Seni
dari suatu bangunan cenderung ditentukan oleh karya sang Arsitek yang
mahir dalam mendesign dan memasukkan unsure- unsure keindahan dalam
setiap bangunan yang ia buat. Namun bukan berarti sang Ahli Struktur
(teknik sipil) juga tidak mempunyai jiwa seni loh..? Hal ini dibuktikan
dengan berbagai bangunan yang mempunyai keunikan dan keindahan yang
justru bukan merupakan karya arsitek, merupakan karya ahli struktur
(teknik sipil).
Prof Jorg Schlaich adalah salah satu profesor di bidang teknik struktur yang berani secara lugas mengetengahkan bahwa ada seni atau art di bidang teknik struktur tersebut. Bahwa dengan memahami secara benar dan dapat menjiwainya maka dari ilmu teknik sipil khususnya ilmu analisis struktur dapat diwujudkan keindahan dari suatu struktur yang diciptakannya.
Hal tersebut sejalan dengan prof Firtz Leonhardt, guru besar di Uni Stuttgart sebelumnya yang akhirnya diteruskan oleh prof. Schlaich. Dari ke dua Profesor tersebut ditemukan karya-karya yang secara jelas menunjukkan bahwa ada art atau seni dibidang struktur yang direncanakannya. Padahal mereka jelas- jelas adalah profesor di bidang structural engineering dan bukan arsitektur.
Tentu saja, ini hal yang baru bagi teman- teman structural engineer di Indonesia. Seakan- akan structural engineer hanya bisa menghasilkan sesuatu ditinjau dari sisi kekuatan (strength) dan kekakuan (stiffness) nya saja, kita tidak pernah meninjau sisi keindahan. Pantaslah kalau begitu banyak dari teman- teman kita, karyanya tidak ‘kelihatan’, karena hanya seni atau art yang mudah dipahami oleh orang awam. Itulah yang menjawab bahwa seakan- akan kerja arsitek lebih jelas dibanding orang sipil (bagi orang awam).
Kita harus mendobrak, bahwa structural engineer tidak kalah juga dengan arsitek. Apalagi sekarang diketahui bahwa pendidikan arsitek telah menghilangkan ilmu- ilmu yang berkaitan dengan peninjauan tentang strength atau stiffnes dari suatu bangunan.
Langkah pertama adalah menguasai dengan benar ilmu- ilmu analisa struktur baik cara manual maupun berbasis komputer. Meskipun menguasai dengan benar, tetapi dalam pikiran, kita harus menganggap bahwa ilmu analisa struktur itu bukan segala-galanya / bukan tujuan, tetapi hanya sebatas sebagai tool atau alat untuk mengekplore perilaku struktur, sehingga struktur yang akan direncanakan dapat kita kendalikan sedemikian rupa sehingga sisi art dapat ditonjolkan.
Langkah kedua, jangan terjebak pada analisis makro aja, yang besar-besar saja, tetapi juga paham pada analisis mikro, yaitu kemampuan mendesain detail dari struktur-struktur tersebut. Sehingga bilamana perlu, struktur tidak perlu ditutup- tutupi tapi dapat diekspose.
Untuk itu baiklah kita perlihatkan satu karya prof Schlaich yang dapat mencerminkan keindahan. Ini dia Atap kaca penutup Museum Sejarah Hamburg
Prof Jorg Schlaich adalah salah satu profesor di bidang teknik struktur yang berani secara lugas mengetengahkan bahwa ada seni atau art di bidang teknik struktur tersebut. Bahwa dengan memahami secara benar dan dapat menjiwainya maka dari ilmu teknik sipil khususnya ilmu analisis struktur dapat diwujudkan keindahan dari suatu struktur yang diciptakannya.
Hal tersebut sejalan dengan prof Firtz Leonhardt, guru besar di Uni Stuttgart sebelumnya yang akhirnya diteruskan oleh prof. Schlaich. Dari ke dua Profesor tersebut ditemukan karya-karya yang secara jelas menunjukkan bahwa ada art atau seni dibidang struktur yang direncanakannya. Padahal mereka jelas- jelas adalah profesor di bidang structural engineering dan bukan arsitektur.
Tentu saja, ini hal yang baru bagi teman- teman structural engineer di Indonesia. Seakan- akan structural engineer hanya bisa menghasilkan sesuatu ditinjau dari sisi kekuatan (strength) dan kekakuan (stiffness) nya saja, kita tidak pernah meninjau sisi keindahan. Pantaslah kalau begitu banyak dari teman- teman kita, karyanya tidak ‘kelihatan’, karena hanya seni atau art yang mudah dipahami oleh orang awam. Itulah yang menjawab bahwa seakan- akan kerja arsitek lebih jelas dibanding orang sipil (bagi orang awam).
