BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Akuntabilitas
mempunyai arti pertanggungjawaban yang merupakan salah satu ciri dari terapan”Good
Governance” atau pengelolaan pemerintahan yang baik dimana pemikiran
tersebut bersumber bahwa pengelolaan administrasi publik merupakan issue utama
dalam pencapaian menuju ”clean government” (pemerintahan yang
bersih). Ada beberapa pilar good governancedalam berinteraksi
satu dan lainnya yang saing terkait, yaitu: Government, Citizen,
danBusiness atau State, Societydan Private
Sector. Pada dasarnya pilar tersebut mempunyai konsekuensi akuntabilitas
terhadap publik atau masyarakatnya, khususnya stakeholders yang
yang melingkupi ketiga pilar tersebut sebagai pelaku ”How to govern”
atas aktivitasnya.
Orde Baru mewariskan
rendahnya instrumen pertanggungjawaban institusi publik dan nyaris tidak
meninggalkan mekanisme kelembagaan yang transparan dan menggali nilai – nilai partisipasi
masyarakat dalam pengambilan kebijakan. Masyarakat lebih banyak berperan hanya
sebagai obyek pembangunan dan bukan bekerja dalam pola partnership
dalam peningkatan kinerja dan akuntabilitasi pemerintah. Partisipasi masyarakat
yang dibanggakan dalam perencanaan pembangunan melalui ”bottom up
and top down planning” yaitu pada bagian Diskusi Pembangunan Desa
Tingkat Desa oleh LKMD dan menjadi kebanggan bentuk partisipasi masyarakat
diwaktu yang lalu, yang ada hakekatnya adalah ”mobilisasi” atau setidak-tidaknya
tipe partisipasi ”statutory”, partisipasi yang diformat oleh
pemerintah; yang pada akhirnya juga masih bersifat ”memasung” demokratisasi
lokal dalam perencanaan.
B.
Rumusan Masalah
·
Apa pengertian dari Akuntabilitas ?
·
Bagaimana akuntabilitas
Pelaporan Keuangan ?
·
Apakah tujuan dari Akuntabilitas ?
·
Apakah
Upaya-Upaya dalam meningkatan
Akuntabilitas ?
·
Apa saja Indikator Keberhasilan dalam Akuntabilitas
?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk
memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan
tindakan penyelenggara organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau
berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggjawaban. Pertanggung
jawaban penyelenggara sekolah merupakan akumulasi dari keseluruhan pelaksanaan
tugas-tugas pokok dan fungsi sekolah yang perlu disampaikan kepada publik/stakeholders.
Akuntabilitas kinerja sekolah adalah perwujudan kewajiban sekolah untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan rencana sekolah dalam
mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui alat
pertanggungjawaban secara periodik.
Akuntabilitas meliputi
pertanggungjawaban penyelenggara sekolah yang diwujudkan melalui transparansi
dengan cara menyebarluaskan informasi dalam hal:
·pembuatan dan pelaksanaan kebijakan serta perencanaan,
·anggaran pendapatan dan belanja sekolah,
·pengelolaan sumberdaya pendidikan di sekolah, dan
·keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan rencana sekolah
dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Menurut
jenisnya, akuntabilitas dapat dikategorikan menjadi 4:
·
akuntabilitas
kebijakan, yaitu akuntabilitas pilihan atas kebijakan yang akan dilaksanakan,
·
akuntabilitas
kinerja (product/quality accountability), yaitu akuntabilitas yang berhubungan
dengan pencapaian tujuan sekolah,
·
akuntabilitas
proses, yaitu akuntabilitas yang berhubungan dengan proses, prosedur, aturan
main, ketentuan, pedoman, dan sebagainya., dan akuntabilitas keuangan
(kejujuran) atau sering disebut (financial accountability), yaitu
akuntabilitas yang berhubungan dengan pendapatan dan pengeluaran uang (cash
in and cash out). Sering kali istilah cost accountability juga
digunakan untuk kategori akuntabilitas ini
B.
Akuntabilitas
Pelaporan Keuangan
Sebagai Aparat Pengawas Intern
Pemerintah (APIP), BPKP membantu mewujudkan akuntabilitas dalam pelaporan
keuangan negara dan daerah. Akuntabilitas pelaporan keuangan negara masih
memerlukan perbaikan sebagaimana ditandai dengan masih belum diperolehnya opini
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
(LKPP) Tahun 2011, demikian juga atas 20 kementerian/lembaga (K/L) atau 23%
dari total K/L, serta pada hampir semua pemerintah daerah (pemda), yaitu
431 pemda atau 87% dari 498 pemda yang diaudit BPK.
