I. Sejarah Struktur Baja
Penggunaan logam sebagai bahan struktural diawali dengan besi tuang untuk bentang lengkungan (arch) sepanjang 100 ft (30 m) yang dibangun di Inggris pada tahun 1777 – 1779. Dalam
kurun waktu 1780 – 1820,. Dibangun lagi sejumlah jembatan dari besi
tuang, kebanyakan berbentuk lengkungan dengan balok – balok utama dari
potongan – potongan besi tuang indivudual yang membentuk batang – batang
atau kerangka (truss) konstruksi. Besi tuang juga digunakan sebagai rantai penghubung pada jembatan – jembatan suspensi sampai sekitar tahun 1840.
Setelah
tahun 1840, besi tempa mulai mengganti besi tuang dengan contoh
pertamanya yang penting adalah Brittania Bridge diatas selat Menai di
Wales yang dibangun pada 1846 – 1850. Jembatan ini menggunakan gelagar
–gelagar tubular yang membentang sepanjang 230 – 460 – 460 – 230 ft (70 –
140 – 140 – 70 m) dari pelat dan profil siku besi tempa.
Proses canai (rolling)
dari berbagai profil mulai berkembang pada saat besi tuang dan besi
tempa telah semakin banyak digunakan. Batang – batang mulai dicanai pada
skala industrial sekitar tahun 1780. Perencanaan rel dimulai sekitar
1820 dan diperluas sampai pada bentuk – I menjelang tahun 1870-an.
Perkembangan
proses Bessemer (1855) dan pengenalan alur dasar pada konverter
Bessemer (1870) serta tungku siemens-martin semakin memperluas
penggunaan produk – produk besi sebagai bahan bangunan. Sejak tahun
1890, baja telah mengganti kedudukan besi tempa sebagai bahan bangunan
logam yang terutama. Dewasa ini (1990-an), baja telah memiliki tegangan
leleh dari24 000 sampai dengan 100 000 pounds per square inch, psi (165 sampai 690 MPa), dan telah tersedia untuk berbagai keperluan struktural.
Berikut ini adalah awal mula ditemukannya Baja.
· Besi ditemukan digunakan pertama kali pada sekitar 1500 SM
· Tahun
1100 SM, Bangsa hittites yang merahasiakan pembuatan tersebut selama
400 tahun dikuasai oleh bangsa asia barat, pada tahun tersebbut proses
peleburan besi mulai diketahui secara luas.
· Tahun
1000 SM, bangsa yunani, mesir, jews, roma, carhaginians dan asiria juga
mempelajari peleburan dan menggunakan besi dalam kehidupannya.
· Tahun 800 SM, India berhasil membuat besi setelah di invansi oleh bangsa arya.
· Tahun 700 – 600 SM, Cina belajar membuat besi.
· Tahun 400 – 500 SM, baja sudah ditemukan penggunaannya di eropa.
· Tahun 250 SM bangsa India menemukan cara membuat baja
· Tahun 1000 M, baja dengan campuran unsur lain ditemukan pertama kali pada 1000 M pada
kekaisaran fatim yang disebut dengan baja damascus.
· 1300 M, rahasia pembuatan baja damaskus hilang.
· 1700 M, baja kembali diteliti penggunaan dan pembuatannya di eropa.
II. Material baja
2.1 Jenis – jenis Baja
Dengan baja dimaksudkan suatu bahan dengan keserbasamaan yang besar, yang terutama terdiri atas ferrum (Fe) dalam bentuk hablur dan 0,04 @ 1,6% zat arang (C);
zat arang itu didapat dengan jalan membersihkan bahan pada temperatur
yang sangat tinggi, dengan menggunakan proses – proses yang akan disebut
sebagian besar dari besi kasar, yang dihasilkan oleh dapur – dapur
tinggi.
Semua
jenis – jenis baja sedikit banyak dapat ditempa dan dapat disepuh,
sedangkan untuk baja lunak pada tegangan yang jauh dibawah kekuatan tarik atau batas patah TB, yaitu apa yang dinamakan batas lumer atau tegangan lumer Tv,
terjadi suatu keadaan yang aneh, dimana perubahan bentuk berjalan terus
beberapa waktu, dengan tidak memperbesar beban yang ada.
Sifat
– sifat baja bergantung sekali kepada kadar zat arang, semakin
bertambah kadar ini, semakin naik tegangan patah dan regangan menurut
prosen, yang terjadi pada sebuah batang percobaan yang dibebani dengan
tarikan, yaitu regangan patah menjadi lebih kecil.
