Perkembangan Gaya Bangunan
Beberapa tahun terakhir ini marak sekali digunakan istilah rumah minimalis. Masyarakat awam biasanya menggunakan kata ini untuk menunjukkan gaya rumah yang sedang trend saat ini yaitu gaya rumah yang memiliki bentuk sederhana dan bersih dari ornamen-ornamen.
Gaya minimalis memang berasal dari kata minimal. Gaya ini lahir sebagai hasil pemikiran dalam dunia seni yang mulai disebut-sebut sekitar tahun 1950-an. Pada prinsipnya minimalist art adalah sebuah usaha menghadirkan esensi dari sebuah keindahan dengan mengurangi sebanyak mungkin komponen-komponen penghias dari seni yang dimaksud. Bagi penganut seni minimalis, hiasan-hiasan justru akan menyembunyikan keindahan sesungguhnya dari sebuah karya seni.
Perkembangan pemikiran dunia seni selalu mendahului dan mengilhami aliran gaya dalam dunia arsitektur. Ini dapat dimaklumi karena mengadopsi sebuah pemikiran seni dalam arsitektur membutuhkan waktu dan melibatkan banyak sekali pihak. Dunia arsitektur membutuhkan porsi obyektifitas lebih besar dibanding subyektifitas seniman dalam dunia seni.
Selain perkembangan gaya dalam seni, maka gaya dalam arsitektur juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya seperti teknologi baik bahan atau material maupun metoda kerja atau konstruksi.
Perubahan budaya dan gaya hidup saat ini juga memberikan pengaruh yang besar terhadap tumbuh kembangnya paham aliran minimalis dalam arsitektur. Saat ini masyarakat perlahan beranjak dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern bahkan hyper-modern. Dahulu, ketika budaya feodal sangat kental dalam kehidupan masyarakat, gaya arsitektur yang berkembang pun adalah gaya yang berkaitan dengan fungsi-fungsi tertentu yang terbatas pada bangunan-bangunan umum yang berkaitan erat dengan kekuasaan. Sedangkan pada saat ini, terjadi perubahan-perubahan pada struktur masyarakat yang juga berimbas hingga pada unit masyarakat terkecil yaitu keluarga. Jika pada tahun 70/80-an, sebuah rumah lebih banyak menampung kelompok-kelompok keluarga dalam satu atap. Dalam satu rumah terkadang terdapat beberapa kepala keluarga yang masih terhubung dalam ikatan darah (extended family). Dalam rumah terdapat ayah, ibu dan anak-anak serta kakek dan nenek, bahkan terdapat juga anak-anak yang telah berumah tangga pula. Pembagian kerja dalam rumah tangga seperti itu sangat jelas, bahwasannya tugas mencari nafkah dibebankan ke ayah (kaum bapak) dan tugas domestik yaitu menjaga dan merawat rumah dibebankan ke ibu (atau perempuan).
Kini extended family sudah mulai jarang ditemukan. Keluarga-keluarga kecil sekarang lebih memilih untuk memiliki kehidupan sendiri sebagai keluarga inti, dengan anggota hanya ayah dan ibu serta satu atau beberapa anak saja dengan tambahan seorang pembantu rumah tangga. Bahkan dalam kehidupan hyper-modern sekarang sudah lazim ditemui kehidupan keluarga dengan cukup satu ayah atau satu ibu dengan seorang atau beberapa anak, biasanya dikenal dengan orang tua tunggal (single-parent).
Keluarga inti inipun memiliki pembagian kerja yang relatif bervariasi, dengan ikut bekerjanya kalangan ibu. Fungsi domestik diserahkan ke tenaga pembantu untuk merawat rumah.
Kesibukan ayah dan ibu dalam bekerja menjadikan mereka memilih rumah yang lebih sederhana dalam perawatan. Bahkan hingga ke struktur ruang ikut berubah. Hirarki rumah yang dahulu rumit dan bertingkat (bukan makna harfiah punya tangga lho), kini beralih menjadi sederhana. Sekat-sekat ruang dalam bentuk dinding dan partisi berkurang. Ruang-ruang menyatu banyak ditemukan untuk kemudahan akses dan perawatan.
Bentuk dan Ruang
Dalam menilai kualitas sebuah rumah, mungkin banyak orang yang terjebak dalam penilaian terhadap apa yang tampak oleh mata, yaitu Bentuk dan Rupa. Padahal aspek lain yang tak kalah pentingnya adalah Ruang. Bentuk dan Ruang dalam teori-teori arsitektur memang sudah banyak dibahas, namun belum menjadi wacana umum karena sifatnya yang ‘intangible’.
Pengertian bentuk dan ruang telah lama diperkenalkan oleh pemikir-pemikir, salah satunya adalah Lao Tzu (550 SM). Salah satunya diungkapkan dalam terjemahan sebagai berikut:
” . kita membuat vas dari segumpalan tanah liat. Adalah ruang kosong dalam
vas tersebut yang membuatnya berguna .”
