ika kita mendengar kata ataupun istilah yang berhubungan dengan
Engineer, hal apakah yang pertama kali muncul dalam benak kita? Pastilah
anda akan berpikir bahwa, Engineer tersebut mempunyai tingkat kecerdasan
di atas rata2, pintar untuk merekayasa sesuatu, mempunyai pemikiran
yang inovatif serta selalu up date dengan teknologi terbaru dan masih
banyak lagi hal yang lainnya.
“hidup dengan semangat engineer”
Bagaimana tidak, besi dengan berat ribuan ton bisa mengelilingi
lautan, plat yang dibentuk sedemikian rupa dapat mengangkasa, dengan
mempergunakan kotak kecil kita dapat berhubungan dengan semua orang
yang kita sayangi, angin pun dapat dikonversi menjadi sebuah energi
ataupun dengan banyak hal kecil disekeliling kita, seperti jarum untuk
menjahit, gas untuk memasak, jam tangan, AC, televisi serta masih banyak
hal bisa kita ambil sebagai contoh. Itu semua merupakan peran seorang
rekayasawan, tanpa bermaksud untuk mengecilkan peran profesi lain.
“pesawat terbang tanpa engineer”
Mungkin bagi seorang yang tidak terjebak
dalam dunia rekayasa, akan selalu berpikiran seperti itu. Namun
bagaimana dengan orang-orang yang berkecimpung di dunia rekayasa ini.
Apakah mereka merasakan hal yang sama, seperti sangkaan dan pandangan
orang-orang awam?
Banyak orang yang pada awalnya masuk dalam
dunia rekayasa, namun pada akhirnya beralih profesi menuju bidang yang
lain, seperti banker, bermain valas, dan ada pula yang menjadi seorang
desainer (Autocad People). Ketika hal ini saya tanyakan kepada mereka,
mereka pun menjawab dengan beragam alasan dan argument, ada yang
dikarenakan begitu lulus, mereka diterima di Bank, ada yang bosan dengan
dunia engineering, seperti kutipan senior saya yang telah malang
melintang dalam dunia non engineering
“ masak kuliah 5 tahun berkutat dengan perhitungan dan banyaknya
rumus2, kerja harus bertemu dengan hal yang sama. Apa tidak bosan”
Hal itu mengusik hati kecil saya, dan
saya mencoba untuk menanyakan lagi, apakah saya bahagia dengan menjadi
seorang rekayasawan? Bahagia dalam konteks seperti apakah? Apakah hal
itu bisa diukur dengan THP tiap bulan, besarnya Tekanan kerja?
“tekanan kerja”
Mungkin saya terlalu menggeneralisir,
dan saya sendiri tidak maumunafik, bahwa itu semua akan kembali ke uang,
ya UUD (Ujung-UjungnyaDuit). Itulah yang menghantui pemikiran-pemikiran
saya untuk mendapatkan kebahagiaan sebagai seorang rekayasawan.
Kenapa saya bisa mengemukakan suatu pendapat demikian?
Coba saya menanyakan suatu pertanyaan sederhana kepada anda, Apakah
anda bahagia ketika hak dan kewajiban yang diterima berbanding terbalik?
Tentu tidak bukan. Pastilah anda semua menginginkan gaji yang layak dan
kenaikan tiap tahun yang layak pula. Serta pastilah anda semua
mengharapkan adanya bonus tahunan yang besar bukan?
Maka dari pada itu banyak rekayasawan kita yang tidak “betah” berada di
negeri sendiri. Ada yang memilih mengajar dan meneliti di Amerika, Jepang, Swiss dan negara2 maju di Eropa.
“amplop harian saya”
Namun selain faktor tersebut diatas, ketika kita berhasil membuat,
menemukan ataupun menyelesaikan suatu proyek baru, tentulah kepuasan
batin yang luar biasa akan kita dapatkan. Ya faktor kepuasan inilah yang
akan dapat mengalahkan semua ego, semua ketidak puasan, namun hanya
bersifat sementara. Seperti halnya sewaktu kita menenggak diberi pil
penahan sakit oleh dokter. Dan ketika kita kembali ke kehidupan nyata,
kita pastilah akan menggerutu, kenapa ya, proyek begitu besar, dengan
skala internasional namun tidak ada sedikit penghargaan? Amplop yang
diterimapun tidaklah cukup.
“ahh..another medicine”
Pemikiran yang demikian sangatlah berbeda dengan idealisme kita yang
menggebu sewaktu kita belajar di bangku kuliah. Pemikiran orang yang
belum bekerja dan terpaku oleh idealisme. Sehingga hal ini akan
menggeser
paradigma kita, dari seorang latar belakang rekayasawan menjadi banyak hal profesi, dan hal ini tentulah tidak salah.
Mungkin salah satu keunggulan seorang rekayasawan (alumni teknik),
mereka akan lebih mudah untuk memasuki profesi selain dunia rekayasa
dengan memerlukan waktu lebih sedikit untuk memahami profesi lain
tersebut. Hal ini bisa dilihat dari keseharian yang dilakukan selama
kuliah, dimana seorang calon rekayasawan dituntut untuk melakukan
perhitungan yang sangat teliti sampai ukuran mikron, jika itu
diperlukan. Mungkin juga, remunerasi yang mereka dapatkan di dunia
nonrek ini bisa melebihi dunia Reka yang mereka banggakan selama kuliah.
“enjoy Ur Live”
Benarkah kita sudah menjadi seorang rekayasawan?
Apakah kita puas dengan amplop yang kita terima sebagai rekayasawan?
Apakah kita menikmati dunia ini?
Pernahkah anda memikirkan semua itu? Keluar dari dunia engineering dan
menikmati dunia baru?
Beranikah anda melangkah keluar dari dunia engineering ini?
“dunia indah mungkin telah menanti”
Dan apakah anda sudah memutuskan jalan hidup anda?(ths)