Pembebanan Pada Struktur Bangunan

Pembebanan pada struktur bangunan merupakan salah satu hal yang terpenting dalam perencanaan sebuah gedung. Kesalahan dalam perencanaan beban atau penerapan beban pada perhitungan akan mengakibatkan kesalahan yang fatal pada hasil desain bangunan tersebut. Untuk itu sangat penting bagi kita untuk merencanakan pembebanan pada struktur bangunan dengan sangat teliti agar bangunan yang didesain tersebut nantinya akan aman pada saat dibangun dan digunakan.

Berikut saya akan menjelaskan tentang pembebanan pada struktur bangunan.

Definisi utama beban adalah : sekelompok gaya yang akan bekerja pada suatu luasan struktur.
Setiap struktur yang akan direncanakan sebenarnya telah ditentukan oleh kode – kode pembebanan yang telah ditetapkan berupa standar nasional Indonesia (SNI)

Seberapa penting pembebanan ini ?





Kode Pembebanan
  • PPUG 1987 (Peraturan Pembebanan Gedung)
  • ASCE 2005 (Gedung Lengkap)
  • SNI 1726 -2002 (Perencanaan Gempa)
  • SNI T02 -2005 (Pembebanan Jembatan)
  • SNI 03 – 2833 -200x (Gempa dinamis jembatan)

Kode Perencanaan
  • SNI 03 1729 2002 Struktur Baja
  • SNI 03 xxxx 2002 Struktur Beton
  • SNI 03 xxxx 2002 Struktur Kayu
  • SNI T03 – 2005 Jembatan Baja
  • SNI T12 – 2004 Jembatan Beton
Beban Pada Gedung

Pembebanan pada Gedung biasanya terdiri dari :
  • Beban Mati
  • Beban Hidup
  • Beban Angin
  • Beban Gempa
  • Beban Additional (Tergantung kondisi dan situasi)
Beban Mati
  • Beban Mati : Beban yang tetap berada di gedung
  • dan tidak berubah ubah
  • Beban Balok (Profil x γ )
  • Beban Kolom (Profil x γ )
  • Beban Plat (Profil x γ )
  • Beban Dinding ( tinggi x berat /m2)
  • PPUG 
  • => 2.5 KN /m2 untuk susunan ½ bata
Beban Hidup

Beban Hidup : adalah beban yang berubah ubah pada struktur dan tidak tetap. Termasuk beban berat manusia dan perabotnya atau beban menurut fungsinya
  • Ruang Kantor
  • Ruang Pertunjukkan
  • Parkir
Beban Angin

Beban angin adalah beban yang bekerja horisontal / tegak lurus terhadap tinggi bangunan. Untuk gedung – gedung yang dianggap tinggi angin harus diperhitungkan bebannya karena berpengaruh terhadap story drift/simpangan gedung dan penulangan geser.
Kode perencanaan yang dianggap paling tepat saat ini untuk Indonesia adalah kode ASCE 7 2005 chapter 6.
Beban Angin sangat dipengaruhi faktor topografi dan luasan bangunan.

Beban Gempa

Beban Gempa adalah beban yang disebakan oleh bergeraknya tanah akibat proses alami.
Beban Gempa Terdiri dari 2 konsep yaitu desain statis dan desain dinamis
Untuk bangunan tinggi beban gempa harus diterapkan sedemikian rupa sehingga bangunan harus mampu menahan
gempa ulang 50 tahun.
Pada Desain Gempa inilah nilai daktalitas suatu bangunan dapat ditentukan

Beban additional

Beban additional adalah beban yang memiliki nilai lebih besar dari nilai beban mati atau beban hidup dan merupakan bagian dari struktur yang harus ditinjau ulang.
Contoh beban additional adalah :
  • Tandon air di atas bangunan
  • Kuda – Kuda
  • Tangga
  • Lift
  • Arsitektur seperti sunscreen
Aplikasi Beban Mati dan Hidup

Aplikasi Beban terdiri dari beberapa konsep.
  • Konsep Konvensional
=> Beban disini akan diperhitungkan terlebih sebagai Trapesium dan Segitiga
  • Konsep Portal Ekuivalen
=> Beban disini akan dibagi menjadi beban merata dan dianggap bekerja sepanjang jalur pembebanan masing - masing
  • Konsep Direct
=> Beban disini akan diterapkan langsung sesuai model

Penerapan Beban Mati

Dalam kasus desain, pertama bagian bagian struktur akan diprakirakan pada sub preliminary desain
Balok (1/10 -1/14) Bentang Kolom diprakirakan berdasarkan rumus tertentu atau minimal equal dengan b balok atau lebih besar dari 250 mm yang disyaratkan Plat diprakirakan tebalnya terhadap fungsi bangunan atau mengacu pada prasyarat Kembali, jika kasusnya adalah desain maka berat sendiri dari balok, kolom , plat akan diperhitungkan dalam simulasi hingga desain equal dengan model Jika analisa (sudah ada) maka berat sendiri dapat diperlakukan sebagai beban yang diperhitungkan atau juga dihitung oleh perangkat lunak Beban dinding harus diterapkan ke seluruh balok atau mengacu pada gambar arsitektur

Penerapan Beban Hidup

Beban hidup diterapkan ke seluruh lantai yang ada berdasarkan pada fungsinya.

