Pemerintah Indonesia telah mencanangkan reformasi di
bidang akuntansi. Salah satu reformasi yang dilakukan adalah keharusan
penerapan akuntansi berbasis akrual pada setiap instansi pemerintahan, baik pemerintah
pusat maupun pemerintahan daerah, yang dimulai tahun anggaran 2008. Hal ini
ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
dalam Pasal 36 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut: ”Ketentuan mengenai pengakuan
dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 undang-undang ini dilaksanakan
selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran
pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan
dan pengukuran berbasis kas.” Akuntansi berbasis akrual adalah suatu basis
akuntansi di mana transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya diakui, dicatat, dan
disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa
memperhatikan waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Dalam
akuntansi berbasis akrual, waktu
pencatatan (recording) sesuai dengan saat terjadinya arus sumber daya, sehingga
dapat menyediakan informasi yang paling komprehensif karena seluruh arus sumber
daya dicatat. Secara lebih mendalam, Study #14 IFAC Public Sector Committee
(2002) menyatakan bahwa pelaporan berbasis akrual bermanfaat dalam mengevaluasi
kinerja pemerintah terkait biaya jasa layanan, efisiensi, dan pencapaian
tujuan. Dengan pelaporan berbasis akrual, pengguna dapat mengidentifikasi
posisi keuangan pemerintah dan perubahannya, bagaimana pemerintah mendanai
kegiatannya sesuai dengan kemampuan pendanaannya sehingga dapat diukur
kapasitas pemerintah yang sebenarnya.
Akuntansi pemerintah berbasis akrual juga memungkinkan
pemerintah untuk mengidentifikasi kesempatan dalam menggunakan sumberdaya masa
depan dan mewujudkan pengelolaan yang baik atas sumberdaya tersebutSelama beberapa dekade pemerintah
Indonesia sudah melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki kualitas kinerja,
tranparansi, dan akuntabilitas pemerintahan di Indonesia. Upaya ini mendapat
momentum dengan reformasi keuangan negara di penghujung tahun 1990an berupa
diterbitkannya tiga paket UU di bidang keuangan negara yaitu UU No. 17 tahun
2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, dan UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan
Pengelolaan Keuangan Negara. UU No. 17 Tahun 2003 mengamanatkan bahwa pendapatan
dan belanja baik dalam penganggaran maupun laporan pertanggungjawabannya diakui
dan diukur dengan basis akrual. Hal tersebut dapat dilihat dari Pasal 1 UU No.17 tahun 2003 yang mendefinisikan Pendapatan
negara/daerah adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih dan Belanja negara/daerah adalah kewajiban pemerintah
pusat/daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
Selanjutnya
pasal 36 ayat (1) menyatakan bahwa pengakuan dan pengukuran pendapatan dan
belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Perkembangan
akuntansi pemerintahan di Indonesia sebelum reformasi belum menggembirakan. Saat
itu, akuntansi pemerintahan di Indonesia belum berperan sebagai alat untuk
meningkatkan akuntabilitas kinerja birokrasi pemerintah dalam memberikan
pelayanan publik kepada masyarakat. Pada periode tersebut, output yang
dihasilkan oleh akuntansi pemerintahan di Indonesia sering tidak akurat,
terlambat, dan tidak informatif, sehingga tidak dapat diandalkan dalam
pengambilan keputusan. Perubahan dari basis kas menjadi basis akrual dalam
akuntansi pemerintahan merupakan bagian dari bangunan yang ingin dibentuk dalam
reformasi di bidang keuangan negara seperti yang diamanatkan dalam UU No. 17
tahun 2003. Oleh karena itu, perubahan basis akuntansi pemerintahan di
Indonesia dari basis kas menuju basis akrual dilakukan secara bertahap. Berdasarkan
Pasal 32 UU 17 Tahun 2003 dan Pasal 57 UU 1 Tahun 2004, penyusunan standar
akuntansi pemerintahan ditugaskan pada suatu komite standar yang independen
yang ditetapkan dengan suatu keputusan presiden, komite tersebut adalah Komite Standar
Akuntansi Pemerintahan (KSAP). Organisasi KSAP terdiri dari Komite Konsultatif
dan Komite Kerja yang dibantu oleh Kelompok Kerja. Komite Konsultatif bertugas
member konsultasi dan/atau pendapat dalam rangka perumusan konsep Rancangan
Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Untuk menjaga
kualitas Standar Akuntansi Pemerintahan, maka proses penyusunannya melalui
mekanisme prosedural yang meliputi tahap tahap kegiatan dalam setiap penyusunan
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) oleh Komite. Proses penyiapan
Standar Akuntansi Pemerintahan yang digunakan ini adalah proses yang berlaku
umum secara internasional dengan penyesuaian terhadap kondisi yang ada di
Indonesia.
Pada tahun 2005, Presiden SBY menetapkan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang merupakan
standar akuntansi pemerintahan pada masa transisi dari basis kas menuju basis
akrual penuh. SAP mulai diberlakukan untuk penyusunan laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD Tahun Anggaran 2005. Berdasarkan PP tersebut,
akuntansi pemerintahan menggunakan akuntansi basis kas menuju akrual (cash
basis toward accrual), artinya menggunakan basis kas untuk pengakuan
pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis
akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam Neraca. Penerapan
Standar Akuntansi Pemerintahan dengan basis cash towards accrual di Pemerintah
Indonesia baik Pusat maupun Daerah telah berjalan selama 5 tahun. Dalam rangka
penerapan SAP dimaksud, Pemerintah Pusat telah membangun system akuntansi
berbasis komputer (Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat) untuk menyelenggarakan akuntansi
dan menghasilkan Laporan Keuangan di seluruh Kementerian/Lembaga, Bendahara Umum
Negara, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan
walaupun menghadapi banyak hambatan, sudah menunjukkan adanya peningkatan. Hal
tersebut antara lain tercermin atas opini yang diberikan BPK atas Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK, opini LKPP Tahun 2009
adalah Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau qualified opinion.
No comments:
Post a Comment