Stabilisasi tanah dengan menggunakan
semen pertama kali dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1935 dan
sejak itu penggunaannya berkembang cukup pesat. Pondasi bangunan untuk
rumah dan bangunan pabrik di Amerika dan Afrika Selatan hingga tahun
1949 yang didirikan diatas tanah dengan kondisinya kurang baik, banyak
menggunakan cara-cara stabilisasi dangkal memakai semen.
Selama Perang Dunia, beberapa Negara menggunakan stabilisasi tanah dengan semen untuk konstruksi
lapangan terbang. Pasca-Perang Dunia II penggunaan stabilisasi dangkal
berkembang tidak terbatas untuk bangunan tempat tinggal atau bangunan
pabrik akan tetapi juga di pakai untuk stabilisasi tanah dasar pada
bangunan jalan-jalan lingkungan perumahan serta fondasi bawah (sub base)
jalan raya. Untuk keperluan dinding saluran samping, kanal dan
reservoir khususnya di lingkungan perkebunan di Amerika pada saat itu
stabilisasi tanahnya menggunakan semen cair atau biasa disebut dengan
stabilisasi semen plastis yang berupa mortar.
Adapun stabilisasi tanah dengan
menggunakan tiang kayu telah dilakukan sejak dulu oleh masyarakat kita
di pedalaman akan tetapi masih terbatas hanya untuk menopang bangunan
rumah yang sederhana. Pada abad ke-19, pemanfaatan tiang kayu ataupun
tiang dengan bahan material lainnya sebagai konstruksi cerucuk semakin
berkembang tidak terbatas hanya untuk bangunan rumah sederhana saja,
akan tetapi untuk bangunan lainnya seperti :
jembatan, bangunan, bendung dan lain-lain.
jembatan, bangunan, bendung dan lain-lain.
Dari segi kinerja, stabilisasi dangkal
dapat mengurangi penurunan total dan perbedaan penurunan, deformasi
lateral, serta meningkatkan stabilitas fondasi, baik jangka pendek
maupun jangka panjang.
Tanah lunak di Indonesia bervariasi mulai dari tanah inorganik, organik sampai gambut,
sehingga masing-masing tipe tanah memiliki karakteristik yang berbeda
sehingga efektifitas stabilisasi dangkal pun akan berbeda pula. Material
pencampur yang digunakan untuk menstabilisasi lapisan permukaan akan
berbeda pula untuk tiap jenis tanah. Stabilisasi dangkal, baik
stabilisasi dengan menggunakan bahan semen atau kapur maupun menggunakan
tiang cerucuk telah banyak diterapkan hampir di seluruh daerah di
Indonesia seperti di Sumatra, Kalimantan dan Papua.
Penggunaan stabilisasi dangkal ini
terutama untuk keperluan konstruksi jalan raya pada daerah yang miskin
material agregat atau pada daerah tanah lunak. Stabilisasi tanah lunak
dengan semen atau kapur dilakukan dalam peningkatan jalan-jalan pada
daerah tanah lunak dengan kedalaman yang relatif tidak dalam, sedangkan
stabilisasi pada tanah lunak dengan cerucuk untuk jalan yang melalui
daerah berawa atau tanah lunak yang relatif agak dalam.
Dalam penerapan metode perbaikan
tanah lunak dengan cara meningkatkan kekuatannya, teknik stabilisasi
dangkal merupakan langkah pertama sebagai pendekatan yang layak dalam
suatu proyek. Salah satu faktor yang sangat penting dalam penentuan ini
adalah riwayat tegangan tanah, misalnya apabila tanah telah mengalami
pra kompresi lebih dahulu sehingga tanah masih dalam kondisi/keadaan
konsolidasi berlebih maka penggunaan stabilisasi dangkal kemungkinan
tidak diperlukan.
Petunjuk mengenai prinsip-prinsip penggunaan stabilisasi dangkal dengan semen atau cerucuk dalam pembuatan konstruksi timbunan untuk jalan terdapat pada Pd T-11-2005-B.
Silahkan diunduh Download Link 1 atau yang Download Link 2.
No comments:
Post a Comment