Kegiatan yang dilakukan BPKP untuk
mendukung terwujudnya akuntabilitas pelaporan keuangan meliputi antara lain :
·Kegiatan pendampingan penyusunan laporan keuangan K/L/pemda,
·Reviu laporan keuangan K/L/pemda sebelum diaudit oleh BPK,
·Menindaklanjuti hasil temuan BPK,
·Pendampingan perbaikan sistem pelaporan,
·Implementasi Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA),
·Sosialisasi, pembentukan satgas, dan workshop SPIP, dan
·peningkatan kapasitas SDM pengelolaan keuangan daerah dan
APIP
Secara umum, beberapa faktor yang
menyebabkan laporan keuangan K/L dan pemda tersebut belum memperoleh opini WTP
adalah karena penyajian yang belum sepenuhnya sesuai Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP), lemahnya sistem pengendalian intern, belum tertatanya
barang milik negara/daerah dengan tertib, pengadaan barang yang belum mengikuti
ketentuan yang berlaku, dan kurang memadainya kapasitas SDM pengelola keuangan.
Sebagaimana tahun sebelumnya, pada
tahun 2012 BPKP secara prokatif telah bekerjasama, baik dengan K/L maupun
pemda, dalam upaya peningkatan kualitas laporan keuangan K/L/pemda menuju opini
WTP dan mempertahankan kualitas laporan keuangan bagi K/L/pemda yang telah
memperoleh opini WTP.
Upaya tersebut merupakan tindak
lanjut dari direktif Presiden, yang pada intinya mendorong ditingkatkannya
akuntabilitas pengelolaan keuangan negara melalui kerjasama antara K/L/Pemda
dengan BPKP.
Kerjasama tersebut ditujukan
terutama untuk mengatasi berbagai faktor penyebab tidak diperolehnya opini WTP,
antara lain mencakup penguatan SPIP pada K/L/Pemda, reviu atas Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (LKPP), pendampingan penyusunan laporan keuangan dan
pendampingan reviu laporan keuangan instansi bagi APIP K/L/pemda untuk
meningkatkan kualitas penyajian laporan keuangan agar sesuai dengan SAP,
penerapan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) yang dibangun oleh
BPKP, pendampingan penataan barang milik negara/daerah, peningkatan kapasitas
SDM pengelola keuangan, sosialisasi peraturan dan pedoman bidang keuangan,
bimbingan teknis pengelolaan keuangan negara/daerah, serta penugasan pegawai
BPKP ke berbagai K/L dan Pemda.
Upaya perbaikan tersebut menunjukkan
komitmen yang tinggi dan langkah nyata dari pimpinan K/L/pemda yang diharapkan
dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan.
Akuntabilitas
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) menjadi hal penting karena
merupakan bentuk pertanggungjawaban pemerintah daerah terhadap pelaksanaan
APBD. Untuk mengetahui akuntabilitas laporan keuanganpemerintah daerah perlu
dilakukan pemeriksaan (diaudit). Pemeriksaan tentang akuntabilitas LKPD
dilakukan BPK RI sebagai pemeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang
keuangan Negara sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 23E ayat 1 menyebutkan,
“Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara
diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri”. Dalam
menjalankan tugasnya untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara, salah satunya adalah BPK memeriksa laporan keuangan pemerintah
daerah sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 2006
tentang Badan Pemeriksa Keuangan, “BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan Negara
yang
dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank
Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik
Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan Negara”.
Pemeriksaan
atas laporan keuangan pemerintah daerah oleh BPK bertujuan untuk memberikan
pendapat/opini atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan
mendasarkan pada, (a) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan dan atau
prisip-prinsip akuntansi yang ditetapkan dalam berbagai peraturan
perundang-undangan, b) kecukupan pengungkapan (adequate disclosure), (c)
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, (d) efektivitas sistem pengendalian
intern.
Hasil
dari pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dituangkan dalam
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang mengambarkan tingkat akuntabilitas LKPD
yang secara keseluruhan dirangkum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester
(IHPS) yang dikeluarkan setahun dua kali (tiap semester). Hasil pemeriksaan
keuangan BPK atas LKPD disajikan dalam tiga kategori yaitu opini, Sistem
Pengendalian Intern (SPI), dan kepatuhanterhadap ketentuan perundang-undangan
(BPK, 2009).
C.
Tujuan
Akuntabilitas
Tujuan utama akuntabilitas adalah untuk mendorong
terciptanya akuntabilitas kinerja sekolah sebagai salah satu prasyarat untuk
terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya. Penyelenggara sekolah harus
memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada publik.
