5.1
UMUM
Didalam melaksanakan pekerjaan Supervisi Konstruksi Penanganan Banjir dan
Perbaikan Alur Sungai Baturiti dan Perkuatan Tebing Sungai Sausu (Lanjutan)
terdapat berbagai kendala yang ditemui dilapangan. Kendala-kendala tersebut
selain dapat menghambat pekerjaan juga dapat membuat pekerjaan yang telah
dikerjakan terjadi kerusakan. Oleh sebab itu perlu diadakan identifikasi
masalah dan juga teknik untuk mengatasi kendala-kendala yang terjadi
dilapangan.
5.2
Permasalahan DAS Baturiti
5.2.1
Banjir
Salah satu fenomena alam yang sulit untuk diprediksi besaran dan waktu
kejadiannya adalah banjir. Banjir di sungai sangat dipengaruhi oleh variable
utama pembentuk aliran yakni hujan yang dialihragamkan menjadi aliran di dalam
system DAS. Karakteristik hujan dengan variabilitas ruang (spatial variability) dan variabilitas waktu (temporal variability) yang besar menyebabkan kejadina banjir
memiliki sifat ketidakpastian (probabilistic)
dan keacakan (stochastic) yang
tinggi. Dengan kata lain banjir di sungai dapat terjadi setiap waktu dengan
debit yang bervariasi.
Pada prinsipnya aliran banjir di sungai didefinisikan dengan cirri
terlampauinya kapasitas tampang maksimum (exceeded
bank full capacity). Hal ini dapat terjadi selain oleh faktor hujan sebagai
pemicu, juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik DAS, morfologi sungai dan
kondisi angkutan sedimen di muara. DAS merupakan satu kesatuan system yang
mentransformasikan hujan menjadi aliran dengan berbagai sifatnya (Sri Harto,
2000). Prinsip transformasinya mengikuti 2 konsep dasar hidrologi yakni siklus
hidrologi (hydrologic cycle) dan
keseimbangan air (water balance).
Parameter DAS yang besar pengaruhnya terhadap karakteristik aliran banjir
adalah perubahan fungsi lahan (land use),
baik yang terjadi secara alamiah maupun eksploitasi dan pemanfaatan lahan yang
sengaja dilakukan oleh manusia (antrophogenic)
untuk meningkatkan kesejahteraan dari tolok ukur ekonomi. Perubahan fisik yang
terjadi di DAS akan berpengaruh langsung terhadap kemampuan retensi DAS sebagai
Zona penahan air di bagian hulu (Maryono, 2002). Turunnya kemampuan retensi DAS
akibat perubahan dan alih fungsi lahan tersebut mempengaruhi besarnya angka limpasan
(run-off) dan erodibiltas permukaan
yang menyebabkan terjadinya aliran besar dengan konsentrasi sedimen (suspense) yang tinggi.
Akibat adanya perubahan fungsi lahan di dalam DAS terutama akibat
eksploitasi masyarakat pemukim di DAS Baturiti untuk kepentingan perluasan
pemukiman, pertanian, perkebunan dan peruntukkan lainnya, telah menyebabkan
terjadinya banjir beberapa kali di Sungai Baturiti.
Banjir yang terjadi di DAS Baturiti ini dapat memutuskan jalan Trans
Sulawesi yang menghubungkan antara Kota Palu dengan Desa Baturiti. Selain itu
banjir ini juga menyebabkan kerugian material yang besar karena merusak harta
benda masyarakat dan prasaranan wilayah, seperti jalan. Banjir yang terjadi di
Desa ini bahkan terkadang mengancam jiwa manusia sehingga terjadi pengungsian.