Penerapan Beban Angin

  • Beban Angin diterapkan pada sumbu X dan Y atau Utara – Selatan dan timur – Barat
  • Beban adalah beban garis

Penerapan Beban Gempa
  • Beban Gempa diterapkan ke sumbu X dan Y atau S-N dan E-W
  • Beban berupa beban titik


Kombinasi

  • U = 1,4 D (4)
  • U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) (5)
    U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R) (6)
    U = 0,9 D ± 1,6 W (7)
    U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E (8)
    60 dar i 278
    U = 0,9 D ± 1,0 E (9)
    U = 1,4 (D + F) (10)
    U = 1,2(D +T ) + 1,6L + 0,5(A atau R) (11)

8) Untuk perencanaan daerah pengangkuran pasca tarik harus digunakan faktor beban 1,2
terhadap gaya penarikan tendon maksimum.
9) Jika pada bangunan terjadi benturan yang besarnya P, maka pengaruh beban tersebut
dikalikan dengan faktor 1,2.

  • Digunakan Nilai yang paling besar.
  • YANG MANA ?
  • Perangkat lunak telah menyertakan fasilitas pencarian nilai terbesar
Sumber :  http://kampuzsipil.blogspot.com

Tahapan Pembuatan Peta Serta Pengolahan data Ukur Tanah

Pengukuran Kerangka Peta


a. Kerangka horisontal

Sesuai dengan keadaan luas daerah yang akan dipetakan, maka kerangka peta yang digunakan dalam praktikum adalah berupa poligon. Poligon dibagi menjadi poligon terbuka dan tertutup. Dalam proses pembuatan kerangka horisontal poligon terbuka/tertutup diikatkan pada titik pasti yang telah diketahui koordinatnya.

Pengukuran Kerangka Horizontal
 
Keterangan :
1,2,3,…                       : nomor titik
b1,b2,b3,…                : sudut dalam poligon
a1, a2, a3,…              : sudut luar poligon
a12,a23,a34,…          : azimuth
Rumus-rumus yang harus dipenuhi:
1.      Syarat sudut
Jumlah sudut dalam poligon        : Sbd    = (n – 2) x 180o
Jumlah sudut luar poligon            : Sb      = (n + 2) x 180o
Dengan                                         : n         = jumlah titik poligon
                                                 Sb      = jumlah sudut poligon

2.      Syarat sisi
Jumlah proyeksi pada sumbu y                          = S(d sin a)        = 0
Jumlah proyeksi pada sumbu  x                         = S(d cos a)       = 0

3.      Azimuth awal
Pengukuran azimuth didasarkan pada arah utara magnet bumi atau azimuth kompas.

4.      Menghitung azimuth masing-masing titik
Untuk poligon sudut dalam   a(n,n+1) = a(n – 1, n) + 180o - bd
Untuk poligon sudut luar       a(n,n+1) = a(n – 1, n) - 180o + b
Dengan:               n    = nomor titik
                a    = azimuth
b        = sudut luar/dalam poligon

Cara perhitungan poligon dilakukan menurut tetapan:
1.      Menjumlahkan sudut dari sudut dalam atau luar yang diukur.
2.      Menentukan besar penyimpangan (b) kemudian memberikan koreksi pada tiap titik.
3.      Menghitung sudut jurusan didasarkan pada sudut poligon yang telah terkoreksi.
4.      Menghitung proyeksi titik ke sumbu x dan y, yaitu d sin a dan d cos a.
5.      Menentukan penyimpangan jumlah jarak proyeksi dan memberikan koreksi pada tiap-tiap jarak tertentu

b. Kerangka vertikal

Kerangka vertikal diukur dengan menggunakan alat waterpass. Pekerjaan waterpassing atau pengukuran beda tinggi, yaitu:
1. Pengukuran beda tinggi di suatu tempat.
2. Pengukuran profil/penampang tanah pada arah melintang.

Beda tinggi antara dua titik adalah selisih tinggi dalam vertikal atau jarak terpendek antara dua nivo yang melalui titik tersebut. Penampang adalah tampang yang arahnya melintang. Pengukuran beda tinggi diperlukan untuk menghitung volume galian dan timbunan tanah.
Dalam pembuatan peta topografi digunakan pengukuran memanjang untuk ketinggian titik detail dan dari hasil pengukuran didapat beda tinggi suatu titik ikat (poligon) terhadap titik ikat lainnya. Beda tinggi yang didapat nantinya akan digunakan sebagai data dalam pembuatan dan penggambaran peta topografi.
 
