3. Kolam Olak (merujuk pada KP-02, Bagian 4.2.4)
Gambar berikut menunjukkan metode perencanaan kolam loncat air.
Dari grafik (q) dengan H1 dan tinggi jatuh z, kecepatan V1 di awal loncatan dapat dihitung dengan persamaan :
V1 = { (2g) . [(½ . H1 ) + z]}0.5
dimana : V1 : kecepatan aliran di awal loncatan, m/dt; g : percepatan gravitasi, m/dt² (» 9.8); H1 : tinggi energy diatas ambang, m; z: tinggi jatuh, m
Dengan q = V1 . yu, dan persamaan untuk kedalaman konjugasi di loncatan hidrolis adalah :
y2 / yu = (1/2) . [1+(8Fr)²]0.5
Fr = V1 / (g . yu)0.5
dimana : y2 : kedalaman air diatas ambang ujung, m; yu : kedalaman air di awal loncatan, m; Fr : bilangan Froude; V1 : kecepatan di awal loncatan, m/dt; g : percepatan gravitasi, m/dt² (» 9.8)
Kedalaman
konjugasi untuk setiap q dapat ditemukan dan diplot. Untuk menjaga agar
loncatan tetap dekat dengan muka miring bendung dan diatas lantai, maka
lantai harus diturunkan hingga kedalaman air hilir sekurang-kurangnya
sama dengan kedalaman konjugasi. Untuk aliran tenggelam, yakni jika muka
air hilir lebih tinggi dari 2/3 H1 diatas mercu, tidak diperlukan
peredam energi.
Panjang Kolam Olak
Panjang
kolam loncat air di belakang potongan U biasanya kurang dari panjang
bebas loncatan tersebut karena adanya ambang ujung (end sill). Ambang yang berfungsi untuk memantapkan aliran ini umumnya ditempatkan pada jarak:
Lj =5 ( n + y2 )
Dimana : Lj : panjang kolam olak, m; n : tinggi ambang ujung hilir, m; y2 : kedalaman air diatas ambang, m.
Tinggi
yang diperlukan ambang ujung ini sebagai fungsi bilangan Froude (Fru),
kedalaman air yang masuk (yu), dan tinggi muka air hilir, dapat
ditentukan dari grafik pada gambar berikut :
Perhitungan Kolam Olak Tipe MDL dan MDO
Kolam
olak tipe MDL adalah kolam olak tipe loncatan air, sedangkan tipe MDO
adalah kolam olak datar dengan ambang ujung hilir. Kedua tipe ini
merupakan tipe pengembangan dari tipe bak tenggelam dan kolam olak tipe
USBR berdasarkan penelitian hidrolis dari Laboratorium Hidrolika DPMA
Bandung.
Tahapan dalam desain kolam olak tipe MDL adalah sebagai berikut :
- Dari perencanaan mercu sebelumnya diketahui : Elevasi mercu, lebar bendung efektif Be, jari-jari mercu R (untuk tipe mercu bulat), tinggi muka air banjir diatas mercu h1.
- Direncanakan kemiringan hilir tubuh bendung (misalnya, 1:1)
- Dihitung degradasi hilir berdasarkan kondisi tanah dasar sungai hilir (bila tidak ada data yang pasti asumsi kedalaman gerusan minimal 2.00 m)
- Hitung kedalaman air di hilir, h2 dengan lengkung debit yang diketahui (jika ada), atau dengan pendekatan rumus Manning (dengan parameter hidrolis rata-rata, yaitu : lebar dasar sungai, b; kemiringan talud, m; koefisien kekasaran, n; dan kemiringan dasar sungai, I), atau berdasarkan hasil analisis hidrolika sungai (misalnya dengan analisis hydraulic HEC-RAS)
- Hitung Z = (Elevasi mercu + h1 – elevasi dasar sungai dengan keadaan degradasi + h2), atau dengan persamaan Z = (P+h1) – h2 – d (degradasi)
- Hitung debit persatuan lebar, q = Q/B; dengan : Q = debit banjir rencana, m3/dt; B = lebar total kolam olak, m.
- Hitung parameter energi berdasarkan persamaan : (q/(g.z^3)^0.5)
Dan
dengan bantuan grafik MDL untuk tipe MDL (peredam energy cekung) dapat
dicari : Dr = dalamnya cekungan; R = radius cekungan; Lr = panjang
cekungan; dan e = panjang ambang hilir.
Atau dengan bantuan grafik MDO untuk tipe MDO (peredam energy kolam datar dengan ambang hilir)
- Pasang rip-rap batu dengan diameter d=30/40 cm di hilir ambang hilir cekungan dengan panjang > 3.00 m dan dalam minimum 4-5 lapis.
Sedangkan tahapan untuk desain kolam olak tipe MDO : tahap (1) sampai (6) dan (8) sama seperti diatas, sedangkan untuk tahap (7) adalah :
Hitung parameter energi berdasarkan persamaan : (q/(g.z^3)^0.5)
Dengan
menggunakan grafik MDO (seperti tercantum di bawah) didapat harga Ds
dari harga perbandingan Ds/D2, dimana : Ds = elevasi mercu – elevasi
kolam olak; D2 = tinggi muka air hilir bendung.
Dengan menggunakan grafik MDO diperoleh panjang kolam olak L dari perbandingan L/Ds.
No comments:
Post a Comment