Penilaian terhadap kualitas ruang dalam karya arsitektur bergaya minimalis juga perlu dipahami. Secara sederhana, ruang terbentuk dari adanya batas-batas fisik yang lebih tegas seperti adanya dinding dan sekat ruang lainnya. Namun sesungguhnya batas ruang tidaklah melulu terbuat dari dinding masif. Batas-batas dapat diungkapkan dengan warna, terang-gelap, batas-batas sirkulasi, kaca transparan dan kegiatan.
Ruang-ruang minimalis biasanya dirancang dengan multi pemaknaan sehingga ruang tersebut dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang lebih luas. Ruang tamu dapat menyatu dengan ruang keluarga dan dapur. Secara temporal ruang-ruang tersebut dimaknai dengan kegiatan yang berlangsung di dalamnya. Batas-batas tidak masif digunakan untuk membagi ruangan tersebut, misalkan dengan menggunakan furniture. Sehingga dengan perubahan layout furniture akan mengubah fungsi, makna dan kualitas ruang minimalis tersebut.
Solusi ini banyak berguna agar rumah dapat berfungsi lebih optimal. Pada saat normal, ruang-ruang tersebut digunakan oleh penghuni dengan batas-batas yang kecil sesuai kegiatan. Dan ketika berlangsung acara keluarga, maka ruang tersebut dapat disatukan dengan menghilangkan batas-batas non masif tersebut.
Demikian pula dengan ruang luar yang terbentuk dalam wilayah kavling rumah. Ruang ini dapat terbentuk dengan adanya bentuk masif bangunan sehingga tercipta ruang halaman depan, halaman samping dan halaman belakang atau bahkan inner-court.
Salah kaprah dalam Arsitektur Minimalis
Berangkat dari sejarah berkembangnya arsitektur minimalis di atas maka kita dapat melakukan penilaian terhadap penggunaan gaya arsitektur rumah. Apakah gaya tersebut memang sejalan dengan alasan-alasan rasional dan estetika yang melatarbelakanginya ataukah sekedar menjadi kosmetik bangunan yang alih-alih menampilkan keindahan malah menimbulkan masalah-masalah teknis.
Penilaian ini penting karena menyangkut pemaknaan kualitas rumah oleh sang pemilik rumah itu sendiri. Kekeliruan ini dapat berakibat tidak betahnya penghuni rumah dan membesarnya biaya perawatan bangunan, dan berakhir di kolom baris sebuah koran dengan judul ‘dijual’.
Jargon minimalis paling sering digunakan kalangan pengembang saat ini untuk menjual rumah-rumah buatan mereka. Namun jika diteliti, ada sebagian kecil yang hanya menjual gaya tanpa diikuti oleh idealisme minimalis yang sesungguhnya. Unsur-unsur minimalis yang diterapkan hanyalah tempelan belaka yang tampak hanya secara visual. Terkadang aspek visualpun gagal menghadirkan keindahan bahkan menimbulkan masalah akibat kurangnya
antisipasi terhadap kondisi iklim lokal di Indonesia.
Satu lagi yang paling penting, tentang salah kaprah Arsitektur Minimalis yaitu anggapan tentang biaya. Arsitektur minimalis tidak berhubungan sama sekali dengan murahnya biaya pembangunan, walaupun dengan pertimbangan dan pemilihan bahan yang tepat dapat menghasilkan bangunan dengan biaya yang rendah. Justru sebaliknya, arsitektur atau rumah minimalist cenderung lebih mahal karena membutuhkan penanganan-penanganan desain yang tidak standard, baik dari material maupun teknik implementasinya.
Belajar dari pengalaman terdahulu
Ada resiko yang akan ditanggung oleh pemilik rumah jika memilih gaya bangunan dengan hanya mempertimbangkan aspek estetis. Gaya bangunan biasanya adalah hal yang paling cepat usang dari bagian bangunan yang lain. Ketika tembok-tembok masih kokoh berdiri, gaya bangunan sudah tidak sesuai lagi dengan jamannya. Rumah-rumah seperti ini akan cepat kelihatan kuno dan ketinggalan jaman.
Mungkin masih lekat dalam pengamatan kita bagaimana rumah gaya tahun 80-an sempat mengadopsi satu gaya tertentu pada saat itu. Kala itu, teknologi beton sedang naik daun. Demikian juga dengan solusi finishing menggunakan beton semprot yang kala itu sangat laris menjadi pilihan para arsitek dan pemilik rumah untuk sentuhan finishing pada exterior rumah. Tapi kini, bangunan-bangunan tersebut terlihat kuno dan ketinggalan jaman dibanding rumah-rumah lain yang cenderung bergaya netral.
Akankah rumah-rumah minimalis sekarang mengalami hal yang sama pada suatu saat yang tak lama lagi dari saat ini? Rumah-rumah ini terlihat usang dan kumuh karena gagal mengantisipasi pengaruh iklim. Bidang-bidang sederhana dalam bangunan minimalis dengan warna yang indah pada saat dibangun dapat berubah menjadi coret-moret lukisan alam akibat terpaan hujan dan panas yang berganti sesuai musim. Bercak-bercak jamur dan lumut yang sering tidak ditampilkan oleh arsitek kala menggambar model 3D rumah, nanti akan muncul merusak minimalisme gaya yang diusung.
source: www.amtpls.multiply.com
No comments:
Post a Comment