kegagalan
drainase kota Oleh Iden Wildensyah, Dibeberapa kota di Indonesia, sudah
lazim melubernya air dari saluran drainase ke jalan. Kemudian
menggenangi jalan itu sendiri. Sebut saja di Kota Bandung disebut dengan
cileuncang. Cileuncang yang menggenangi jalan terjadi karena besarnya
air permukaan yang mengalir tidak sebanding dengan luas permukaan
saluran drainase. Saluran drainase yang ada menjadi tidak optimal karena
banyaknya sampah yang menyumbat saluran atau sedimentasi yang tidak
terkendali. Disamping itu banyaknya kepentingan terhadap saluran
drainase yang sulit terkontrol seperti katakanlah kabel optic yang
dikubur sepanjang jalan sedikit banyak bisa membuat saluran drainase
menyempit atau mengecil dari lebar sebelumnya.
Drainase
Drainase merupakan sebagai prasarana yang dibangun berfungsi untuk melakukan pengeringan
genangan air di permukaan yang diakibatkan oleh hujan deras sehingga
air dapat berjalan. Prasarana ini terdiri dari jaringan selokan (sistem
mikro) dengan membuang airnya ke saluran air yang lebih besar (sistem
Makro). Drainase yang berasal dari kata to drain yang berarti
mengeringkan atau mengalirkan air drainase, merupakan suatu sistem
pembuangan air bersih dan air limbah dari daerah pemukiman, industri,
pertanian, badan jalan dan permukaan perkerasan lainnya, serta berupa
penyaluran kelebihan air pada umumnya, baik berupa air hujan, air limbah
maupun air kotor lainnya yang keluar dari kawasan yang bersangkutan
baik di atas maupun di bawah permukaan tanah ke badan air atau ke
bangunan resapan buatan.
Pemahaman secara umum mengenai drainase perkotaan adalah
suatu ilmu dari drainase yang mengkhususkan pengkajian pada kawasan
perkotaan, yaitu merupakan suatu sistem pengeringan dan pengaliran air
dari wilayah perkotaan yang meliputi pemukiman, kawasan industri dan
perdagangan, sekolah, rumah sakit, lapangan olahraga, lapangan parkir, instalasi militer, instalasi listrik dan telekomunikasi, pelabuhan
udara, pelabuhan laut, serta tempat-tempat lainnya yang merupakan
bagian dari sarana kota yang berfungsi mengendalikan kelebihan air
permukaan, sehingga menimbulkan dampak negatif dan dapat memberikan
manfaat bagi kegiatan kehidupan manusia.
Drainase perkotaan terbagi menjadi dua, yaitu drainase air hujan (storm water drainage) dan drainase air limbah (sewer drainage).
Drainase air hujan terletak di atas permukaan tanah dan drainase air
limbah terletak di bawah permukaan tanah. Adanya pemisahan antara
drainase air hujan dan air limbah ini dikarenakan air hujan yang turun
ke bumi masih dapat digunakan untuk kehidupan manusia dan mahluk hidup
lainnya, karena tidak mengandung partikel-partikel atau zat-zat yang
merugikan. Sedangkan untuk air limbah yang mengandung partikel-partikel
atau zat-zat yang merugikan harus dibuat sistem drainase tersendiri di
bawah permukaan tanah, agar tidak mengganggu kelangsungan hidup mahluk
hidup.
Solusi
Dr
Ing Ir Agus Maryono, pakar teknik sipil UGM menawarkan konsep Drainase
ramah lingkungan , drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya
mengelola air kelebihan dengan cara sebesar-besarnya diresapkan ke
dalam tanah secara alamiah atau mengalirkan ke sungai dengan tanpa
melampaui kapasitas sungai sebelumnya. Dalam drainase ramah lingkungan,
justru air kelebihan pada musim hujan harus dikelola sedemikian sehingga
tidak mengalir secepatnya ke sungai. Namun diusahakan meresap ke dalam
tanah, guna meningkatkan kandungan air tanah untuk cadangan pada musim
kemarau. Konsep ini sifatnya mutlak di daerah beriklim tropis dengan
perbedaan musim hujan dan kemarau yang ekstrem seperti di Indonesia.
Untuk
Kota Bandung sendiri, diperlukan Kebijakan penataan ruang seperti yang
didasarkan pada UU no.24/1992 yang memiliki pengertian bahwa penataan
ruang tidak saja berdimensi pada perencanaan pemanfaatan ruang saja,
tetapi juga termasuk dimensi pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Dalam rangka penanganan banjir terdapat empat prinsip
pokok penataan ruang yang perlu dipertimbangkan, yaitu :
1) Holistik
dan terpadu.
2) Keseimbangan kawasan hulu dan hilir.
3) Keterpaduan
penaganan secara lintas sektor dan lintas wilayah.
4) Peran serta
masyarakat mulai tahap perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
Dengan
demikian kebijakan penataan ruang dikembangkan untuk mewujudkan
keterpaduan pembangunan wilayah yang mampu mendorong peningkatan
kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungan hidup. Kebijakan
pengembangan prasarana perkotaan harus didasarkan pada pandangan
menyeluruh dalam pengelolaan air hujan. Pembangunan jaringan drainase
memang merupakan usaha untuk mengatasi genangan pada suatu wilayah,
namun hendaknya diperhatikan pula dampak terhadap wilayah lain di
sebelah hilir, jangan sampai penyelesaian masalah banjir dan genangan
pada suatu tempat justru menimbulkan masalah serupa di tempat lain di
sebelah hilir. Oleh karena itu di samping jaringan drainase perlu pula
dibangun sumur resapan, kolam penahan, kolam penyimpan, atau kolam
resapan sebagai sarana pengendali air hujan di seluruh daerah tangkapan
terutama di daerah perkotaan.
Mudah-mudahan
saja jika diusahakan dengan baik, fenomena banjir cileuncang tidak akan
terjadi lagi di Kota Bandung dan masyarakat bisa beraktivitas dengan
lancar tanpa gangguan jalanan yang rusak atau banjir secara umum di
beberapa tempat langgangan banjir. Jika Drainase terawat maka akan
menjadikan lingkungan aman, nyaman dan sehat. Maka dari warga maupun
dari daerah lain dilarang untuk mendirikan bangunan dan membuat bak
sampah diatas saluran air karena akan menghalangi jalannya kelancaran
air serta menyulitkan untuk membersihkannya. Dan bersatupadu dalam
membina dan menjaga lingkungan air yang bersih, sehat, dan bermanfaat
secara berkelanjutan.
No comments:
Post a Comment