Persentase
yang sangat kecil dari unsur – unsur lainnya, dapat mempengaruhi sifat –
sifat baja dengan kuat sekali, secar baik atau jelek. Guna
membedakannya, jenis – jenis baja diberi nomor yang sesuai dengan
tegangan patah yang dijamin dan yang terendah pada percobaan tarik yang
normal, tetapi untuk setiap jenis baja juga ditentukan suatu TBmaks.
1.2 Klasifikasi Baja
1. Baja Karbon
Baja
Karbon dibagi menjadi empat kategori berdasarkan persentase karbonnya :
Karbon rendah (kurang dari 0,15%); Karbon lunak (0,15 – 0,29%); Karbon
sedang (0.3 – 0.59%); dan karbon tingi (0,6 – 1,7%). Baja Karbon
struktural termasuk dalam kategori karbon lunak. Baja Karbon struktur
menunjukan titik leleh dfinit, peningkatan perentase karbon akan
menigkatkan kekerasannya namun mengurangi kekenyalannya, sehingga lebih
sulit dilas.
2. Baja Perpaduan Rendah Berkekuatan Tinggi
Kategori
ini meliputi baja – baja yang memiliki tegangan leleh dari 40 – 70 ksi
(275 – 480 MPa), yang menunjukan titik leleh yang jelas, sama dengan
yang terjadi pada baja karbon. Penambahan sejumlah elemen paduan
terhadap baja seperti krom, kolubium, tembaga, mangan, molibden, nikel,
fosfor, vanadium atau zirkonium, akan memperbaiki sifat – sifat
mekanisnya. Bila Karbon mendapatkan kekuatan dengan penambahan kandungan
karbonnya, elemen – elemen paduan menciptakan tambahan kekuatan lebih
dengan mikrostruktur yang halus ketimbang mikrostruktur yang kasar yang
diperoleh selama proses pendinginan baja. Baja paduan rendah berkkuatan
tinggi digunakan dalam kondisi seperti tempaan atau kondisi normal yakni
kondisi dimana tidak digunakan perlakuan panas.
3. Baja Paduan
Baja
paduan rendah dapat didinginkan dan disepuh supaya dapat mencapai
kekuatan leleh sebesar 80 – 110 ksi (550 – 760 MPa). Kekuatan leleh
biasanya didefinisikan sebagai tegangan pada regangan offset 0,2%,
karena baja ini tidak menunjukan titik leleh yang jelas. Dengan
prosedur yang tepat baja ini dapat dilas, dan biasanya tidak membutuhkan
tambahan perlakuan panas setelah pengelasan dilakukan. Untuk beberapa
keperluan khusus, kadangkala dibutuhkan pengendoran tegangan. Beberapa
baja karbon, seperti baja tekanan fluida tertentu, dapat didinginkan dan
disepuh supaya dapat memberikan kekuatan leleh sekitar 80 ksi (550
MPa), namun kebanyakan baja dengan kekuatan sedemikian merupakan baja
paduan rendah. Baja paduan rendah ini pada umumnya memiliki karbon
sekitar 0,2% supaya dapat membatasi kekerasan mikrostruktur btiran kasar
(martensit) yang mungkin terbentuk selama perlakuan panas atau
pengelasan, sehingga dapat mengurangi bahaya retakan.
Perlakuan panas terdiri dari pendinginan (pendinginan secara cepat dengan air atau minyak paling tidk 16500F (9000C) sampai sekitar 300 – 4000F); kemudian penyepuhan dengan pemanasan kembali sampai paling tidak sekitar 11500F (6200C)
dan kemudian dibiarkan mendingin. Penyepuhan, meskipun mengurangi
sedikit kekuatan dan kekerasan dari bahan yang telah didinginkan, namun
dapat meningkatkan kekenyalan dan keuletan. Pengurangan dalam kekuatan
dan kekerasan dengan peningkatan temperatur sedikit dilawan oleh
munculnya pengerasan sekunder yang terjadi akibat penyerapan kolubium,
titanium atau vanadium karbida. Penyerapan ini dimulai pada temperatur
sekitar 9500F (5100C) dan menjadi makin cepat sampai sekitar 12500F (6800C). Penyepuhan pada atau sekitar 12500F
untuk mendapatkan penyerapan maksimum dari karbida mungkin akan
mengakibatkan masuknya elemen tersebut ke dalam zona transformasi dan
hasilnya mikrostruktur menjadi lebih lemah yang mungkin dapat diperoleh
tanpa pendinginan dan penyepuhan.
