

1



5=4/2
6=4/2



100
2




6=4/3
7=4/3
8=4/3


3





7=4


50
4





7=4/2
8=4/2


n






8=4/2
n=4/2
0

Rencana Prestasi Pekerjaan
100%
∑M1
∑M2
∑M3
∑M4
∑Mn


Akumulasi Renc. Prestasi Pek.

∑M1
∑(M1+M2)
∑(M1+M2+M3)
∑(M1+M2+M3+M4)
∑(M1+M2+M3+M4+Mn)


Realisasi Prestasi Pekerjaan**

Input
Input
Input
Input
Input


Deviasi







*Dibagi sesuai dengan kebutuhan waktu yang tersedia, **Input diambil dari Laporan Mingguan, Minggu terakhir.

       Kurva S dipakai untuk melihat progress pekerjaan harian, mingguan, dan bulan. Dengan melihat deviasinya, dapat diketahui suatu pekerjaan terlambat atau mendahului dari target. Target yang dimaksud adalah jadual sesuai dengan kurva Rencana Prestasi Pekerjaan. Direksi pekerjaan, konsultan supervisi, dan kontraktor pelaksana dapat mengetahui sejak dini tentang prestasi pekerjaan agar dapat dikoordinasikan dengan para pihak untuk mencegah masalah-masalah.
       Ciri suatu pekerjaan  mengalami keterlambatan, apabila garis kurva realisasi prestasi pekerjaan berada di bawah garis rencana. Sebaliknya, suatu pekerjaan mendahului (lebih cepat), apabila garis realisasi berada di atas kurva S rencana. Deviasi yang diperbolehkan dalam pekerjaan biasanya < -10%. Kalau keterlambatan (deviasi) sudah mencapai -10%, konsultan supervisi dan PPK sudah member surat peringatan kepada Pihak Pelaksana Pekerjaan.

4.         Opname Pekerjaan (Pemeriksaan Pekerjaan di Lapangan):
a.       Kuantitatif
Opnam kuantitatif adalah opnam volume yang dikerjakan di lapangan (realisasi). Hal-hal yang diperlukan dalam opnam kuantitatif adalah: Dokumen Kontrak, Dokumen Perubahan, RAB Awal, RAB Perubahan, Gambar Rencana, Gambar Perubahan, dan Gambar As Built Drawing. Namun yang utama dalam opnam kuantitatif adalah bahwa volume harus sesuai dengan RAB terakhir yang telah disepakati. Bila kontrak unit price, maka harga akan menjadi acuan utama. Harga tidak boleh berubah walaupun volume terjadi perubahan. Tapi bila kontrak lunsum, maka volume akan menjadi acuan dan tidak boleh berubah. 

b.      Kualitatif
Opnam kualitatif adalah pemeriksaan mutu (kualitas) suatu pekerjaan. Hal-hal yang diperlukan dalam opnam kualitatif adalah antara lain: Dokumen Kontrak, Dokumen Perubahan, Spesifikasi Teknis, Rencana Mutu Kontrak, Sertifikasi-sertifikasi yang Dipakai sebagai Standarisasi, Uji Laboratorium, Uji (test) Lapangan, Mutu Pekerjaan di lapangan, Estetika, dan hal-hal yang terkait dengan kualitas pekerjaan.

c.       Pembenahan (Revisi)
Hal-hal yang ditemukan baik berkaitan dengan kuantitas maupun kualitas pekerjaan, dituangkan dalam Dokumen Pembenahan (Revisi). Dokumen Pembenahan harus dikerjakan sesuai kesepakatan para pihak, karena hal ini terkait dengan Pengakuan suatu pekerjaan. Bila pekerjaan belum tuntas direvisi, maka akan berpengaruh terhadap penagihan pekerjaan.

d.      Pengakuan pasca Pembenahan
Apabila pekerjaan sudah sesuai dengan kuantitas dan kualitas maka laporan-laporan harian, mingguan, bulanan, dan dokumen-dokumen, perlu disetujui oleh para pihak sesuai tingkatan jabatan di pekerjaan, yang dituangkan dalam tanda tangan dan stempel instansi. Hal ini akan dipakai untuk proses penagihan.