5.2.2
Erosi
Erosi pada dasarnya merupakan proses
perataan kulit bumi. Proses ini terjadi melalui penghancuran, pengangkutan dan
pengendapan. Di alam, ada dua penyebab utama yang aktif dalam menimbulkan
erosi, yaitu air dan angin. Erosi yang disebabkan oleh angin disebut erosi
angin dan erosi jenis ini terutama dialami oleh daerah-daerah yang kering atau
padang pasir. Di daerah tropika basah seperti di Indonesia penyebab erosi yang
paling dominan adalah air. Proses erosinya disebut erosi air. Air yang
menyebabkan erosi adalah air hujan/ pukulan air hujan, limpasan permukaan, air
sungai, air danau dan air laut. Ketiga unsur yang disebut terakhir menyebabkan
terkikisnya tepi tebing sungai, danau dan pantai.
Erosi lainnya adalah erosi parit.
Erosi seperti ini banyak terjadi pada ruas jalan yang bergelombang
(pendakian/penurunan) dan belum di aspal atau telah terkelupas aspalnya. Erosi
inilah yang terjadi pada jalan masuk ke lokasi proyek, sehingga menyebabkan
sulitnya akses jalan masuk bagi alat berat maupun dumptruck yang akan mengangkut material timbunan ke lokasi proyek.
Pada ruas jalan yang telah diaspal, erosi parit terjadi di pinggir jalan
(sekitar batas aspal dengan tanah).
5.2.3
Longsor
Longsor adalah pergerakan massa
batuan/tanah dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Longsor
mudah terjadi pada wilayah yang relative terjal dengan formasi batuan dengan
tingkat kepadatan yang rendah, telah mengalami pelapukan dan erosi berat, dan
juga pada wilayah rawan gempa. Dampak dari longsor bisa bermacam-macam,
misalnya terputusnya prasarana transportasi, perhubungan, jaringan listrik,
tertutupnya lahan pertanian dan permukiman.
Longsor berpotensi terjadi pada
wilayah yang mempunyai kemiringan relative terjal, dengan agen utama adalah
hujan di samping faktor beban dan getaran. Lokasi longsor dan rawan longsor
banyak ditemui, di pinggir-pinggir jalan, tebing-tebing dekat sungai, tebing
sungai dan lahan perkebunan di sekita daerah proyek pada Desa Baturiti.
Gambar 5.1 Longsor
pada Tebing Sungai Baturiti di Kecamatan Balinggi
(Sumber: Dokumentasi Proyek)
Wilayah desa ini berada pada
kemiringan yang relative terjal dan bergelombang, yang sifat batuannya lepas
dan tidak kompak. Sehingga. Setiap terjadi hujan berintensitas tinggi dengan waktu
yang relative lama, selalu terjadi longsor. Akibatnya, pekerjaan penggalian
dasar pemasangan bronjong dan juga pekerjaan bronjong yang sementara berjalan
dapat mengalami hambatan maupun kerusakan karena timbunan longsor.
5.2.4
Sedimentasi
Proses sedimentasi akan menyebabkan pendangkalan sungai yang dapat menimbulkan banjir pada musim penghujan karena daya tamping sungai berkurang, matinya terumbu karang dan pendangkalan drainase yang dapat menimbulkan genangan air di jalan-jalan meskipun tidak terjadi hujan. Dampak lainnya adalah dapat terjadi longsor pada lereng-lereng yang relative terjal. Sedangkan dampak positifnya adalah cadangan bahan galian sirtukil di sungai akan meningkat. Sedimentasi di darat umumnya disebabkan oleh adanya erosi dan longsor. Umumnya terjadi di badan-badan sungai dan tempat-tempat rendah lainnya seperti drainase dan bahkan badan jalan. Sedimentasi ini juga terkadang mengubah bentuk alur sungai menjadi berkelok-kelok dan pada belokan luar (meander-luar) terjadi pengikisan tebing sungai.
Gambar 5.2 Sedimentasi
pada DAS Baturiti di Kecamatan Balinggi
(Sumber: Dokumentasi Proyek)
5.3
Permasalahan DAS Sausu
5.3.1
Banjir
Sama halnya dengan fenomena banjir yang terjadi di daerah Desa Baturiti,
di Desa Sausu pun sering terjadi banjir akibat curah hujan yang tinggi dan
terjadinya pengurangan penampang sungai akibat DAS dialihkan menjadi perkebunan
oleh warga di sektar DAS.