Secara
ringkas, pendinginan menghasilkan martensit, suatu mikrostruktur getas
yang sangat keras dan kuat ; pemanasan kembali akan sedikit mengurangi
kekuatan dan kekerasan, namun akan meningkatkan keuletan dan kekenyalan.
III. Sifat Baja
v Baja tahan garam (acid-resisting steel)
v Baja tahan panas (heat resistant steel)
v Baja tanpa sisik (non scaling steel)
v Electric steel
v Magnetic steel
v Non magnetic steel
v Baja tahan pakai (wear resisting steel)
v Baja tahan karat/korosi
IV Struktur Baja
Struktur dapat dibagi menjadi tiga kategori umum :
a) Struktur rangka (framed structure),
dimana elemen – elemennya kemungkinan terdiri dari batang – batang
tarik, balok, dan batang – batang yang mendapatkan beban lentur
kombinasi dan beban aksial,
b) Struktur tipe cangkang (shell type structure), dimana tegangan aksial lebih dominan,
c) Struktur tipe suspensi (suspension type structure), dimana tarikan aksial lebih mendominasi sistem pendukung utamanya.
a) Struktur Rangka
Kebanyakan
konstruksi bangnan tipikal termasuk dalam kategori ini. Bangunan
berlantai banyak biasanya terdiri dari balok dan kolom, baik yang
terhubungkan secara rigid atau hanya terhubung sederhana dengan
penopang diagonal untuk menjaga stabilitas. Meskipun suatu bangunan
berlantai banyak bersifat tiga dimensional, namun biasanya bangunan
tersebut didesain sedemikian rupa sehingga lebih kaku pada salah satu
arah ketimbang arah lainnya. Dengan demikian, bangunan tersebut dapat
diperlakukan sebagai serangkaian rangka (frame) bidang.
Meskipun demikian, bila perangkaan sedemikian rupa sehingga perilaku
batang – batangnya pada salah satu bidang cukup mempengaruhi perilaku
pada bidang lainnya, rangka tersebut harus diperlakukan sebagai rangka
ruang tiga dimensi.
Bangunan
– bangunan industrial dan bangunan – bangunan sau lantai tertentu,
seperti gereja, sekolah, dan gelanggang, pada umumnya menggunakan
struktur rangka baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian saja.
Khususnya sistem atap yang mungkin terdiri dari serangkaian kerangka
datar, kerangka ruang, sebuah kubah atau mungkin pula bagian dari suatu
rangka datar atau rangka kaku satu lantai dengan pelana. Jembatan pun
kebanyakan merupakan struktur rangka, seperti balok dan gelagar pelat
atau kerangka yang biasanya menerus.
b) Struktur Tipe Cangkang
Dalam tipe struktur ini,
selain melayani fungi bangunan, kubah juga bertindak sebagai penahan
beban. Salah satu tipe yang umum dimana tegangan utamanya berupa tarikan
adalah bejana yang digunakan untuk menyimpan cairan (baik untuk
temperatur tinggi maupun rendah), diantaranya yang paling terkenal
adalah tanki air. Bejana penyimpanan, tanki dan badan kapal merupakan
contoh – contoh lainnya. Pada banyak struktur dengan tipe cangkang,
dapat digunakan pula suatu struktur rangka yang dikombinasikan dengan
cangkang.
Pada
dinding – dinding dan atap datar, sementara berfungsi bersama dengan
sebuah kerangka kerja, elemen – elemen “kulit”nya dapat bersifat tekan.
Conto pada badan pesawat terbang. Struktur tipe cangkang biasanya
didesain oleh seorang spesialis.
c) Struktur Tipe Suspensi
Pada struktur dengan tipe
suspensi, kabel tarikmerupakan elemen – elemen utama. Biasanya
subsistem dari struktur ini terdiri dari struktur kerangka, seperti
misalnya rangka pengaku pada jembatan gantung. Karena elemen tarik ini
terbukti paling efisien dalam menahan beban, struktur dengan konsep ini
semakin banyak dipergunakan.
Telah
dibangun pula banyak struktur khusus dengan berbagai kombinasi dari
tipe rangka, cangkang, dan suspensi. Meskipun demikian, seorang desainer
spesialis dalam tipe struktur cangkang ini pun pada dasarnya harus juga
memahami desain dan perilaku struktur rangka.