Kita harus mendobrak, bahwa structural engineer tidak kalah juga dengan arsitek. Apalagi sekarang diketahui bahwa pendidikan arsitek telah menghilangkan ilmu- ilmu yang berkaitan dengan peninjauan tentang strength atau stiffnes dari suatu bangunan.
Langkah pertama adalah menguasai dengan benar ilmu- ilmu analisa struktur baik cara manual maupun berbasis komputer. Meskipun menguasai dengan benar, tetapi dalam pikiran, kita harus menganggap bahwa ilmu analisa struktur itu bukan segala-galanya / bukan tujuan, tetapi hanya sebatas sebagai tool atau alat untuk mengekplore perilaku struktur, sehingga struktur yang akan direncanakan dapat kita kendalikan sedemikian rupa sehingga sisi art dapat ditonjolkan.
Langkah kedua, jangan terjebak pada analisis makro aja, yang besar-besar saja, tetapi juga paham pada analisis mikro, yaitu kemampuan mendesain detail dari struktur-struktur tersebut. Sehingga bilamana perlu, struktur tidak perlu ditutup- tutupi tapi dapat diekspose.
Untuk itu baiklah kita perlihatkan satu karya prof Schlaich yang dapat mencerminkan keindahan. Ini dia Atap kaca penutup Museum Sejarah Hamburg
Perhatikan atap kaca di atas,
mana strukturnya, kelihatan nggak. He, he pasti kalau hanya punya
ilmu-ilmu yang biasa aja, pasti bingung, koq kuat ya, mana rangka
bajanya. Ternyata struktur tersebut diatas terdiri dari struktur grid
yang diberi kabel pre-stressed tipis yang menyilang (membuat grid
menjadi kaku) yang kalau tidak dilihat secara jelas maka nggak
kelihatan (samar).
Mau tahu rahasianya. Ini lho inti kekuatannya (dilihat secara dekat).
Inilah Kabel prestressed
yang memperkaku grid. Kabel tersebut mengikat dan menyatukan hubungan
atau sambungan rangka batang di atap, sehingga diperoleh ikatan
kekuatan yang sempurna.
Coba perhatikan detailnya, apa
ada di text book standard. Nggak ada khan. Itulah yang dinamakan
kreativitas, bentuknya nyeni tapi kalau asal nyeni nggak tahu ilmu strength of material pasti jebol. Itu di atas kerjaannya orang structural engineer lho, bukan seniman.
Masih
ada contoh menarik, jika di atas adalah bangunan maka sekarang ke
jembatan. Seni di jembatan rasanya belum masuk kurikulum arsitek
indonesia lho, jadi orang structural engineer mestinya bisa masuk.
Jembatan berikut adalah Kirchheim overpass, perhatikan filosofi yang mendasari dipilihnya bentuk berikut.
Bentuk kaki jembatan yang miring dan Girder pada jembatan yang dibuat melengkung. Menyerupai bentuk manusia yang sedang tengkurap.
Desain ini akan memperkuat struktur beton karena beban yang ditimbukan
dari atas akan dapat ditahan oleh tiang dengan lebih sempurna. Sekali
lagi, ini merupakan karya Structure Engineer, dan bukan Arsitek.
Jangan lupa juga untuk melihat
gedung stadion Stuttgart. Kalau penggemar sepakbola pasti udah tahu.
Ini idenya prof. Schlaich juga lho, coba lihat detail-detail
berikut, nyeni nggak. Arsitek kita sih pasti angkat tangan, itu semua
yang kelihatan (exposed) itu ya strukturnya itu sendiri.
Ini dia atapnya...
Gimana teman-teman, mau jadi seniman yang nggak bisa ditiru oleh para seniman itu sendiri.
Hayo, kita punya ilmunya.
Bagaimana
teman- teman.? mau jadi seniman yang tidak bisa ditiru oleh para
seniman itu sendiri..? Atau bahkan melebihi seni seorang Arsitek..? Ayo
para structural engineer, kita punya ilmunya…!! Bidang ini belum ada yang menyentuhnya, sehingga prospek karir structural engineer
yang juga menguasai ilmu Arsitek diperkirakan akan mempunyai peluang
dan harapan yang lebih besar, daripada hanya menjadi Structure engineer
ataupun Arsitek saja. Ingin tahu lebi banyak...? Bisa download buku "The Art of Structural Engineer". Klik disini