Pengukuran beda tinggi antara dua titik dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
1. Metode menyipat datar 
Pengukuran Beda Tinggi dengan Metode Menyipat Datar
 
Metode ini menggunakan waterpass sebagai alat ukur.
DHAB          = BTA – BTB
HB              = HA + DHAB

Dengan      :
DHAB          : beda tinggi antara titik A dan titik B
BT              : Bacaan benang tengah
H                : Ketinggian/elevasi
                                              
2. Metode barometris



Pengukuran dengan Metode Barometris

Metode barometris menggunakan barometer sebagai alat ukur. Metode ini memakai prinsip menggunakan tekanan udara pada tempat yang akan dicari ketinggiannya. Untuk mengetahui ketinggian dari muka air laut rata-rata. Setelah ketinggian diketahui maka beda tinggi yang diperoleh kurang akurat, karena tergantung dari suhu, kelembaban udara, dan juga gaya tarik bumi.


Dalam pemilihan titik detail harus disesuaikan dengan kondisi lapangan,, yaitu jangan terlalu jarang maupun terlalu rapat. Jika titik terlalu jarang maka hasil peta situasi tidak akan mencerminkan kondisi yang sebenarnya, namun jika terlalu rapat, kurang efisien. Untuk daerah datar cukup diambil beberapa titik saja tetapi untuk tanah bergelombang diambil titik efektifnya, untuk parit diambil data tentang kedalaman dan lebarnya.

Agar pengambilan titik detail lebih mudah, mengenai sasaran, maka titik tersebut dapat dikelompokan sebagai berikut:
a.       semua jalan (meliputi: jalan raya, jalan kecil, dll)
b.      saluran-saluran air, batas sungai, batas pantai
c.       jembatan, gardu listrik, tugu, monumen, dll
d.      lapangan olahraga, lapangan terbang, persawahan, permukiman
e.       kantor pemerintahan, kantor polisi, bank, pasar, toko, dll
f.       batas-batas propinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan, dll

Pada setiap pengukuran suatu titik detail, perhitungan jarak dan beda tinggi dilakukan dengan cara tachimetri atau disesuaikan dengan alat yang digunakan, berikut Pengukuran Menggunakan Theodolite 
Pengukuran Beda Tinggi dengan Cara Tachimetri

 
Jd (jarak datar)             = Jm cos m
                                      = (BA – BB) x 100 x cos2 m

Beda tinggi = DH         = ½ (BA – BB) x 100 sin 2m + i– BT
Dengan:
i               = tinggi alat
BA          = bacaan benang atas
BB          = bacaan benang bawah
BT           = bacaan benang tengah
m             = sudut miring
z              = sudut zenith = 90o - m
DH          = beda tinggi antara titik A dan B
Jd            = jarak datar
Jm           = jarak miring

3. Metode trigonometri
Pengukuran dengan Menggunakan Cara Trigonometri
Pada metode ini alat yang digunakan adalah theodolit.
Beda tinggi antara A dan B = Jd tan m
Dengan:
Jd = jarak datar
z   = sudut zenith
m  = sudut miring                        

c. Data yang harus diukur

Data yang harus dicari tergantung dengan alat yang digunakan. Data yang perlu diukur dalam kaitannya dengan pengukuran kerangka horisontal dengan menggunakan theodolit adalah benang atas, benang bawah, benang tengah, azimuth, zenith, tinggi alat dan sketsa pengukuran, sedangkan data yang perlu diambil untuk kerangka vertikal adalah data dari penggunaan waterpass, yaitu benang atas, benang bawah, dan benang tengah.

Pengukuran Titik Detail

Titik detail adalah semua penampakan yang ada di muka bumi baik alamiah maupun buatan manusia. Pada pengukuran ini tidak mungkin dilakukan secara lengkap dan terperinci, oleh karena itu harus diambil titik detail seefektif mungkin yang dapat mewakili dalam penggambaran peta situasi nantinya.

a.   Cara-cara pengambilan titik detail

Dalam pengukuran titik detail dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :
1.       Pengukuran Titik Detail dengan Cara Memancar

Cara ini dipakai jika jarak antara titik pasti berdekatan. A dan B adalah titik pasti. Dari gambar di atas pesawat diletakan di titik A lalu diambil a1, a2, a3,…, sedangkan arah sumbu masing-masing menjauhi titik A, begitu juga titik B.
2.   Pengukuran Titik Detail dengan Cara Melompat

Adakalanya kita mengalami kesulitan jika menggunakan metode memancar dalam mengukur titik detail karena titik pasti berjauhan, sehingga diperlukan cara melompat.

3. Pengukuran Titik Detail dengan Cara Grid
Dilakukan dengan membuat grid-grid tiap jarak tertentu.

b. Data yang harus diukur

Data pengukuran titik detail yang diperlukan adalah azimuth, zenith, benang atas, benang bawah, benang tengah, dan tinggi alat serta sketsa pengukuran titik tersebut. Data tersebut digunakan untuk mencari jarak dan beda tinggi antara tempat alat didirikan dengan titik detail yang diukur.
Sumber :  http://kampuzsipil.blogspot.com