V. Desain
a. Desain Struktur
Desain
struktur dapat didefinisikan sebagai suatu paduan dari sains dan seni,
yang mengkombinasikan perasaan intuitif seorang insinyur yang
berpengalaman mengenai perilaku struktur dengan pengetahuan yang
mendalam mengenai prinsip – prinsip statika, dinamika, mekanika bahan
dan analisis struktur, untuk menciptakan suatu struktur yang aman dan
ekonomis sehingga dapat berfungsi seperti yang diharapkan.
b. Prinsip – prinsip Desain
Desain
merupakan suatu proses untuk mendapatkan penyelesaian yang optimum.
Dalam desain apapun, harus ditentukan sejumlah kriteria untuk menilai
apakah yang optimum tersebut telah tercapai atau belum. Untuk sebuah
struktur, kriteria – kriteria tersebut dpat berupa :
1. Biaya minimum,
2. Berat yang minimum,
3. Waktu konstruksi yang minimum,
4. Jumlah tenaga kerja minimum,
5. Biaya pembuatan produk – produk pemilik yang minimum,
6. Efisiensi pengoperasian yang maksimum bagi pemilik.
Biasanya
dilibatkan beberapa kriteria yang masing – masing perlu diberi bobot
nilai. Dengan memperhatikan kriteria yang mungkin seperti diatas,
tampaklah bahwa penentuan kriteria – kriteria yang terukur dengan jelas
pun (seperti berat dan biaya) untuk mencapai suatu optimum kerap kali
terbukti tidak mudah, bahkan mustahil dilakukan. Dalam kebanyakan
situasi praktis, penilaian hanya dapat dilakukan secara kualitatif.
Apabila
suatu kriteria tertentu dapat diwujudkan secara matematis, untuk
memperoleh titik maksimum dan minimum dari fungsi objektif yang
bersangkutan, dapat digunakan teknik – teknik optimasi. namun hendaknya
kita tidak melupakan kriteria subyektif lainnya, walaupun
pengintegrasian dai prinsip – prinsip perilaku dengan desain elemen –
elemen baja struktur hanya berdasarkan kriteria – kriteria objektif yang
sderhana saja, misalnya berat dan biaya.
c. Prosedur Desain
Prosedur
desain dapat dianggap terdiri dari dua bagian, desain fungsional dan
deain kerangka kerja struktural. Desain fungsional menjamin tercapainya
hasil – hasil yang dikehendaki seperti :
a. Area kerja yang lapang dan mencukupi,
b. Ventilasi atau pengkondisian udara yang tepat,
c. Fasilitas – fasilitas transfortasi yang memadai, seperti lift, tangga, dan derek atau alat –alat untuk menangani bahan – bahan,
d. Pencahayaan yang cukup,
e. Estetika.
Desain
kerangka kerja struktural berarti pemilihan susunan serta ukuran elemen
– elemen struktur yang tepat, sehingga beban – beban layanan bekerja
dengan aman.
Secara gari besar, prosedur desain secara iteratif dapat digambarkan sebagai berikut :
1) Perencanaan. Penentuan
fungsi – fungsi yang akan dilayani oleh struktur yang bersangkutan.
Tentukan kriteria – kriteria untuk mengukur apakah desain yang
dihasilkan telah mencapai optimum.
2) Konfigurasi struktur pendahuluan. Susunan dari elemen – elemen yang akan melayani fungsi – fungsi pada langkah 1
3) Penentuan beban – beban yang harus dipikul.
4) Pemilihan batang pendahuluan. Pemilihan
ukuran batang yang memenuhi kriteria objektif, seperti berat atau biaya
minimum dilakukan berdasarkan keputusan dari langkah 1,2 dan 3.
5) Analisis. Analisis
struktur dengan membuat model beban – beban dan kerangka kerja
struktural untuk mendapatkan gaya – gaya internal dan defleksi yang
dikehendaki.
6) Evaluasi. Apakah
semua persyaratan kekuatan dan kemampuan kerja telah terpenuhi dan
apakah hasilnya sudah optimum? Bandingkan dengan kriteria – kriteria
yang telah ditentukan sebelumnya.
7) Redesain. Sebagai
hasil dari evaluasi, diperlukan pengulangan bagian mana saja dai urutan
1 sampai dengan 6. Langkah – langkah tersebut merupakan suatu proses
iteratif. Namun dengan mengingat bahwa konfigurasi struktur dan
pembebanan luar telah ditentukan sebelumnya.
No comments:
Post a Comment