Akibat adanya perubahan fungsi lahan di dalam DAS terutama akibat
eksploitasi masyarakat pemukim di DAS Sausu untuk kepentingan perluasan
pemukiman, pertanian, perkebunan dan peruntukkan lainnya, telah menyebabkan
terjadinya banjir beberapa kali di Sungai Baturiti.
Banjir yang terjadi di DAS Sausu ini dapat memutuskan jalan Trans
Sulawesi yang menghubungkan antara Kota Palu dengan Desa Sausu. Selain itu
banjir ini juga menyebabkan kerugian material yang besar karena merusak harta
benda masyarakat dan prasaranan wilayah, seperti jalan. Banjir yang terjadi di
Desa ini bahkan terkadang mengancam jiwa manusia sehingga terjadi pengungsian.
5.3.2
Erosi
Erosi sering terjadi di sekitar
daerah pekerjaan Perkuatan Tebing Sungai Sausu (Lanjutan) dikarenakan curah
hujan di daerah Desa Sausu berintensitas tinggi, erosi ini menyebabkan akses
jalan masuk ke lokasi pekerjaan menjadi berlubang dan mengalami penurunan yang
menyebabkan mobilisasi alat berat cukup sulit untuk dilaksanakan.
5.3.3
Longsor
Pada daerah pekerjaan Perkuatan
tebing Sungai Sausu juga terjadi longsoran-longsoran yang mengakibatkan
perlunya dibuatkan tanggul penahan seperti bronjong. Wilayah desa ini berada
pada kemiringan yang relative datar namun jalannya agak bergelombang, yang
sifat tanahnya cukup stabil tapi apabila terjadi hujan dapat menyebakan longsor.
Akibatnya, pekerjaan penggalian dasar pemasangan bronjong dan juga pekerjaan
bronjong yang sementara berjalan dapat mengalami hambatan maupun kerusakan
karena timbunan longsor.
5.3.4
Sedimentasi
Sedimentasisering
terjadi pada DAS Sausu, hal ini disebabkan sungai sausu merupakan anak sungai
yang menghubungkan antara beberapa sungai yang membawa material yang cukup
besar, sehingga apabila terjadi hujan dengan intensitas sedang saja dapat
membuat sungai Sausu dipenuhi dengan material sirtukil pasca banjir. Hal ini
menyebabkan sungai sausu memiliki alur sungai sungai yang berkelok-kelok dan
terjadi meander-meander yang menyebabkan terkikisnya tepi-tepi sungai yang
akhirnya penampang sungai untuk menampung air sungai menjadi lebih kecil.
5.4
Penanggulangan Masalah di
Lapangan
Dikarenakan di lapangan terdapat masalah-masalah yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka diperlukan solusi yang tepat untuk menanggulangi masalah
tersebut, diantaranya adalah :
a.
Pembuatan dewatering
Hal
ini dimaksudkan agar pekerjaan pemasangan bronjong yang sedang berlangsung
tidak akan mengalami hambatan hal ini dikarenakan dewatering akan melindungi
pekerjaan yang sedang berlangsung apabila terjadi banjir yang cukup besar,
sehingga tidak akan menimbun pekerjaan bronjong yang masih dalam tahap
pekerjaan.
Gambar 5.2 Pembuatan
Dewatering
(Sumber: Dokumentasi Proyek)
b.
Melakukan Penimbunan Jalan
dengan Sirtukil
Hal
ini dimaksudkan agar akse jalan masuk ke lokasi proyek dapat diakses dengan
mudah, seperti yang diuraikan sebelumnya bahwa akses jalan masuk ke setiap
lokasi proyek bergelombang dan terjal sehingga diperlukan perbaikan akses jalan
masuk. Sirtukil ini diperoleh dari daerah lokasi proyek dan diangkut
menggunakan Dumptruck setiap alat Dumptruck telah selesai membawa batu bronjong
ke dalam lokasi proyek.
No comments:
Post a Comment