Selain itu, tujuan akuntabilitas adalah untuk menilai kinerja sekolah dan
kepuasan publik terhadap pelayanan pendidikan yang diselenggarakan oleh
sekolah, untuk mengikutsertakan publik dalam pengawasan pelayanan pendidikan,
dan untuk mempertanggungjawabkan komitmen pelayanan pendidikan kepada publik.
Untuk mengukur kinerja mereka secara obyektif perlu adanya
indikator yang jelas. Sistem pengawasan perlu diperkuat dan hasil evaluasi
harus dipublikasikan dan apabila terdapat kesalahan harus diberi sanksi.
Sekolah dikatakan memiliki akuntabilitas tinggi jika proses dan hasil kinerja
sekolah dianggap benar dan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya.
D.
Upaya-Upaya
Peningkatan Akuntabilitas
Agar sekolah memiliki akuntabilitas
yang tinggi, maka perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut :
·Sekolah harus menyusun aturan main tentang sistem
akuntabilitas termasuk mekanisme pertanggungjawaban. Ini perlu diupayakan untuk
menjaga kepastian tentang pentingnya akuntabilitas.
·Sekolah perlu menyusun pedoman tingkah laku dan sistem
pemantauan kinerja penyelenggara sekolah dan sistem pengawasan dengan sanksi
yang jelas dan tegas.
·Sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah dan
menyampaikan kepada publik/stakeholders di awal setiap tahun anggaran.
·Menyusun indikator yang jelas tentang pengukuran kinerja
sekolah dan disampaikan kepada stakeholders.
·Melakukan pengukuran pencapaian kinerja pelayanan pendidikan
dan menyampaikan hasilnya kepada publik/stakeholders di akhir tahun.
·Memberikan tanggapan terhadap pertanyaan atau pengaduan
publik.
·Menyediakan informasi kegiatan sekolah kepada publik yang
akan memperoleh pelayanan pendidikan.
·Memperbarui rencana kinerja yang baru sebagai kesepakatan
komitmen baru.
E.
Indikator Keberhasilan Akuntabilitas
Keberhasilan akuntabilitas dapat
diukur dengan beberapa indikator berikut, yaitu:
·meningkatnya kepercayaan dan kepuasan publik terhadap
sekolah,
·tumbuhnya kesadaran publik tentang hak untuk menilai
terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah,
·berkurangnya kasus-kasus KKN di sekolah, dan
·meningkatnya kesesuaian kegiatan-kegiatan sekolah dengan
nilai dan norma yang berkembang di masyarakat
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Akuntabilitas daerah merupakan suatu keharusan bagi organisasi Pemda.
Akuntabilitas dapat menjembatani antara kepentingan legislatif, eksekutif, dan
masyarakatnya (baik bisnis maupun individual). Persoalannya adalah bagaimana
membangun struktur organisasi Pemda yang resuld oriensted dan concumer/clients
oriented dimana masyarakat merupakan bagian dari wacana pengambilan
keputusan. Apakah masyarakat itu yang dimaksud adalah masyarakat bisnis,
masyarakat yang terwakili dalam parlemen daerah, atau masyarakat yang bernaung
dibawah lembaga sosial masyarakat (NGO’s Stakeholders).
Membangun struktur organisasi Pemda harus disertai dengan pengukuran
standar dan kinerja yang tentunya sesuai dengan karakteristik daerah
masing-masing. Pengukuran kinerja merupakan suatu keharusan dan juga sebagai
bagian dari grey areaantara Pemda, DPRD, dan masyarakat di dalam
persamaan persepsi tentang terapan good governance di daerah.
Sehingga timbul pemikiran secara bersama, perlunya akuntabilitas bagi pemegang
kekuasaan, perlunya transparasi dan public disclosure/keterbukaan
yang barangkali itu disebut sebagai NPM. Persoalan selanjutnya adalah bagaimana
pemikiran dan langkah pemerintah dengan agendanya dapat diterapkan secara
tepat, cepat dan cermat untuk menjadikan era Indonesia Baru yang demokratis
khususnya pengelolaan akuntabilitas di pemerintah daerah dalam rangka Otonomi
Daerah yang seluas-luasnya namun terintegrasi. Barangkali itu yang
disebut New Public Managemen
DAFTAR PUSTAKA
Hasan,H.
2008. Evaluasi Kurikulum. Bandung: Rosdakarya.
Pidarta,M. 2005. Perencanaan Pendidikan
Partisipatori dengan Pendekatan Sistem. Jakarta:Asri Mahasatya.
No comments:
Post a Comment