5.         Penagihan Prestasi Pekerjaan:
        Penagihan mengacu pada dokumen kontrak apakah menggunakan Termjn atau Monthly Certificate (MC). Dalam tulisan ini, tidak dibahas tentang kedua hal ini, namun yang akan dibahas adalah pembuatan laporan prestasi pekerjaan:
a.       Penagihan 0% (biasa disebut MC-0 atau Termjn 0)
Diajukan setelah atau berbarengan ketika Kontraktor Mengajukan Uang Muka sebagai lampirannya. Bentuk laporan harian, mingguan, bulanan, dan Kurva S telah dibahas pada awal tulisan ini. Dokumen lain biasanya diikutkan dalam MC-0/Termjn 0 ini adalah Foto Proyek 0, gambar rencana kerja (setelah perubahan) dan Rencana Mutu Kontrak (Metodologi Pekerjaan).   
b.      Penagihan 50% (biasa disebut MC-50 atau Termjn 50)
Penagihan 50% ini dilakukan ketika prestasi pekerjaan di lapangan harus sudah mencapai minimal 60%. Syarat-syarat yang diperlukan dalam tagihan 50% ini adalah Laporan Harian, Mingguan, Bulanan, dan Kurva S harus menunjukkan lebih besar dari 50% (minimal 60%). Lampiran-lampirannya adalah Foto Proyek 50%, As Built Drawing 50%, Dokumen Perubahan, dan Dokumen-dokumen lain yang dibutuhkan. Tagihan yang dibayarkan dikurangi DP yang telah diminta oleh Kontraktor Pelaksana. 
c.       Penagihan 100% (biasa disebut MC-100 atau Termjin 100)
Tagihan 100% dilakukan ketika pekerjaan di lapangan telah mencapai prestasi 100%. Syarat-syarat yang wajib dipenuhi oleh Kontraktor Pelaksana adalah antara lain Laporan Harian, Mingguan, Bulanan, dan Kurva S 100%.
d.      Dokumen-dokumen lampiran untuk Penagihan:
1)      Foto Proyek
2)      Gambar Kerja
3)      As Bulit Drawing
4)      Spesifikasi
5)      Sertifikasi Acuan
6)      Uji Laboratorium
7)      Uji Lapangan
8)      Dokumen Perubahan (CCO/Addendum)
9)      Dokumen Mutu Kontrak
10)   Dokumen-dokumen lain yang terkait

6.         Komunikasi antar Pihak di Lapangan
     Komunikasi antar Pihak di lapangan sangat diperlukan untuk menjaga koordinasi, konsolidasi, dan sinergi antar pihak. Hal ini semata-mata untuk mengendalikan suatu pekerjaan agar tepat waktu, tepat kuantitas, tepat kualitas, dan tepat anggaran. Kompleksitas komunikasi disesuaikan dengan tingkat besaran pekerjaan (kualifikasi pekerjaan). Namun ada dua alat yang biasa diperlukan dalam komunikasi, yaitu: Direksi Kits dan Alat Komunikasi (Radio HT, HP, LAN, dan Online).
     Direksi Kits merupakan bukti otentik yang berupa catatan-catatan para pihak terhadap penyelesaian (proses) pekerjaan. Variasi direksi kits, disesuaikan dengan kualifikasi pekerjaan. Catatan-catatan yang dituangkan dalam buku direksi misalnya digunakan sebagai catatan resmi yang harus ditindaklanjuti oleh para pihak.

7.         Serah Terima Pekerjaan Awal (PHO)
      Serah terima pekerjaan awal (PHO) adalah serah terima yang dilakukan oleh Kontraktor Pelaksana ketika sudah selesai mengerjakan 100%. Syarat-syarat yang harus dilakukan adalah Kontraktor Pelaksana mengajukan surat permohonan pemeriksaan pekerjaan 100% yang sudah disetujui oleh Konsultan Supervisi dan PPTK (Pejabat Teknis yang ditunjuk oleh PPK) kepada PPK. PPK akan membuat surat balasan untuk memeriksa pekerjaan baik di lapangan maupun administrasi (dokumen-dokumen) pendukungnya dengan membentuk Tim Pemeriksa tambahan atau cukup dengan petugas-petugas yang sudah ada. Setelah pekerjaan diperiksa, PPK membuat surat hasil pemeriksaan pekerjaan yang biasa dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan dan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan Awal (PHO). Setelah semuanya terpenuhi, Kontraktor Pelaksana menagihkan pekerjaan 95%, sisanya 5% ditagihkan setelah masa pemeliharaan selesai atau ditagihkan dengan mengganti jaminan pemeliharaan.
    
8.         Pemeliharaan
     Pemeliharaan adalah tahap di mana Kontraktor Pelaksana melaksanakan pemeliharaan terhadap hasil pekerjaan selama waktu yang ditetapkan dalam Dokumen Kontrak. Pemeliharaan dimaksudkan untuk menjaga hasil pekerjaan harus sesuai dengan spesifikasi, kualitas, dan kuantitas selama waktu pemeliharaan khususnya, dan menjamin hingga umur rencana tercapai dengan memperkirakan hasil deteksi selama masa pemeliharaan.

9.         Serah Terima Pekerjaan Akhir (FHO)
    Tahapan serah terima pekerjaan akhir (FHO) hampir sama dengan PHO, dimulai dari surat serah terima pemeriksaan pekerjaan dari Kontraktor Pelaksana kepada PPK. Lampiran-lampiran yang diserahkan antara lain berupa catatan-catatan, analisis, uji lapangan, dan laboratorium paska pemeliharaan, dan prediksi hasil pekerjaan terhadap umur rencana. Setelah diperiksa oleh para pihak, PPK membuat Berita Acara Serah Terima Akhir (FHO) guna mengambil Uang Retensi 5%.